Masker Ampas Kopi
Oleh: Novie PurwantiPulang liburan dari Bali-Lombok selama tujuh hari, membuat hati senang tapi kantung meraung. Cuaca setengah ekstrim menimpa diri. Di dalam bis, Ac dingin pol-polan. Di luar, kepanasan bermandikan cahaya matahari.
Sampai Surabaya, wajahku sudah nggak berbentuk lagi. Jerawat segede biji lombok merah kriting ngikut, komedo dan sebangsanya menguasai hidung, nambah satu lagi anggota baru yang bikin kesel. Kulitku kering banget sampai terasa kasar dan mengelupas. Nggak jauh beda seperti ular Blorong mlungsungi ganti kulit.
Mas Karjo kaget melihat istri yang baru dinikahi selama lima bulan pulang dalam keadaan mengenaskan. Dia cepat-cepat membantu membawa tas koper masuk ke dalam rumah.
"Lho, Dik, dianter siapa kamu tadi? Kenapa nggak menghubungiku waktu turun dari bis?"
"Naik ojek, Mas kan kerja jadi nggak mungkinlah aku mengganggu."
"Tapi, kan, kerjaku juga ngojek, Dik."
"Salah sendiri dihubungi nggak nyambung."
"Mungkin lagi ngantar pelanggan."
"Ya sudah, aku mau mandi terus istirahat dulu. Capek sekali."
Aku terseok menuju kamar mandi. Rumah ditinggal seminggu bentuknya sudah seperti penampungan korban longsor. Baju berserakan di mana-mana, cucian bau menumpuk, lantai terasa lengket di kaki.
Aah, ingin marah!
Untunglah hawa liburan gratis masih terbawa. Jadi kekesalan masih bisa kutahan. Nanti saja setelah selesai istirahat mulai menginem lagi. Toh liburan ini dibiayai Ibu mertuaku. Tepatnya menggantikannya. Ketika waktunya berangkat, encok melanda persendian Ibu. Akhirnya jatah kursinya diberikan untukku.
Lumayan. Ibu rumah tangga ini bisa menginjakkan kaki di kedua pulau surgawi.
Selesai mandi, aku mengoleskan pelembab di wajah. Aaw! Panas! Panas! Mukaku kebakaran. Segera kubilas lagi dengan air.
Lalu kurebahkan tubuh di atas bantal yang sudah nggak ada kurungnya lagi. Fyuuuh. Jariku lincah menari di atas ponsel mencari info mengatasi wajah kering secara alami.
Pandangan mataku berhenti pada artikel kecantikan. Hohoy! Ampas kopi bisa melembabkan dan melembutkan kulit.
Aku mau mencobanya aah! Gedebukan berlari menuju dapur. Kulihat kopi hitam Mas Karjo masih ada separuh. Kupindahkan dalam gelas baru dan segera mengoleskan ampasnya ke wajah.
Rasanya dingin, nyees. Aroma kopi menggelitik hidung. Menenangkan. Sambil menunggu masker ampas kopi kering, aku rebahan di kamar.
Pandangan semakin berat dan berat. Aku tidur dengan nyenyak.
**
"Dik! Dik Fira! Kamu kenapa?!"
Mas Karjo mengguncang bahuku keras. Aku membuka mata perlahan. Wajahnya pucat, keringat mengalir dari pelipisnya.
"Hmm!"
Hanya itu yang bisa terucap. Masih malas ngomong, maskerku juga terasa ketat di wajah. Sudah kering.
"Kamu kok jadi jelek, Dik."
"Hm! Aku cuci muka dulu," jawabku kaku.
***
Aah, lega. Setelah membersihkan wajah dengan air putih, rasanya segar. Kulit terasa kenyal dan lembut. Ternyata artikel yang kubaca itu benar. Setelah empat kali pemakaian, wajahku kembali seperti semula. Bersih, cerah, bebas komedo. Bling-bling maksimal. Ala aku, sih.
Cocok untuk rakyat jelata berkantung tipis sepertiku. Hahay!
"Ayo, Mas. Aku pakaikan masker kopi."
"Nggak mau."
"Biar nggak terlalu kumal gitu."
"Wajarlah tukang ojek berwajah kumal. Nggak mau, ah!"
"Awas! Kalau nggak mau nggak dapet jatah, lho."
"Ya wis, lakukan sesukamu, Dik."
Mas Karjo pasrah. Dia terlentang di atas kasur busa tipis di depan televisi. Aku mengoleskan ampas kopi ke wajah kusam dan berminyaknya. Dia merem melek kegelian. Sampailah masker pada area bawah hidung. Terasa kasar karena kumis mulai tumbuh. Tak sengaja sedikit ampas masuk ke dalam hidung berbulu lebat. Cupingnya mekar kuncup tak beraturan.
"Ha."
"Ada apa, Mas?"
"Ha!"
"Mas?!"
"HACHENG!!"
Mas Karjo bersin maksimal. Mengeluarkan angin yang membuat gelas berisi ampas kopi terlepas dari genggaman tanganku.
Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Penggugah Jiwa
Short StoryKetika kehidupan terasa melelahkan. Berhentilah sejenak, hirup napas dalam-dalam dan katakan dengan lantang "Aku pasti bisa bertahan!" Cover by @Badrian's