Namaku Sandhya Arasely Putri Persada, biasa dipanggil Kak Ara oleh keluarga besarku dan biasa dipanggil Ara oleh teman-temanku. Usiaku 16 tahun tapi pemikiran masih 6 tahun. Suka manja sama Bunda, apalagi sama Ayah. Suka usil sama Adik, tapi aku sayang sama dia. Sayang sekali, kalau tidak sayang, mungkin dia sudah kubuang waktu pertama kali dia melihat dunia. Oh tidak, aku tidak sekejam itu.
Kini aku sedang menjalani Sekolah Menengah Atas di salah satu SMA di Jogja. Jogja, Jogja memang istimewa. Dan aku merasa nyaman sekali tinggal di Jogja bersama kedua orang tuaku dan satu Adikku, di rumah dinas khusus Danyon, meninggalkan rumah dinas Ayah sebelumnya juga meninggalkan rumah milik kami sendiri di Karanganyar. Hem, terkadang aku merindukan kabupaten di lereng Lawu itu.
Baru satu bulan aku pindah ke Jogja, sebelumnya Ayah tugas di Yonif 500/Sikatan di Jawa Timur. Dua tahun aku tinggal di sana dan menjadi cukup gila karena sering berbahasa kasar, seperti menggunakan panggilan "Cuk" dan sampai 2 kali kena hukuman dari Bunda. Kata Ayah aku terlalu polos sebab selalu mengikuti budaya yang ada setiap kali kami berpindah. Padahal kata Bunda, bawa budaya Solo atau Karanganyar kemanapun kita pergi. Agar kita punya identitas katanya, tapi aku tetap sering terpengaruh oleh lingkungan.
Kalian tahu, Bunda enggak sanggup LDR-an sama Ayah, makanya beliau rela melepas jabatan pegawai negeri demi ikut kemanapun Ayah pergi, kemanapun negara memanggil. Apalagi Bunda itu istrinya Ayah, iyalah, kalau bukan istrinya Ayah tidak akan kupanggil Bunda. Maksudku begini, Bunda itu istri Ayah yang notabene Perwira menjelang tinggi, maka harus terlibat aktif dalam kegiatan Persit. Itu alasan kedua Bunda keluar dari tempat tugasnya. Rumit, tapi aku mau jadi Bunda.
Jujur, terkadang aku membayangkan menjadi istri seorang Perwira tentara. Berjalan di bawah pedang pora saat pernikahan, memakai seragam hijau pupus, tapi aku tak suka kekakuan saat pengajuan. Ha ha ha.
Berulang kali aku lihat Ayah melayani Om-om tentara yang akan pengajuan, Ayah serius sekali di sana, kelihatan garangnya dan aduh, banyak sekali aturan. Padahal Ayah aslinya tidak begitu. Tapi Ayah selalu bilang padaku, "tenang saja nanti kalau suamimu seorang tentara, pengajuannya Ayah lewatkan jalan tol." Ha ha ha. Ayah mau berbuat curang dengan pangkatnya itu mungkin.
Ah, aku bukan perempuan yang suka menikah dini kok, hanya membayangkan saja betapa serunya menjadi Bunda, menjadi wanita yang hebat bagi Kesatria Negara. Toh, aku juga masih jomblo. Kalian tak percaya? Baiklah, memang tidak perlu percaya padaku sebab harusnya kalian percaya pada Tuhan.
Jadi ingat beberapa waktu yang lalu, ini percakapan antara aku dan Ayah. Malam itu saat aku tidak bisa tidur karena baru saja berpindah ke Jogja, juga sudah pasti panik mempersiapkan adaptasi di sekolah yang baru.
"Kakak kenapa gelisah sekali?"
Ayah baru pulang malam itu, masih dengan seragam dinas hariannya, masih dengan tongkatnya dan masih dengan air muka yang lelah tapi bahagia.
Aku hanya menggeleng untuk menjawab itu.
"Hem, Ayah tahu nih, Kakak gelisah karena untuk pertama kalinya LDR sama pacar ya?"
"Eh," aku kaget sendiri.
Bagaimana bisa Ayah berpikir aku semacam itu? Secara tidak langsung Ayah menuduhku menyembunyikan pacarku sendiri. Kan aku tidak pernah bercerita soal pacar, bukan tidak mau tapi tidak pernah punya pacar. Suka sih iya, tapi tidak pernah jadian. Sakit kali.
"Iya kan? Ah, LDR sama pacar itu biasa, yang enggak biasa itu LDR sama suami. Kau tengok Bundamu, dia tidak sanggup LDR sama Ayah."
"Bunda denger loh ya!" Kata Bunda dari dalam rumah yang tengah sibuk dengan bungkusan barang jualannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Byantara [Tersedia Di Shopee]
Teen Fiction[Sebagian besar part telah dihapus, nantikan versi cetaknya!] Ini kisahku sebagai seorang anak tentara. Hidup di rumah dinas yang cat dindingnya tidak boleh diubah, padahal aku ingin sekali merubah warna tempat tinggalku menjadi merah muda, tapi kat...