Chapter 5

12.3K 485 11
                                    

Rate: -M

Celine membuka matanya perlahan. Kepalanya sedikit sakit. Dia tidak ingat kapan dia tertidur. Yang dia ingat hanyalah bahwa Willis mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Ruangan itu berbeda dari yang beberapa jam lalu dia tempati. Ruangan itu sama besarnya, hanya saja semuanya serba putih. Dari tirai, kasur, selimut, lantai hingga pintu itu berwarna putih.

Perasaan takut mulai merayapinya. Apakah dia berada di ruang isolasi? Atau mungkin Willis hanya ingin menjebaknya?

Celine turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu. Dia mencoba membukanya. Tidak terkunci. Tetapi saat dia melongokkan kepalanya keluar, sesuatu hal mengganggu pandangannya.

Orang yang bernama Kevin tengah memutar-mutar sebuah pisau di lengannya dengan santai. Seseorang lainnya yang tengah duduk membelakangi Celine sedang mempersiapkan sebuah senjata. Mereka tampak mengobrol dengan serius. Tidak ada gurauan dalam percakapan mereka.

Dan itu dia, Willis. Lelaki itu hanya diam berdiri seraya melipat lengannya di depan dadanya. Memakai kemeja putih dengan bagian lengan yang terlipat hingga sikutnya. Rambut hitamnya basah. Mungkij dia habis mandi. Raut wajahnya tampak tidak senang. Dia hanya berdiri diam, menatap kedua orang itu dengan tajam.

Celine melonjak saat sebuah bayangan hitam muncul di depannya. Rupanya hanya seorang penjaga yang sering dia lihat di rumah ini. Penjaga itu menyuruhnya untuk tetap berada di kamar itu. Celine hanya mengangguk kikuk. Penjaga itu menutup pintunya kembali.

Celine memandang seisi ruangan itu dengan tatapan kosong. Berita tentang ayah ibunya sedikit menyesakkan. Walaupun bukan orangtua kandungnya, tetap saja mereka selama ini berusaha melindunginya dari para mafia yang menginginkan tubuhnya. Dia tidak tau apa yang menarik dari tubuhnya itu. Banyak gadis-gadis diluar sana yang lebih cantik daripadanya. Tetapi, mengapa orang-orang bodoh itu rela mati hanya demi mendapatkannya?

"Celine.."

Celine mendongak. Willis berdiri dihadapannya, entah dari kapan. Dia bahkan tidak mendengar suara pintu yang terbuka.

"Ya?" jawabnya. Willis menatapnya dengan lama, lalu mendorong nya pelan hingga dia terduduk di atas kasur empuk itu.

Lelaki itu terlihat sedikit gelisah. Ada raut kesedihan yang tersirat di wajahnya. Tetapi dia dengan cepat memalingkannya, lalu meraih sebuah map yang berada di atas meja kecil yang terletak di ujung kasur. Willis menyerahkan map itu padanya.

"Apa?" tanya Celine.

"Tanda tangani kontrak itu. Itu perjanjian antara aku dan kau. Hanya kita berdua"

Celine terdiam. Perlahan dia membuka map tersebut dan mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya. Dia membacanya.

Bondage Discipline Sadism Masacochism.

Dalam "permainan" BDSM pelaku dibagi menjadi 2 bagian : Dominant dan Slave

Slave: Kehilangan kuasa atas tubuh dan pikiran.

Dominant: Memegang kontrol atas semua kegiatan.

Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini menggunakan peralatan yang dapat melakukan pengekangan terhadap individu seperti:

Leash (rantai)
Collar (pengikat di leher)
Handcuff (borgol)

Slave memiliki bermacam kewajiban yang biasanya di berikan atau di perintahkan oleh dominant. Bisa disebut juga sebagai peraturan – peraturan yang harus dilakukan :

1. Slave harus selalu patuh dan mengerjakan apa yang dominant perintahkan.

2. Slave harus selalu melayani dominant dalam hal apapun, termasuk hal seksual.

3. Slave harus meminta ijin untuk orgasme kepada dominant.

4. Slave harus selalu menjaga tubuhnya bersih dari segala macam kotoran.

5. Slave harus menghormati dan tidak boleh menjawab kecuali di perintahkan sang dominant.

6. Jika slave lalai menjalankan perintah atau tugas dari sang dominant, maka dia akan mendapat hukuman yang setimpal sesuai kehendak sang dominant.

Slave memiliki hak karena BDSM tetap berpegang kepada asas Safe, Sane, Consensual.

Slave memiliki limitㅡ hal-hal yang tidak bisa atau tidak akan dilakukan slave karena membahayakan atau slave memang tidak menikmati.

Tertanda,
ALDRIAN WILLIS, sang dominant.

"A-apa maksudnya?"

Willis mendelik. "Kau tidak bisa membaca ya?"

"Aku harus berhubungan seks denganmu?"

"Kau bilang kau akan melakukan segalanya untuk menemukan pembunuh kedua orangtuamu. Dan aku ingin kau menjadi submissive ku" ujar Willis.

"Tapiㅡ"

"Seorang putri tidak akan mengingkari janjinya, bukan?" sindir Willis.

Celine menelan ludahnya dengan susah payah. Dia sama sekali tidak ingin menyerahkan 'kehormatannya' pada siapapun kecuali untuk suaminya. Lagipula.. Apa ini? Rantai, borgol, pengikat leher? Untuk apa?

"Aku tidak punya banyak waktu, sayang" tegur Willis saat Celine mulai melamun. "Keputusan berada di tanganmu. Kalau kau tak ingin melakukannya, tak apa. Kau bisa pergi dari rumah ini tanpa ada yang melindungimu lagi. Mungkin, kau bisa saja langsung ditembak mati oleh Kevin. Dan aku tidak keberatan atas hal itu"

Tangan Celine semakin bergetar saat mendengar ancaman Willis. Willis berdeham pelan.

"Lagipula jika kau pergi, siapa yang akan kau kunjungi? Pamanmu? Atau mantan kekasihmu?"

Celine masih bungkam. Hatinya masih menimbang. Dia harus memikirkan hal ini secara matang. Dia tau dia tidak memiliki siapapun lagi dalam hidupnya.

Satu-satunya jalan adalah dia harus menjadi slave untuk seorang Andrian Willis.

Celine menggigit bibir bawahnya. "Jika aku menyetujui kontrak ini, apa yang akan aku dapatkan?"

Willis berjalan mendekatinya. Dia menunduk, mendekatkan bibir tipisnya pada telinga Celine.

"Tentu saja, aku"

***

D A D D YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang