1

25.6K 1.2K 102
                                    

Hanya cerita sederhana, tidak penuh emosi, bertele-tele atau punya kata kiasan yang indah. Hanya cerita tentang imajinasi liar saya saja..

Terik matahari pagi masuk di celah jendela kamarku diikuti oleh ketukan pintu hasil kerja keras tangan ibuku. Aku tahu ini sudah pagi, tapi aku sangat malas bangun. Apalagi sekarang adalah hari senin, ya waktunya aku pergi ke sekolah.

Aku memicingkan mata, mencari cari jam bekerku, baru jam 6 lebih. Lalu aku kembali meringkuk dan menenggelamkan badanku di selimut tebal milikku. Kalian tahu, itu rasanya sangat nikmat bukan?

Namaku Lee Eun Ji, umurku baru 17 tahun, aku mempunyai Oppa Lee Tae Yong yang umurnya 5 tahun lebih tua dariku, aku tinggal bersama Ibu dan Ayahku dan juga Taeyong Oppa.

"Eunji-ya, bangun" ucap ibukku masuk ke kamarku dengan langkah cepatnya, ia mungkin lelah menggedor pintu dan memutuskan untuk masuk.  Namun aku hanya menggeliat malas.

"Ah eomma, 5 menit lagii" ucapku tanpa membuka mata.

"Ya, ppali ireona!!" marahnya sambil menepuk punggungku kasar, dengan rasa kesal aku bangun dan langsung berjalan gontai  menuju kamar mandi.

"Ah. Jjajeungna!' gerutuku pada sikap Ibuku.

Setelah selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah dengan rok kotak kotak bewarna maroon dan jas abu-abu almamater kebanggaan sekolahku, aku turun untuk sarapan bersama keluargaku. Terlihat Ibu dan ayahku serta Taeyong sudah makan duluan meninggalkanku.

"Eunji-ya. Nanti pulang sekolah kamu langsung pulang saja. Eomma dan Appa ada acara keluarga dan kamu harus ikut" ucap ayahku sedikit memerintah setelah melihatku turun dan ikut bergabung didepan meja makan. Aku memutar bola mataku malas lalu duduk di hadapan oppaku dan mencomot roti isi didepanku.

"Kenapa aku?" tanyaku dengan mulut penuh. Aku merasa ada yang tidak enak dengan ucapan ayahku, entah apa itu. Mungkin hari ini aku akan sial. Ya kurasa memang begitu.

"Ya memang harus!" paksanya. Aku hanya mengagguk malas. Jika ayahku sudah berkata harus, mau tak mau aku harus menurutinya. Dia memang sosok ayah yang keras kepala, namun ku akui memang ayahku juga penyayang. Apalagi jika dengan orang luar, dia akan sangat ramah, sangat berbeda sekali pada saat dia dirumah yang selalu saja marah-marah. Tapi aku tahu bahwa marahnya beliau adalah cara beliau menunjukkan rasa sayangnya kepada orang rumah.

"Ya. Tiwai, kau ikut juga kan?" tanyaku pada kakakku. Aku menunjuknya dengan daguku. Lalu dia mendengus.
"Aku ini oppa mu!!" ucapnya berdiri dan menjitak kepalaku. Lalu ku meringis sambil memegangi pucuk kepalaku. Jahat sekali dia.

"Ya . kenapa oppa seperti itu?" erangku. Aku mendengus sebal ke arahnya.
"Dan kenapa kau memanggilku seperti itu??" belanya. Aku hanya mengangkat bahu tidak berniat meneruskan perdebatan kami dan kembali fokus pada makananku.

"Tidak aku tidak bisa ikut. Ada acara di universitas" ucap Kak Taeyeong kemudian. Aku menghela nafas panjang.

"Yahhh.. Tidak seru jika aku sendirian bersama para orang paruh baya ini" keluhku.
"Sudahlah. Makan! dan cepat berangkat ke sekolah" potong ibuku cepat.

Setelah selesai sarapan aku berangkat sekolah bersama Taeyong yang mengantarku sekalian dia pergi kuliah karena memang sekolah kita satu arah. Dengan laju motornya Taeyong membelah jalanan kota Seoul, sembari aku menikmati udara paginya, walaupun Seoul adalah kota padat kuakui udara disini masih sangat segar dan menyenangkan, mungkin karena kotanya yang bersih dan banyak terdapat pohon-pohon rindang yang tak aku ketahui namanya berjejer tumbuh di pinggiran jalan rayanya.

The Young Marriage with RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang