Tamparan angin di sore hari di wajahnya membuat cewek berambut panjang itu memejamkan matanya. Menikmati rasa sejuk di sekujur tubuhnya, memandangi sinar matahari sore yang berwarna jingga sambil melantunkan irama irama lagu yang terngiang ngiang di kepalanya. Mungkin tiga hal itu yang selalu membuatnya tenang di kala senja menyambut malam.
Melihat sebuah bangku taman kosong di pinggir jalan kompleks, cewek itu berjalan pelan ke arahnya dan mendudukinya. Satu lembar foto lusuh yang ia pegang menjadi pertanda bahwa hidupnya masih berjalan di tengah guncangan mental dan fisik yang ia hadapi. Foto itu mendeskripsikan suatu arti akan kesetiaan dan kehilangan.
Siluet seorang cowok dan dirinya yang tengah menatap matahari tenggelam di pantai adalah isi dari foto tersebut. Cowok di foto itu adalah semangat dan gairah dirinya untuk hidup di dunia ini. tanpa adanya cowok itu mungkin dirinya tidak akan berdiri lama di dunia ini.
Perlahan air matanya menetes saat percakapan siang tadi terlintas dipikirannya.
"Aku berhasil dapetin beasiswa itu! Dua bulan lagi aku berangkat ke NY."
Dua bulan lagi. Waktu yang tak lama lagi, sosok penyemangat dan penopang hidupnya akan pergi lama dari pelukannya. Isakan yang tadi masih dapat di tahannya, sekarang keluar semakin kencang membuat siapapun yang medengarnya terasa seperti teriris. Pandangannya mengabur karena air mata yang terus keluar dari pelupuk matanya dan keseimbangannya pun juga ikut terganggu entah kenapa.
Di pandangannya yang kabur ia dapat melihat siluet seseorang yang berjalan mendekatinya dan menggendongnya. Itu adalah hal terakhir yang dilihatnya sebelum ia kehilangan kesadarannya dengan cairan kental keluar dari dalam hidung dan mulutnya secara bersamaan.
***
Jam baru menunjukan pukul 3 pagi dan belum ada yang bangun dari nyenyaknya alam mimpi. Namun, entah apa yang merasukinya cowok berperawakan tinggi itu tersadar dari alam mimpinya dan tidak bisa balik lagi kedalam alam itu.
"Ah, sial. Kenapa gue nggak bisa tidur lagi coba!" Umpatnya kesal setelah beberapa kali mencoba memejamkan matanya.
Ia menggapai ponsel di atas nakas kirinya lalu membuka lockscreen yang bergambar foto seorang anak cowok yang memegang Bat di tangannya. Ia membuka aplikasi chat yang sering ia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang orang disekitarnya.
Semua kontak orang yang dilihatnya memasangkan status offline yang artinya sedang tidak aktif. Yaiyalah, dungu! Siapa yang mau on jam 3 pagi. Batinnya berucap. Namun, betapa bersyukurnya dia saat ia melihat kontak salah seorang sahabatnya yang masih on jam segini.
Me : Akhirnya ada juga yang on.
Tak lama kemudian, balasan dari muncul dari orang tersebut.
Arash : Gua setiap hari tahajjud ya. Emang elo? Bangun pagi shalat subuh aja kagak.
Me : Fitnah aja lo tahi!
Arash : Cot lo tempe!
Me : Gua nggak bisa tidur demi dah
Arash : Kode biar gua tidurin ini?
Me : Bangcud. Mesum banget itu otak lo. Ambigu bege.
Arash : Lah? Lo kali yang mesum. Apa banget dah? Orang maksud gua mau gue kelonin apa nggak?
Me : Nidurin sama kelonin itu beda arti ya, Rash!
Arash : Btw, lo dah minta maap sama adek gua. Jangan bilang belom ye.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLAME ON ME
Teen FictionHanya seorang Ara, Figo dan Arash yang mengerti apa yang ada di dalam teka teki hidup mereka. Ara Deandra. "Gue akhirnya tahu kenapa lo batu kayak gini. Karena arti nama lo itu keras kepala!." - Arash Narakan "Kenapa hidup gue harus dimasukin orang...