Aku tidak salah orang menitipkanmu.
- Queen Lexie Elizabeth -My playlist today: Ariana Grande ft. Nicky Minaj - Side to Side, how yours?
Ruang rawat inap dengan tema kartun baru saja terasa tenang setelah sebelumnya diisi oleh isak tangis anak kecil yang merasa kesakitan. Snow menangis saat seorang suster menyuntikkan antibodi ke kulit halusnya. Semestinya memang tidak perlu ke tangan mengingat sudah ada selang infus yang terpasang. Akan tetapi, untuk melihat ada tidaknya reaksi alergi kepada pasien, hal tersebut perlu dilakukan sebelum penyuntikan di kantong cairan infus.
"Akhirnya dia tidur juga," kata El sembari menghampiri Rio yang sedang mengusapi kening Snow dengan sayang. Setiap usapannya menyingkirkan anak rambut yang berserakan di wajah gadis kecil tersebut.
"Jam berapa penerbanganmu?"
Gantian, El kini mengelap bekas air mata yang mengering di pipi gempil Snow dengan tisu basah. Membuat Rio berhenti dari aktivitasnya dan lebih memilih menolehkan pandangannya ke arah El.
Wanita itu tampak telaten seperti biasa dalam mengurusi Snow dan selalu cantik. Apalagi ditambah dengan setelan gaun santainya yang bernuansa peach, semakin menambah kesan lemah lembutnya. Padahal, seorang El bukan tipekal wanita dengan sikap lemah lembut dan penuh ketelatenan. Dia adalah wanita keras kepala, labil dan hobi gegabah dalam bertindak.
"Nanti siang, sekitar jam 14.25 pm. Kau serius tak apa? Kalau kau suruh aku tinggal di sini, aku akan, El. Aldrian pasti bisa menghandlenya," sahut Rio.
El yang mendengar sahutan Rio, menggeleng dengan kilatan tidak setujunya. "Aldrian memang bisa, tapi akan lebih bagus jika kau yang ikut dalam pertemuan penting itu. Lagipula hanya Itali, Rio. Aku akan menunggumu di sini."
El meyakinkan Rio untuk tetap pergi ke Itali dan mengikuti pertemuannya. Well, itu bukan pertemuan yang mendadak mengingat rencana awal Rio dan Snow yang hanya empat hari di Paris. Dan jika Snow tidak mengalami insiden, memang semestinya mereka pulang hari ini. Meninggalkan El bersama timnya yang masih ada kerjaan di Paris.
"Pokoknya apapun kabarnya segera hubungi aku, ya. Aku tidak mau terjadi apa-apa pada kalian," tutur Rio dengan senyumnya. "Oiya, aku lupa bawakan espresso untuk sarapanmu. Mau aku carikan? Kebetulan aku juga belum," tawar Rio.
"Kau juga belum sarapan?" tanya El dengan kerutan alisnya dan dihadiahi gelengan oleh Rio.
"Aku tidak sempat memasak. Itu saja menu delivery yang aku suruh antarkan ke lobi tadi," Rio nyengir dengan lebar karena jawabannya. Padahal ingin terlihat siaga tetapi tetap saja dia tidak bisa berbohong pada El jika sarapan yang dibawanya bukan olahan tangannya sendiri. Ya, memasakkan El makanan, entah sejak kapan malah menjadi hobinya. Sama dengan kebiasaannya mengusap pucuk kepala wanita itu.
"Delivery ataupun tidak, setidaknya kau selalu memperhatikanku dengan baik. Aku berhutang banyak padamu."
"Ah, sudah berapa kali aku katakan, jangan membahas masalah ini, El." Rio bangkit dari kursinya. "Aku akan keluar mencarikan espresso. Jika kau ingin makan dulu, tidak apa," pamit Rio hendak beranjak.
"Hati-hati. Dan aku akan menunggumu saja."
Setelah menarik senyumnya untuk merespon perkataan El, tubuh Rio pun menghilang ditelan pintu bercat coklat.
Suara dentingan jarum jam, napas teratur Snow yang tidur dan pendingin ruangan yang terdengar halus kini menjadi teman El dalam ruang inap Snow. Sudah El katakan, rasa syukur memang tidak cukup diucapkan untuk kehadiran Rio dalam hidupnya. Akan selalu ada yang lebih untuk pria itu. Sayangnya, semua tidak mudah.
![](https://img.wattpad.com/cover/138597800-288-k256051.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reuni Mantan di Manhattan #ODOCtheWWG
RomanceCOMPLETED. (Proses revisi secepatnya). Range : [18++] Diharapkan pembaca bisa bijak. Jika memaksa membaca, silakan tanggung sendiri dosa dan akibatnya. Tapi jika sudah membaca, jangan berhenti begitu saja =D • • • Dingin. Satu kata yang bukan hanya...