Kejutan

308 21 2
                                    

Kejutan

Oleh Novie Purwanti

Ratih memusatkan perhatiannya pada berita sore yang ada di televisi, ditingkahi jerit ceria kedua anaknya. Mereka berlarian bermain petak umpet di dalam rumah.

Bahaya pedofilia mengancam, begitu isi beritanya. Kemudian ditayangkan wawancara pelaku perbuatan biadap itu. Wajah dan suara disamarkan. Sosok pria bertudung hitam bercerita tentang caranya menarik hati mangsanya, biasanya diberi kue, permen, mainan. Didekati perlahan, setelah calon korban lengah maka dengan mudah para orang sakit jiwa itu melancarkan aksinya. Dan yang paling mengejutkan, kebanyakan para pemburu anak dibawah umur itu orang yang dikenal.

Ibu muda itu menggigit bibir bawah, mengingat para tetangga pria yang sekiranya bersikap mencurigakan. Tapi pikirannya buntu. Tak dapat menemukan satupun. Memang baik bersikap waspada, tetapi Ratih tidak akan serta merta menuduh orang tanpa alasan.

Selepas sekolah tengah hari, Ratih selalu menidurkan kedua putrinya. Keluar rumahpun jarang, hanya tiap liburan sekolah mereka bermain bersama anak-anak komplek lainnya.

"Permisi, Bu." suara Anggin yang lembut memecah lamunan. Terlihat sosok modis  berdiri di depan pintu. Gadis semester lima itu sudah dua bulan menjadi guru les putri sulungnya yang kelas lima SD.

"O ... Mbak Anggin. Masuk dulu. Sebentar kupanggilkan Zia." wanita beralis melengkung itu memanggil anaknya. Zia muncul dari samping lemari, tertawa lebar melihat guru lesnya sudah datang.

"Kak Anggin ..." sapa gadis yang sudah menstruasi bulan lalu dengan manja. "Ayo, aku sudah menyiapkan pelajarannya ..."

Zia mengamit lengan Anggin gembira. Meskipun masih kelas lima, Zia sudah memiliki tubuh wanita dewasa.

Kedua gadis yang hampir sama tingginya itu menuju kamar Zia, biasanya mereka belajar selama dua jam disana.

***

Terang saja Ratih sangat khawatir pada keselamatan putrinya. Bagaimanapun, Zia masih tetap anak kecil, dia masih manja dan belum mandiri. Apalagi wajah Zia menggemaskan dengan bibir merah muda alami. Rambutnya halus dan ikal.

"Nak, kamu sudah besar sekarang," tutur Ratih ketika mengetahui gadisnya mendapat haid pertama "mulai sekarang, kamu harus bisa menjaga diri. Jangan mau disentuh laki-laki. Paham, Nduk?"

Gadis ikal itu mengangguk pelan.

"Di kelasku ada tiga orang yang sudah haid. Mereka sudah punya pacar, lho Ma ..."

"Pacar? Aduh Zia ... Kalian ini masih SD, nggak boleh pacaran. Belajar aja yang giat sebentar lagi ujian." Ratih menghembuskan nafas "Ingat kata-kata Mama, Zia nggak boleh macam-macam dan harus menjaga diri."

Ratih mengenang perbincangannya beberapa minggu lalu. Biasanya ketika sore hari, Zia akan les di kampung sebelah perumahan. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya dia memutuskan untuk memanggil guru privat ke rumah. Kebetulan ketika sedang jalan-jalan ada selebaran guru les pelajaran. Angginlah mentor yang ditugaskan membantu belajar Zia.

Dalam waktu singkat, gadis berambut cepak itu bisa membuat Zia betah belajar. Prestasi di sekolahnya perlahan naik, ditandai dengan nilai harian yang semakin bagus.

Ratih berencana memberikan sedikit hadian untuk Anggin, sebuah jaket berwarna gelap yang modelnya sedang digandrungi anak muda.

Kakinya melangkah menuju kamar Zia di lantai atas.

Kamar Zia tertutup, padahal tadi ketika dia mengantar es teh dan kue camilan, pintunya masih terbuka lebar.

Biasanya setelah mengantar makanan, Ratih akan beres-beres lantai satu sampai menjelang magrib.

"Zia ... Ini ada hadiah untuk mbak Anggin ..." Ratih membuka pintu kamar putrinya yang tidak terkunci. Senyumnya lenyap ketika terlihat pemandangan yang membuat kedua bola mata hampir melompat dari tempatnya.

Putri sulungnya sedang kegelian, wajah gadis belia itu merona. Kedua tangan Anggin berada di dadanya.

Kedua gadis itu terkejut melihat Ratih tiba-tiba masuk kamar. Anggin membisu, sementara Zia tersenyum polos.

"Mama, kata Kak Anggin aku sudah saatnya beli bra. Bukan miniset lagi. Tadi barusan diukur, hehehe ..."

Ratih tak mampu berkata-kata, begitu lemas belulangnya sampai tak bisa mencegah Anggin berlari keluar kamar.

Selesai

Kumpulan Cerpen Penggugah JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang