Gadis itu kelihatan terlalu bersemangat.
Ro melirik Airin yang sedang memandangi Violetta tanpa kata. Ekspresi kagum memenuhi wajahnya.
"Bagaimana kau bisa terpikir memberinya nama Violetta? Oh, nama itu terlalu cocok untuknya!", Airin menjabat "tangan" Violetta dengan hati-hati.
"Kemarilah...!", ujar Ro riang. Airin mendekat ke arah yang ditunjuk Ro.
"Wow, ini pastilah buih-buih Dryad yang kau ceritakan itu! Mereka sungguh... menawan. Dan, oh... apa ini Putri Lila? Dia cantik seperti namanya...", ujar Airin dalam dua tarikan napas.
Ro hanya diam melihat tingkah gadis itu. Ia berkali-kali menahan tawa karena kepolosan jiwanya.
"Ro?", kata Airin setelah lima belas menit bercengkrama dengan teman gulma mereka.
"Hm...?", Ro menggumam.
"Kau ini siapa? William Shakespearce? Bagaimana bisa orang sejenius dirimu juga menjadi seorang penyair?", ujar Airin setengah tidak percaya.
"Karena aku memiliki imajinasi?", Ro balik bertanya.
"Kau bercanda? Kau jelas-jelas memiliki lebih dari sekadar imajinasi!", ujar Airin tak mampu menyembunyikan kekagumannya.
"Aku? Kau bercanda? Sepertinya kaulah yang jelas-jelas memiliki lebih dari sekadar imajinasi. Orang-orang biasanya tidak akan mengerti apalagi paham dengan apa yang kukatakan", ujar Ro sambil tetap menatap buih-buih Dryad di hadapannya.
"Tidakkah kau pikir orang-orang harus berkenalan dengan mereka?", Airin sekali lagi menatap takjub pada hamparan gulma di hadapannya.
"Tidak, aku sudah pernah mencoba mengenalkan mereka sebelum ini. Tidak ada yang peduli... apalagi serius menanggapiku. Mereka hanya menganggap teman gulmaku bagaikan angin lalu", ujar Ro pilu, air mukanya mendadak berubah keruh.
"Mereka hanya belum menyadari betapa indahnya teman-teman gulmamu. Meskipun gulma-gulma ini harus pergi saat masa tanam padi dimulai, bukankah teman-temanmu selalu kembali lagi saat masa panen tiba?", ujar Airin optimis, berusaha menghibur Ro.
"Kau benar, mereka selalu kembali dan menantiku untuk datang ke sini setiap masa panen tiba. Tapi, mereka bukan lagi teman-teman gulmaku", ujar Ro setengah menahan senyum.
"Kenapa? Kau tidak boleh melepaskan mereka! Setidaknya jangan katakan hal itu di sini, kau hanya akan berakhir menyakiti hati kecil mereka", ratap Airin pilu. Gadis Pemimpi itu memang selalu saja kelewat ekspresif.
Kini Airin malah tampak lebih sedih dan merana ketimbang ekspresi Ro tadi.
"Siapa bilang aku mau melepaskan mereka?", ujar Ro kelewat santai.
"Lalu, apa maksudmu dengan mengatakan 'mereka bukan lagi teman-teman gulmaku'?", tanya Airin bingung, tak habis pikir dengan kata-kata Ro sebelumnya.
"Bukankah mereka juga menjadi temanmu sekarang? Mereka teman-teman gulma kita, kan?", terang Ro sambil tersenyum.
Airin hanya bisa tercengang mendengarnya. 'Teman-teman gulma kita', tidak kusangka kalimat itu bisa terdengar begitu indah dan tepat. Sesaat Airin kehilangan kata-kata, tetapi kemudian ia berhasil menemukan suaranya kembali.
"Ro... kupikir tadi kau... serius...", rengek Airin tak habis pikir.
"Ha...ha...ha... apa aku tampak seperti itu?", Ro tertawa lepas sekali, jarang melihatnya tertawa seperti itu.
"Ah, sudahlah! Ayo kita menghitung mereka sebelum senja tiba!", ujar Airin yang sama sekali tak tertarik dengan ide untuk menertawai dirinya sendiri.
"Baiklah. Ayo, mulai!", ujar Ro setelah berhasil meredam tawanya.
Senja itu, hanya ada mereka di sana. Airin, Ro, dan teman-teman gulma kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Senyum dan Gadis Pemimpi
RomanceAku hanyalah setangkai gulma... bagimu. Kau terlalu indah untuk kugapai. Harapan yang melambung ini serasa tak berbentuk dan terus menghantuiku. Bahkan hingga kini, kau masih sering datang mengunjungiku dalam kesendirian yang menjemukan. Aku ingat t...