Seashell

128 8 7
                                    

Terlihat indah di genggaman tangan Astrid, cangkang kerang itu berukuran besar jika dibandingkan dengan yang lainnya, dengan berbagai paduan warna yang indah ditambah pantulan cahaya matahari yang menciptakan efek spektrum warna. Menambah ke-estetikannya. Cangkang kerang berwarna biru langit ini memiliki bentuk abstrak membentuk beberapa kerang yang menyatu. Tidak ada orang yang menolak untuk membawanya pulang. Anak-anak yang biasa mengumpulkan cangkang kerang pun belum ada yang menemukan cangkang kerang ini. Seakan-akan cangkang kerang ini memang ditakdirkan untuk ditemukan oleh Astrid. Tanpa berpikir panjang, Astrid pulang ke rumah, meninggalkan sekantung plastik yang terisi penuh tergeletak di atas pasir.

 Tanpa berpikir panjang, Astrid pulang ke rumah, meninggalkan sekantung plastik yang terisi penuh tergeletak di atas pasir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ma lihat, aku menemukan cangkang kerang, indah, sangat sangat indah," kata Astrid dengan wajah gembira.

"Mau kamu jadikan apa cangkang kerang itu?" tanya Mama Astrid yang memang sedang sibuk menyiapkan makanan.

"Belum tahu,"

"Cuci dulu saja cangkangnya, bersihkan dari pasir yang menempel itu,"

"Iya ma,"

~~~

"Ma, cangkangnya sudah bersih. Lalu diapakan?" teriak Astrid dari dalam kamar sambil mengelap cangkang kerang yang basah setelah dicuci.

"Simpan di meja kamar, makan dulu sini."

Cangkang kerang ditaruh Astrid di atas meja belajarnya. Ia meninggalkan cangkang kerang itu di sebelah tumpukan buku-buku novel fiksi ilmiah tebalnya, ia bergegas pergi ke ruang makan dan menyantap makanannya dengan tenang.

Sementara di kamarnya, tidak lama setelah Astrid keluar kamar, buku-buku yang selalu tersusun rapi jatuh berserakan tanpa tersisa, hingga akhirnya meja belajar Astrid hanya tersisa cangkang kerang yang indah itu.

Mendengar bunyi berdebam jatuhnya buku-buku, Astrid lari ke dalam kamarnya. Dengan ekspresi kaget, ia terheran-heran dengan keadaan kamarnya, semua bukunya berjatuhan. Entah terkena apa, lagipula tidak ada angin yang cukup kuat yang sanggup memindahkan semua buku-buku ini. Dan anehnya, semua buku terbuka pada halaman 411.

Dengan kesal, Astrid membereskan kembali buku-bukunya yang berjatuhan ke dalam rak-rak di meja belajarnya. Dia tidak sadar jika semua buku terbuka di halaman yang sama, yang ia pikirkan hanya keadaan bukunya, semuanya adalah buku-buku kesayangannya dan untungnya tidak ada yang terlipat satu pun.

Tiga jam berlalu, setelah membereskan buku-bukunya yang berjatuhan, Astrid menonton TV, membaca buku, dan bermain game di laptop.

BRAKKK...

Suara berdebam kembali terdengar dari arah kamar Astrid. Kali ini, Astrid berlaRi ke kamarnya tanpa mengeluarkan ekspresi kaget sedikit pun, ia sudah mengira akan terjadi hal yang sama. Hingga akhirnya ia membuka pintu kamarnya dan mulai menunjukkan ekspresi kaget. Ia masih tidak percaya dengan yang dilihatnya, kertas HVS dengan tulisan tangan bertinta hitam bertuliskan 411. Ia duduk di lantai dan mengambil kertas itu, saat kertas itu dipegang akhirnya Astrid menyadari sesuatu. Ia tak sengaja melihat buku yang halamannya terbuka di sebelah kertas itu. Ketika ia melihat halamannya, tertera di sudut halaman, angka yang tidak pernah diduganya. 411. Dengan rasa penasaran, ia mengecek seluruh halaman pada buku yang terbuka. Seperti yang sudah ia duga, seluruh bukunya terbuka pada halaman 411. Dengan bingung ia memikirkan hal itu berulang-ulang dan yang ia dapatkan hanyalah hasil yang nihil. Ia merapikan semua bukunya ke dalam rak, mengambil kertas bertuliskan 411, dan berbaring di tempat tidurnya dengan pikiran yang terus bertanya-tanya. Tiba-tiba dering telepon berbunyi.

KRIIIIINGGG... KRIIIIIINGGGG...

"Halo, ini siapa?" tanya Astrid.

"Trid, ini Vega. Mau jalan-jalan ke gunung?," jawab seseorang dari seberang telepon.

"Kapan memangnya?"

"Besok aku ke rumah yaa,"

"Eh, kenapa dadakan begini? Siapa saja yang mau ke sini?"

"Ayah, ibu, dan Altair,"

"Oh sekeluarga, kira-kira jam berapa sampai di sini?"

"Mungkin sekitar jam sepuluh,"

"Oke, nanti aku kabari mama." Terdapat jeda beberapa saat sebelum Astrid mulai berbicara lagi. "Oh iya Ga, besok ada sesuatu yang ingin kutunjukkan,"

"Wah apa itu?"

"Besok saja,"

"Kamu selalu saja membuatku penasaran. Ya sudah, kalau begitu, sampai besok."

TUUUUTT... TUUUTTTTT..., sambungan telepon diputus dari pihak seberang.

Astrid langsung mengabari ibunya bahwa Vega sekeluarga akan datang. Dengan semangat, Astrid pun membantu ibunya memasak dan menyiapkan barang-barang untuk pergi ke gunung besok.

~~~

Keesokan paginya, Vega dan keluarganya sampai di rumah Astrid. Vega masuk ke kamar Astrid dan langsung mengingatkan bahwa mereka akan segera pergi ke gunung. Tentu saja Astrid tidak akan melewatkan tawaran sepupunya itu dengan sia-sia, ia langsung mengabsen setiap barang yang sudah dimasukannya tadi malam ke dalam tas. Mereka sarapan dengan nasi dan berbagai macam olahan ikan sebagai lauknya. Setelah selesai sarapan, Astrid dan Vega kembali ke kamar sembari  menunggu orang tua Vega memanggil mereka untuk segera berangkat. Astrid menggendong tas ranselnya dan keluar kamar. Saat dia sadar melupakan sesuatu, ia langsung kembali ke kamar dan mengambil barang yang ia lupakan tadi, ya.. cangkang kerang indah dari hutan bakau yang sudah ia janjikan akan memberitahu Vega. Cepat-cepat ia masukkan ke tas jinjingnya dan berlari ke luar rumah. Ia langsung masuk mobil dan perjalan panjang menuju gunung akan dilewatinya sebentar lagi.

~~~

Tower of SacrificesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang