Chapter 8

15.3K 540 8
                                    

"Berhenti menangis. Kau aman bersamaku"

Willis terus membisikan kalimat itu hingga tenaga Celine melemah. Gadis itu akhirnya hanya terisak pelan dalam pelukan Willis.

"Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu, apalagi sampai membunuhmu.." ucap Willis dengan tegas. Yang Celine lakukan hanyalah mengangguk pelan, berusaha menghargai usaha Willis untuk menenangkannya. Willis mengecup pucuk kepala Celine lama, lalu menatap manik gadis itu.

"Sekarang mandilah. Ada beberapa hal penting yang harus kuberitahu kepadamu" perintah Willis. Nadanya terdengar tidak ingin dibantah. Jadi Celine segera mengangguk lalu melepaskan dirinya dari pelukan Willis. Dia berjalan menuju kamar mandi.

Willis hanya menatapnya, lalu memerintahkan pelayan untuk menyiapkan segalanya untuk Celine. Saat keluar kamar, dia disambut oleh tatapan khawatir dari Ray dan Kevin.

"Kau yakin dengan apa yang kau katakan?" cerca Ray. Willis masih bungkam. Dia hanya menyugar rambutnya lalu duduk di dekat perapian. Dia meraih kontrak itu, menatapnya sebentar lalu menatap kedua temannya.

"Dia sudah menandatangani kontrak ini dan berarti bahwa aku sebagai sang dominan harus melindunginya"

Ray dan Kevin memutar kedua bola matanya dengan berbarengan.

"Kau sangat kolot sekali! Ayolah, Willis. She's just a submissive! Banyak jutaan wanita yang lebih pantas mendapatkan kehormatan seperti itu!" erang Kevin. Willis menatap Kevin dengan pandangan tak suka, membuat lelaki itu berdeham pelan. "Maaf. Hanya mengutarakan opiniku saja"

Willis melemparkan kertas kontrak itu pada meja lalu kembali menyandarkan dirinya pada kursi.

"Ya. Kau benar. Dia hanya seorang submissive. Selain kontrak itu, akan ada beberapa perjanjian yang hanya aku dan Celine yang tau"

Dia berdiri. Menegak segelas wine lalu menatap Ray.

"Cari tau kembali apa yang sedang NCT rencanakan. Kau tau apa yang harus kau lakukan. Biarkan aku beristirahat untuk minggu ini" ujar Willis. Dia berdeham pelan saat melihat tatapan kedua bawahannya untuk meminta penjelasannya lebih lanjut.

"Aku akan mengurus boneka ku terlebih dulu agar tetap nyaman bersamaku. Dan itu akan mempermudah urusan kita"

***

Celine mandi sedikit lebih lama. Dia terlalu takut untuk bertemu Willis atau siapapun itu yang berbicara diluar kamarnya tadi. Air busa menutupi seluruh tubuhnya yang telanjang. Pelayan itu dengan ramah menawarkan untuk menyebarkan bunga mawar di bath tubnya. Tetapi Celine menolaknya. Dia tau jika tubuhnya semakin terawat, Willis akan menerkamnya seperti malam kemarin. Dan dia tak mau hal itu terulang kembali.

Celine memejamkan matanya, berusaha menikmati suasana tenang itu selama mungkin. Otaknya serasa hampir pecah saat mengingat hari-hari kemarin. Dia berusaha mendinginkannya, dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dia menandatangani kontrak itu. Dan Willis berjanji bahwa dia akan melindunginya.

Setidaknya itu dapat membuat tubuhnya rileks.

Celine menenggelamkan seluruh tubuhnya hingga air menutupi separuh wajahnya.

"Kau pikir kau bisa membunuh dirimu sendiri dengan cara berendam di bath tub milikku? Begitu?"

Celine terperanjat dan segera mendudukan tubuhnya kembali. Dia terbatuk pelan. Matanya menangkap sosok Willis yang berdiri di dekat pintu dengan lengan yang menyilang di depan dadanya.

"Akuㅡ"

Celine menutup mulutnya saat Willis berjalan mendekatinya lalu membungkuk dihadapannya. Jemarinya memainkan busa dalam bath tub.

"M-mau apa kau?" ucap Celine dengan gugup.

Willis hanya menatapnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Tiba-tiba lelaki itu menyentuh hidungnya, membuat busa yang berada di jari telunjuknya kini berpindah pada hidung Celine.

"Cepatlah. Urusanku bukan hanya kau"

Setelah mengatakan itu di hadapan wajahnya, Willis segera berdiri dan kembali meninggalkan Celine sendirian di kamar mandi.

"Dasar psikopat" umpat Celine perlahan.

"Aku bisa mendengarnya!" teriak Willis dari luar. Celine menggemertakan giginya dengan kesal lalu segera membilas tubuhnya.

***

Celine menyantap sarapannya dengan cepat karena Willis terus mengawasinya. Bahkan, lelaki itu mengatur porsi makannya dengan alasan

"Aku tak mau submissive ku menjadi gemuk seperti badut"

Celine hanya memutar maniknya. Dia menaruh serbetnya lalu berdiri.

"Sekarang kau mau aku melakukan apa?" tanya Celine dengan kesal.

Willis menarik salah satu sudut bibirnya. "Ikut denganku"

Celine terpaksa mengikuti langkah kaki Willis. Willis berjalan dengan santai namun tegap. Dia memiliki postur tubuh yang dimana semua wanita pasti ingin memiliki seorang suami seperti dia. Lelaki itu melemparkan pandangannya keluar jendela, membuat Celine mengikuti arah pandangnya.

Beberapa orang diluar sana tengah memasukan sesuatu kedalam van hitam yang terparkir di halaman rumah besar itu. Celine mengernyit saat melihat tutup kotak itu terlihat bergerak-gerak.

"Apa itu?" refleks Celine bertanya pada Willis. Willis menghentikan langkahnya, membuat Celine hampir menabrak punggungnya.

Lengan kekar Willis merangkulnya dan sedikit menyeret langkah gadis itu agar segera meninggalkan lorong itu.

"Willis jawab aku" mohon Celine.

"Cerewet sekali" gerutu Willis. "Berhenti mencampuri urusan orang lain atau aku akan 'mencampuri' mu!"

Celine mencibir. "Baiklah.."

Dia tau lebih baik menyimpan seluruh pertanyaannya daripada mendengarkan ancaman-ancaman dari Willis. Dan Willis cukup senang akan hal itu.

Sesampainya di depan sebuah pintu yang besar, Celine tak bisa menahan rasa ingin tahunya saat melihat pintu itu bertuliskan:

PLAY ROOM

Tetapi sebelum sempat bertanya, Willis memasukan kode kuncinyaㅡdan perlu kalian tahu bahwa hanya ada satu kamar yang memiliki kunci dengan kode dan sidik jariㅡlalu membuka pintu itu.

Celine bergidik ngeri saat melihat isi ruangan itu. Borgol, cambuk, rantai yang menggantung di tengah ruangan, dan beberapa alat-alat yang 'tidak manusiawi' itu menyapa indra penglihatannya.

"Untuk apa semua ini?" tanya Celine akhirnya. Dia mendengar pintu ditutup lalu terkunci secara otomatis. Dia dapat merasakan rambutnya disibakkan. Hembusan nafas di tengkuknya membuatnya merinding. Tangan Willis melingkari pinggangnya dengan sempurna.

"If you never try, you never know, babe.."

***

D A D D YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang