Chapter 7

18K 596 24
                                    


Lee Taeyong menatap ke arah langit-langit di kapel Routine dan berharap menemukan keheningan. Tetapi nyatanya tidak. Ruangan berpualam abu tua itu tidak dapat meredam kebisingan yang berada di luar. Suara-suara kendaraan dan juga makhluk-makhluk tak tau diri yang membuat Taeyong ingin menembaki mereka dengan sniper kesayangannya.

Beberapa orang yang berada di dalam ruangan itu tidak terganggu sama sekali. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Taeyong mendengus pelan. Dia mengetukkan gelas kaca itu pada mejanya, membuat orang-orang yang berada di dalam kapel itu menghentikan aktivitasnya.

"Terimakasih" Taeyong menatap salah satu lelaki paling bungsu disana, yang langsung disikut oleh seseorang lainnya.

"Berhenti memainkan itu, Mark" bisik Lucas. Mark menatap Taeyong lalu tersenyum dan menyimpan pistolnya. Taeyong berdeham pelan.

"Dengar. Kita tidak bisa menjangkau anak bajingan itu sekarang. Kemungkinan besar dia dibawa oleh Storm" ujarnya dengan tegas. Terdengar dari nadanya bahwa dia tidak senang dengan apa yang dikatakannya.

"Lalu kau akan menyerah begitu saja?" tanya seseorang yang tengah memeluk jalang disana. Taeyong menatap Jaehyun dengan seringainya yang khas.

"Tentu saja tidak, bodoh"

Semua orang menunggu keputusan Taeyong. Taeyong tersenyum.

"Kita hanya perlu sedikit bersabar. Tunggu sampai Taehyung menyelesaikan misinya"

***

Celine mengerjap  pelan. Dia merasakan tubuhnya direngkuh dengan lembut. Matanya terasa berat karena dia terlalu lama menangis. Dia mengucek matanya lalu menggeliat pelan.

"Tidurlah. Ini masih jam 3 pagi"

Suara bariton khas milik Willis menyapa indra pendengaran Celine, membuat gadis itu memberontak berusaha melepaskan tubuhnya dari rengkuhan lelaki itu.

"Tinggalkan aku sendiri, Willis.." mohon Celine. Bukannya melepaskan pelukannya, lelaki itu malah mempereratnya.

"Tidurlah"

"Willis.."

Lelaki itu menundukan kepalanya, hampir mencium hidung Celine jika gadis itu tidak menjauhkan kepalanya.

"Kau sudah menandatangani kontrak itu. Sekarang, lakukan perintahku atau kau aku hukum!" geram Willis.

Celine terdiam. Tangannya berhenti berusaha untuk menjauhkan tubuh lelaki itu. Tangan kekar itu membelai kepalanya dengan lembut. Sebuah kecupan mendarat di keningnya.

"Kumohon, tidurlah. Aku lelah" ujar Willis.

Celine berpura-pura memejamkan matanya dan menetralkan deru nafasnya. Tangan lelaki itu terus membelainya sementara tangan yang lainnya memeluknya dengan erat. Deru nafasnya hangat. Dada bidangnya naik turun sesuai dengan irama detak jantungnya. Wangi tubuhnya sangat khas, entah mengapa Celine sangat menyukainya. Keheningan merenggut malam itu seutuhnya.

Pikiran Celine berkecamuk. Dia takut jika dia tertidur, lelaki itu akan memperkosanya. Hati manusia, siapa yang tahu? Celine memilih untuk tetap terjaga sampai tangan lelaki itu berhenti membelai kepalanya.

Celine bergerak dengan gelisah, berusaha menjauhkan tubuhnya dari Willis.

"Baiklah,"

D A D D YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang