Chapter 1

18.8K 537 8
                                    


"Nona Celine, anda tidak seharusnya berkata seperti itu kepada ibu anda. Kau seharusnya berbaik hati karena mereka tidak akan meninggalkanmu dirumah ini sendirian"

Gadis berumur 18 tahun itu memutar kedua bola matanya. "Aku hanya membela diriku sendiri, Jack. Sekarang tinggalkan aku sendiri"

Lelaki paruh baya itu membungkuk dengan hormat. "Baiklah. Tetapi sesuai perintah nyonya besar, anda tidak diperbolehkan keluar dari kamar anda sampai hari perpindahan"

"Dengan senang hati" ucap Celine dengan ketus. Jack berbalik lalu menutup pintu kamarnya. Celine dapat mendengar pengawal pribadinya itu memutarkan kunci.

Satu.. Dua..

Celine menghela nafasnya dengan berat. Bertengkar dengan orangtuanya membuat dia lapar sekarang. Di kamarnya hanya tersedia roti dan segelas susu yang sudah dingin.

'Lupakan' batin Celine seraya menghempaskan dirinya ke kasur berukuran big size itu. Dia menggulung tubuhnya seperti anak kecil yang kedinginan.

Tetapi memang itu kenyataannya.

Diluar, salju mulai turun. Celine hanya menatap sebuah foto di atas nakas dengan miris. Seorang lelaki separuh baya yang tengah tersenyum lebar seraya membawa anak perempuan di pundaknya.

'Aku merindukan ayah' ucap hati kecilnya.

Seberapapun harta yang dimiliki keluarganya, seberapapun banyaknya pengawal yang dapat menjamin keselamatan hidupnya sekarang tidak dapat mengobati rasa rindunya kepada ayah tercintanya.

'Terbunuh..'

'..atau dibunuh'

Hanya dua pertanyaan yang terus menghantui pikirannya. Celine waktu itu tidak mengerti. Yang dia tahu ayahnya tidak pulang dan dia dibawa oleh sepasang suami istri yang sekarang harus dia panggil dengan sebutan ayah dan ibu.

Celine menutup matanya, berusaha mengusir pikiran buruk yang terus menghantuinya. Dia mencoba untuk tidur.

Tanpa dia sadari, airmata mengaliri pipinya.

***


"Dimana bos?"

Seorang pengawal menunjuk pintu yang bercat merah tua. "Sebaiknya anda jangan mengganggunya. Bos sedang tidak menjelma menjadi seorang pangeran sekarang ini"

Lelaki jangkung itu tidak peduli. Dia melewati pria itu lalu mengetuk pintu yang berukuran tiga meter itu.

"Masuk"

Ray membuka pintunya. Dia menghela nafasnya dengan berat saat melihat Willis. Rambutnya yang acak-acakan, baju yang ternodai darah dan raut wajah yang tegas. Tangannya memegang segelas wine.
Pemandangan ini memang makanan sehari-hari Ray. Bedanya, hari ini seorang wanita tanpa busana tergantung lemas di sudut kanan ruangan. Beberapa luka terlihat di sekujur tubuhnya. Dia masih hidupㅡRay tahu karena wanita itu masih merintih pelan walaupun matanya terpejam.

"Siapa dia?" tanya Ray. Willis menegak wine nya, melirik gadis itu sekilas lalu menatap Ray.

"Jika aku menjawab pertanyaanmu, apakah aku bisa membunuh seorang Kathe?" balas Willis dengan sarkastik.
Ray tersenyum tipis. "Itu yang akan kuberitahu padamu"

Willis menopangkan kedua kakinya ke atas meja. Dia menjilat bibir merahnya lalu menaruh gelas itu di atas meja.

"Submissive lamaku yang sempat melarikan diri. Tetapi dia kembali hanya karena dia tidak senang dengan sang dominan barunya.." Willis memutar bola matanya saat melihat Ray menatap dia seolah dia adalah lelaki paling jahat di dunia. "Berhenti menatapku seperti itu dan cepat katakan tujuanmu menggangguku atau kubunuh wanita itu"

Ray mengedikkan bahunya. "Aku tidak peduli dengan wanita itu"

Willis menarik laci mejanya dan meraih sebuah pistol. Dia mengarahkan moncong pistol itu pada gadis yang sedari tadi dia setubuhi habis-habisan.

Suara tembakan menggema di ruangan itu. Ray terdiam. Dia melirik ke arah gadis yang masih terikat itu. Dahinya berlubang, menyebabkan darah mengalir menuruni wajah mulusnya. Ray masih mengagumi tingkat keakuratan seorang Willis dalam hal membidik. Bahkan, dia tidak melihat ke arah gadis itu sama sekali.

Willis menaruh pistol itu diatas meja dan menatap tajam mata Ray. "Kau boleh menggangguku sekarang"

Ray berjalan mendekat lalu menyodorkan sebuah ponsel. Willis hanya menatap benda pipih itu tanpa berminat untuk menyentuhnya.

"Keluarga Kathe berhasil ditemukan"

Salah satu alis Willis terangkat, tanda dia mulai tertarik dengan apa yang Ray bicarakan. Dia berdiri lalu menyugar rambutnya yang masih basah oleh keringat. Tatapannya berubah dan dia menyeringai.

"Siapkan dua mobil. Kita berangkat sekarang"

Ray mengangguk lalu berbalik meninggalkan Willis. Diluar, Kevin menunggunya. Dia segera berlari menghampirinya.

"Apa yang boss lakukan padamu?" cercanya. Ray hanya melewatinya tanpa berminat menggubris lelaki yang selalu ingin tahu itu. Kevin berkali-kali hendak menyingkirkannya dan berusaha menjadi tangan kanan Willis. Hanya saja Ray terlalu pintar darinya.

"Boss ingin berburu sekarang" hanya itu yang Ray katakan pada Kevin. Mata Kevin berbinar. Dia tertawa pelan seraya mengikuti langkah Ray.

"Akhirnya! Apa aku bisa membawa kepalanya untuk hiasan kamarku?"

"Lakukan sesuka hatimu" jawab Ray dengan ketus. Kevin bersorak seperti anak kecil. Ray tidak peduli dengan lelaki yang senang menyiksa korbannya itu. Dia melemparkan kunci mobil pada Kevin.

"Kalau begitu cepatlah. Buruan kita tidak akan bertahan lama"

***

D A D D YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang