Bagian 10

2.7K 364 130
                                    

Adakah yang masih melek?

Oke, akhirnya pada hari ini aku apdet 5 kali.

Tapi yasudahlah, aku sayang kalian pokoknya

-----

"Seorang pelacur harus diperlakukan seperti pelacur." Kata-kata Jinyoung yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.

Lelaki itu sudah melepaskan kemejanya, dan membuka ikat pinggangnya lalu meletakkannya di ujung ranjang. Matanya begitu dingin, ekspresi wajahnya tenang, terlalu tenang, hingga membuat Jihoon gemetar cemas.

"Kau... harus... mendengarkan." Jihoon masih mencoba, meskipun melihat ekspresi wajah Jinyoung, ia tahu ia tidak akan berhasil.

Jinyoung terlalu marah, dia terlalu dibutakan oleh kemurkaannya.

"Lepaskan kemejamu Jihoon." gumam Jinyoung datar.

"Jinyoung..." wajah Jihoon langsung pucat pasi mendengar perintah yang diucapkan tanpa ekspresi.

"Lepaskan." Nada suara Jinyoung begitu menakutkan.

Mungkin Jihoon akan lebih berani menghadapi jika Jinyoung berteriak-teriak marah dan membentaknya. Tetapi lelaki ini begitu tenang hingga menakutkan.

Dengan gemetar Jihoon melepas kancing demi kancing kemejanya. Menatap Jinyoung dengan wajah memohon, tetapi lelaki itu tidak terpengaruh.

Setelah seluruh kancing kemeja Jihoon terlepas, dia berdiri sambil menggenggam kemejanya yang terbuka dengan kedua tangannya erat-erat, berlutut di ranjang itu, memohon belas kasihan kepada lelaki yang berdiri di tepi ranjang dan tampak kejam.

"Aku bilang lepaskan kemejamu, Jihoon." suara Jinyoung tetap lembut dan terkendali, tapi entah kenapa Jihoon makin gemetar mendengarnya.

Dengan susah payah dia melepaskan kemejanya dan menjatuhkannya ke kasur, menatap Jinyoung tanpa daya.

"Sekarang celananya." sambung Jinyoung setelah mengamati tubuh Jihoon tanpa malu-malu, membuat seluruh wajah dan tubuh Jihoon merah padam.

"Tidak!" Jihoon berusaha membantah, dia tidak mau dilecehkan seperti ini.

"Aku bilang celananya!" suara Jinyoung sedikit naik, tetapi tetap tenang. Matanya menatap tajam tak terbantahkan, hingga mau tak mau Jihoon bergerak melepaskan celananya, air mata mulai mengalir di mata Jihoon.

Hening cukup lama, Jinyoung terdiam sambil menatap Jihoon tajam. Dan Jihoon berlutut di ranjang itu dengan tubuh gemetaran.

"Lepas pakaian dalammu."

"Tidak!" dengan was-was Jihoon berseru, tanpa sadar tubuhnya beringsut ke ujung ranjang, ketakutan.

Sikapnya itu malah menyalakan api kemarahan di wajah Jinyoung, lelaki itu sudah tidak setenang tadi.

"Kenapa tidak Jihoon? Sudah tak terhitung berapa kali aku melihatmu telanjang, dan kau melakukan semuanya dengan sukarela kan? Demi uang tiga ratus juta."

Suara Jinyoung terdengar jijik, dia melangkah maju mendekati ranjang dan secara otomatis Jihoon langsung beringsut mundur menjauh.

"Aku membeli tubuhmu seharga tiga ratus juta, seharusnya tubuhmu itu bisa kupergunakan semauku. Tetapi aku terlalu baik padamu, memberimu kemewahan, tidak menyentuhmu di saat kau sakit dan juga merawatmu. Itu semua terlalu baik untukmu."

Mata Jinyoung tampak menyala. "Dan kau lelaki murahan tak bermoral! Bukannya mensyukuri kebaikan hatiku, kau malah merayu sahabatku!"

"Kau salah paham, Jinyoung." Jihoon mulai menangis terisak. Tetapi Jinyoung tetap mengeraskan hatinya.

"Aku tidak mungkin salah paham dengan apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri."

Dengan gerakan secepat kilat Jinyoung meraih kedua lengan Jihoon sebelum Jihoon sempat menghindar dan menempelkan tubuh Jihoon ke tubuhnya sendiri.

"Kalian berciuman! Kau membiarkan dia menciummu! Menjijikkan sekali di mataku."

Napas Jinyoung mulai terengah-engah, lalu mendorong Jihoon ke bantal membuatnya terbanting kasar disana. Jihoon berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Jinyoung yang keras dan berat, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Jinyoung yang kuat dan tanpa ampun.

Tetapi lelaki itu terlalu kuat, terlalu marah, bahkan tidak menyadari kalau kekasarannya melukai tubuh Jihoon yang rapuh. Lelaki itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika dia menatap Jihoon.

Dengan ketakutan yang amat sangat, Jihoon berusaha memberontak dan turun dari ranjang, tetapi Jinyoung menangkapnya, membantingnya di ranjang lagi dengan kasar, lalu menindihnya.

Jihoon mengernyit merasakan cengkeraman tangan Jinyoung yang kasar di tangannya. "Sakit Jinyoung... kumohon..."

"Diam!" seru Jinyoung marah. Dan ketika Jihoon meronta ketakutan, hal itu makin mendorong kemarahan Jinyoung. Lelaki itu merobek celana dalam Jihoon dan mencoba membuka pahanya.

Jihoon berteriak ketakutan, dia tidak siap dan Jinyoung pasti akan melukainya. Tetapi Jinyoung tidak peduli. Ketika merasakan Jihoon tidak siap, lelaki itu tetap menyatukan dirinya dengan kasar, tidak ada kelembutan disana.

Bagi Jihoon itu adalah kesakitan yang luar biasa. Sakit di tubuhnya dan sakit di hatinya, diperlakukan seperti pelacur rendahan yang tak ada harganya. Seluruh tubuhnya terasa tersobek-sobek oleh gesekan tubuh Jinyoung, tapi Jihoon menahan diri, digigitnya bibirnya hingga hampir berdarah, di tahankannya air matanya meskipun matanya terasa begitu perih. Dan di tekannya hatinya dalam-dalam yang mulai hancur menjadi serpihan berkeping-keping.

A Romantic Story About Jihoon - b.jy + p.jhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang