Kidnapper

31 3 0
                                    

But... as bad as it was, I learned something about myself. That I could go through something like that and survive.
- Nicolas Sparks

~~~

Seseorang menarik Lucid, seberapa sering ia berusaha melepaskan diri, laki-laki itu tetap tidak melepaskan Lucid. Perawakannya tinggi besar, jelas membuat perlawanan Lucid sia-sia saja. Pintu sudah ditutup sedari tadi, membuat teriakan Lucid tidak tedengar keluar. Lucid yang sudah pasrah membuat laki-laki itu semakin mudah untuk menariknya.

"Hei Garnet, bantu aku mengikat anak ini." Perempuan yang bernama Garnet itu menghampiri Lucid dan mulai mengikat tangan dan kaki Lucid. Ia menyeret Lucid hingga ke pojok ruangan.

"Garnet, ayo keluar biarin anak-anak ini disini,kunci pintunya. Kita tunggu mobilnya di luar." Terdengar suara pintu yang tertutup dan bunyi kunci yang berputar.

Cahaya remang-remang dari ventilasi memberi sedikit penerangan di sebagian ruangan yang gelap gulita itu. Suasananya yang pengap dan banyak barang-barang yang ditumpuk menunjukkan ruangan itu adalah sebuah gudang. Seberapa besarnya usaha Lucid melepas ikatan tali pada tangan dan kakinya, ikatan tetap tidak melonggar se-senti pun. Suara keluhan Lucid mengisi keheningan di gudang itu, hingga terdengar suara barang yang terjatuh.

"Siapa itu?" Tak terdengar ada jawaban sama sekali. Lucid menyeret badannya ke arah suara tadi dan melihat anak-anak yang lebih muda darinya sedang bersembunyi di belakang kardus yang cukup besar.

"Kakak siapa?" tanya salah seorang anak yang keluar dari tempat persembunyiannya.

"Aku Lucid. Kalian siapa?"

"Aku Meisa, ini adikku Lesha." Anak bernama Meisa itu menggenggam tangan anak yang lebih muda darinya itu, menariknya keluar dari tempat persembunyiannya.

"Yang lain?" tanya Lucid lagi.

"Aku Alioth." Seorang anak berambut coklat dengan iris mata berwarna hijau itu memperkenalkan dirinya.

"A-Ak-Aku Cella." Anak albino itu memperkenalkan dirinya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

"Kenapa kita dikunci disini?" tanya Lucid.

"Kita mau dijual kak."

"APA? Dijual??"

"Iya dijual. Mereka lagi tunggu mobil yang mau angkut kita."

"Dan kalian gak ada usaha untuk keluar dari sini?"

"Kita gak bisa buka pintu. Pintunya dikunci."

"Kalian pernah nonton film yang buka kunci pintu pake jepitan itu?"

"Kita udah coba kak, tapi ada kuncinya lagi. Harus pake password. Kita gak tau apa passwordnya."

"T-t-tapi ada p-pe-petunjuknya kok." Terdengar suara Cella.

"Cella kok ga kasih tau kita dulu? Tau gitu kan kita bisa keluar dari dulu," kata Lesha marah-marah.

"Udah-udah ayo cepetan, sebelum mobilnya dateng." Sebuah kertas diberikannya pada Lucid.

"Tintanya luntur."

"I-itu kenapa b-belom aku kasih k-ke kalian. A-ak-aku temuin d-di bawah pintu p-pa-pas di b-becekan i-itu."

"Terus sekarang gimana?"

"Tapi masih ada yang jelas tuh." Telunjuk Alioth menyentuh kata-kata yang masih terlihat jelas.

"Di sini tertulis "kode lama", "tambahkan angka berpasangan", "tambah angka tujuh"."

"Kode lama ya? Kode apa ya?" tanya Lucid yang kebingungan.

"Kakak pernah punya permainan yang ada kode-kodenya?" tanya Meisa.

"Permainan? Gak pernah. Eh tapi untuk sampai ke sini, harus pake kode-kode."

"Eh? Coba aja kak."

"Terus kalau "tambahkan angka berpasangan"?"

"C-c-coba tambahin d-dua angka kak."

"Emang kodenya apa kak?" tanya Lesha.

"Ehhmm...171235."

"Berarti 1 tambah 7, satu tambah dua, tiga tambah lima," kata Meisa.

"Jadi 838 kak," tambah Alioth.

"Tambah tujuh kak jadi 8387," cerocos Lesha dengan suara cemprengnya.

Mereka mencoba untuk memasukkan kode itu menjadi passwordnya. Angka sudah tertera disana dan gagang pintu dicoba untuk dibuka. Cklek... pintu terbuka. Wajah semua anak-anak berubah menjadi sumringah. Mereka berteriak-teriak karena kesenangan.

"Ssst... nanti kedengeran, jangan berisik," ucap Lucid yang panik karena terlalu berisik. Mereka langsung cepat-cepat berlari keluar gudang.

Terdengar suara tapak kaki orang yang berlari mendekati gudang. "WEZEN ANAK-ANAK ITU KABUR."

Terdengar suara tapak kaki lagi. "Bukannya tadi pintu udah dikunci?"

"Udah, ini juga gak tau gimana cara mereka bisa kabur."

Sementara itu, Lucid dan yang lainnya bingung karena yang ia temui adalah lorong yang ia temui sebelum ia berpisah dengan keempat temannya yang lain. Semua pintu terkunci. Hingga akhirnya Wezen dan Garnet menemukan mereka. Keempat anak itu ditangkap dan diikat kembali tangan dan kakinya. Keempat anak itu dikaitkan dengan tali dan diseret oleh Garnet menuju mobil yang akan mengangkut mereka. Sedangkan Wezen memukul Lucid dibagian tengkuk hingga pingsan dan meninggalkannya di lorong itu.

"Kok ditinggalin?" tanya Garnet yang kabingungan dengan sikap Wezen.

"Nanti bisa kabur lagi."

~~~

Tower of SacrificesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang