Chapter 55 - Fine Picture or Nude Picture?

5.4K 369 18
                                    

Chloe

Hope.

Real hope.

Harapan untuk bersamanya.

Aku mulai mendongak dan kembali menatap mata hazel-nya. Tristan masih terdiam, masih menatapku dengan tatapan itu. Tatapan yang sedikit membingungkan bagiku. Lagi-lagi aku tidak bisa mengartikan tatapannya.

"Tristan."

Tanganku tidak lagi terdiam, jari-jariku sudah memegang jacket-nya tepat di bagian dadanya.

"Ya."

"Apa itu terdengar bodoh? Apa menurutmu aku gadis yang bodoh?"

Dia masih terdiam. Masih menatapku dengan tatapan yang terlihat membingungkan bagiku.

"Apa kamu marah? Apa kamu ingin aku pergi ke sana?"

Kebiasaan kecil yang selalu aku lakukan di saat seperti ini, gelisah tidak menentu, menggigit kecil bibir bawahku. Kini, beberapa detik telah berlalu, aku masih setia menunggu kalimatnya, apapun itu.

"Aku ingin kamu aman," oh God, aku kembali mendengar suara dalam juga sexy-nya, "itu jelas."

"Jadi kamu serius dengan ucapanmu? Menginginkanku pergi ke New York seperti ayah juga ibuku?"

Dia terlihat membuka mulutnya, belum sampai dia mengeluarkan kata, bibirku sudah mengecup lembut bibirnya. Mengecupnya selama yang aku bisa, hingga bukan lagi kecupan yang aku lakukan namun ciuman tanpa menuntut, jelas dia tidak membalas ciumanku. Perlahan aku melepaskan bibirku dari bibirnya. Stupid, I know.

"Jadi itu benar, kamu menginginkanku pergi?" 

Kurasakan tangannya memeluk pinggangku, menarik tubuhku mendekat ke tubuhnya hingga dada kami rapat, hingga kurasakan detak jantungnya yang menderu, oh no, bukan jantungnya namun jantungku.

"Apa hanya itu yang kamu inginkan, melihatku selama lima menit?" 

Bukan suaraku yang aku dengar, aku memberinya sebuah anggukan pelan dengan satu senyuman.

"Apa kamu tahu berapa lama waktu yang kamu dapat dalam tiga bulan?"

Hei, laki-laki tampan di depanku ini, mulai mengajakku bermain puzzle atau mungkin riddle. Apapun namanya, aku yakin ada kalimat mengejutkan yang pasti sebentar lagi aku akan mendengarnya.

"Ya, hmm, dua puluh menit dalam sebulan, hmm, enam puluh menit dalam tiga bulan."

"Good."

"Apa hanya itu yang ingin kamu ketahui?" kusadari suaraku yang sedikit tidak sabar.

"Ya," sesaat dia berhenti, "bagaimana jika kukatakan kamu akan mendapatkan waktu yang sama untuk melihatku walau kamu berada di New York?"

See, selalu begitu. Selalu ada hal mengejutkan di balik pertanyaan singkatnya.

I have bad feeling.

Jangan katakan aku akan membenci kalimatnya nanti. Tidak, jangan sampai itu terjadi.

"Apa maksudmu, Tristan?"

"Kamu akan mendapatkan lima menit yang sama, bukan dengan bertemu langsung denganku, tetapi, sharing camera, kamu bisa melihatku di semua ruangan di apartementku. Tidak hanya melihat, kamu akan mendengar suaraku dan aku mendengar suaramu. Mugkin kita bisa berbagi cerita jika kamu mau."

Mataku membulat. Aku mengerti dengan jelas maksudnya. Bukan hanya video call yang mungkin terdengar membosankan, namun lebih dari itu, aku dapat melihat semua aktivitasnya selama lima menit itu. Berbincang dengannya, sepertinya menarik.

The Enemy in My Bed - #hackerseries 2.0 [✅] 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang