Chapter 10

14.9K 530 5
                                    


Celine menutupi dadanya yang terekspos. Air liur Willis masih sedikit tersisa disana. Dia sedikit merinding saat melihat bercak ungu yang tersebar di sekitar dadanya. Rasa pengap itu masih ada, tetapi rasa sakitnya dengan ajaib menghilang begitu saja.

Celine meringkuk, lalu menyelimuti seluruh tubuhnya oleh selimut tebal. Dia masih memikirkan kata-kata Willis.

'Aku mencintaimu..'

'Tidak mungkin' batin Celine. Dia tidak percaya ada lelaki yang begitu mudahnya mengatakan dua kata itu. Bahkan, dia dan Willis baru bertemu selama dua hari! Tidak mungkin lelaki itu tiba-tiba mencintainya!

Celine berpikir bahwa seharusnya dia tidak terperdaya oleh omong kosong itu. Tetapi entah mengapa hati dan pikirannya selalu tidak bisa sinkron disaat seperti ini. Dia hanya bisa pasrah ketika Willis melakukan sesuatu pada tubuhnya, seolah Celine menginginkan semuanya.

Celine wanita biasa. Melihat tampang Willis yang putih bersih, bahu yang lebar, dada bidang, perut yang terpahat dengan sempurna, rahang tirus yang membuat wanita manapun akan jatuh cinta dan ingin memiliki tubuhnya. Celine tidak mau berbohong. Dia sangat menyukai postur tubuh Willis. Belum lagi perlakuan lembut Willis terhadapnya membuat dia seolah-olah tunduk begitu saja.

"Nona,"

Lamunan Celine buyar seketika saat mendengar suara pelan milik wanita memanggil namanya. Dia menoleh dan melihat pelayan membungkukan tubuhnya dengan hormat.

"Ada apa?" tanya Celine.

Pelayan itu menghampirinya lalu duduk di samping tempat tidur.

"Tuan besar menyuruhku untuk memijat tubuhmu"

"Tidak usah. Kauㅡ"

"Dia mengatakan jika kau menolak, dia sendiri yang akan melakukannya" ucap pelayan itu dengan cepat. Celine menghela nafasnya dengan berat. Pelayan itu menurunkan kembali selimut itu.

"Kemana dia?" tanya Celine.

"Dia dan yang lainnya pergi rapat tak lama setelah keluar dari kamar ini. Mereka tampak buru-buru" ujarnya seraya memijat kaki Celine.

"Kau tau apa yang mereka katakan?"

"Entahlah. Kami para pelayan tidak mau mengambil resiko kepala kami dipenggal hanya untuk bertanya hal sepele seperti itu"

Celine mengerutkan keningnya. "Apakah dia sejahat itu?"

Pelayan itu tampak serba salah, seolah telah memberitahukan sebuah rahasia negara kepadanya. Celine mengusap punggung tangan wanita paruh baya itu seraya tersenyum.

"Tak apa. Kau tak harus menjawabnya" ujarnya. Pelayan itu mengangguk pelan seraya meminta maaf. Celine merebahkan tubuhnya lalu menguap. Rasa kantuk tiba-tiba menyerangnya.

"Tidurlah. Akan kuberitahu tuan besar kalau kau sudah merasa nyaman"

"Baiklah"

***

Braak!

"BAGAIMANA DIA BISA MENGHILANG?!"

Kevin menatap Willis dengan takut. Ray hanya menautkan jemarinya, tidak berani menatap tuannya yang mulai naik pitam karena Kai yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak hanya dalam waktu lima menit.

Willis memutari meja bundar itu lalu melemparkan pandangannya keluar jendela. Bahunya tampak naik turun karena berusaha meredam amarahnya.

"Kami tidak tahu. Setelah dia melaporkan bahwa ada beberapa anggota NCT yang mengikutinya, sambungannya terputus begitu saja. Kyungsoo masih berusaha melacaknya kembali"

Willis menatap Ray dengan berapi-api. "Dia membawa seluruh data milik Celine?"

Ray menatapnya sebentar, lalu kembali menundukan pandangannya. "Ya"

Willis mengerang lalu melepaskan tinjunya pada dinding beberapa kali, membuat buku jarinya terluka. Dia kembali memandang keluar jendela, seolah bisa menemukan Kai hanya dengan menelusuri kota tersebut lewat kaca rumahnya.

"Kami masih menunggu perintahmu" ucap Kevin dengan sedikit takut. Willis terdiam. Hanya terdengar deru nafasnya yang memburu.

"Tinggalkan aku sendiri" ucap Willis dalam-dalam. Pikirannya masih berkecamuk. Dia tidak akan memberikan sembarang perintah kepada mereka dengan mudahnya. Dia harus menyusun strategi baru dengan tanpa mengorbankan siapapun. Lagi.

Ray dan Kevin saling bertatap pandang, lalu Kevin beranjak dan keluar dari ruangan bercat abu muda itu. Ray masih terdiam. Dia berdeham pelan membuat Willis berbalik menatapnya.

"Aku mempunyai ide gila. Terserah kau akan menurutinya atau tidak. Yang jelas, chip itu akan tetap bersama Celine walaupun jika dia tertangkap oleh NCT"

Willis menyingkirkan meja kerjanya hingga terjatuh lalu menarik kerah baju milik Ray.

"Bicara seperti itu lagi dan kepalamu akan menjadi koleksi pertamaku di kamar ini!" geram Willis. Ray menatapnya dengan santai lalu menepuk dada Willis dengan pelan.

"Bisakah aku bicara?" ucap Ray dengan sedikit terbata. Willis mendorong tubuh Ray hingga terbentur kepala sofa. Ray berusaha terlihat tenang walaupun dalam hati dia berdoa agar Willis tidak cepat-cepat mengambil nyawanya.

"Celine akan tetap bersamaku! Dia tidak akan pernah bisa jatuh ke tangan manapun!" erang Willis. Ray mengangguk dengan cepat.

"Oke. Maafkan aku. Aku hanya berusaha menyampaikan ide yang terlintas dalam kepalaku, oke? Jadi tenanglah sebentar"

Kemarahan Willis perlahan memudar dari wajahnya. Dia kembali duduk pada kursinya tanpa harus repot membereskan meja kerjanya.

"Dengar, ini mungkin terdengar gila. Tetapi aku yakin Celine akan menjadi milikmu seutuhnya sampai kita menemukan kembali Kai dan membantai seluruh anggota NCT" ucap Ray. Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat.

"Katakan" perintah Willis dengan tegas.

Ray terdiam. Dia memainkan kalung yang dia pakai lalu memberanikan diri untuk menatap Willis kembali.

"NCT akan melakukan pembedahan pada Celine dan mereka harus mengaktifkan chip itu menggunakan suara murninya. Jika Celine mati, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa begitupula dengan kita. Untuk berjaga-jaga, kita harus membuat Celine tidak bisa dibedah selama beberapa bulan sampai Zitao menandatangani kontrak tersebut dan kita bisa membantai kelompok NCT dengan mudah"

"Intinya?" tanya Willis dengan tak sabaran.

Ray berdeham pelan, seolah takut untuk mengatakan kalimat berikutnya.

"Begini rencananya. Buat Celine hamil dan kita bisa berjaga-jaga jika kemungkinan dia diculik oleh NCT. Mereka tidak dapat melakukan pembedahan terhadapnya"

Willis terkekeh merendahkan. "Bagaimana jika mereka membunuh bayinya lalu membedah Celine? Itu sama saja memberikan bonus nyawa kepada mereka!"

"Kau telah menjelaskan kepadanya, bukan? Bahwa chip itu sangat berharga. Dia berjanji akan memberikannya kepadamu jika kau menemukan pelaku pembunuh orangtuanya, begitu kan?"

Ray mencondongkan tubuhnya ke depan, berusaha terus mengintimidasi Willis.

"Bukankah kau berjanji untuk menjaganya?" ujar Ray pelan. Willis terdiam, menatap Ray lekat-lekat.

"Jika kau berjanji untuk menjaganya, dia pasti akan menjaga bayinya untukmu. Sama seperti apa yang dilakukan oleh ibumu. Bukankah begitu?"

***

D A D D YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang