Bab 58 [Revisi]

67.1K 4.2K 59
                                    

Selina menunggu. Duduk di salah satu Cafe. Menyesap beberapa teguk kopi hangatnya. Sudah 15 menit ia disana. Menanti seorang wanita yang tidak kunjung tiba.

Tak! Tak! Tak!

Hingga dentum heels itu terdengar. Bergema memenuhi seluruh ruangan. Membuat Selina mendongak dan menatap tajam si pemilik heels tersebut.

"Jangan berani menatapku seperti itu. Kamu tak pantas," desis Adis pendek sembari menarik kursi. Duduk tepat berhadapan dengan Selina dengan beberapa file yang ada ditangannya.

"Langsung saja. Apa yang ingin kamu katakan padaku"

"Terburu-buru sekali. Padahal mungkin kamu akan menyesal saat mendengarnya."

Jawab wanita itu dengan satu senyum yang membuat Selina muak. Benar-benar tak suka hingga membuat bola mata abunya terputar ke atas. Ingin menunjukkan rasa jengah yang terkumpul di hati.

"Cepat katakan saja. Jangan bertele-tele seperti ini."

"Santai, jalang. Ini. Kamu lihat saja sendiri file itu," ucap Adis tenang sembari melempar file ia genggam ke arah Selina.

Dengan sedikit ragu, Selina menarik lembar file itu. Membuka dan melihat isinya. Sepanjang mata abu itu bergerak, Adis hanya menikmati. Menopang dagu dengan senyum puas yang tak juga hilang.

Lalu saat netra itu terkejut. Membelalak dan mencoba tak percaya dengan isi tulisan yang baru dibacanya, maka Adis mengambil alih kondisi. Ikut membuka suara. Ingin memperjelas semua fakta yang ada.

"Semua data dalam file itu benar. Sejak awal kamu memang sebuah kutukan. Kutukan yang didatangkan Maria. Kutukan yang akan terus membunuh Radit. Kamu juga pasti tahu bahwa sebelum Maria meninggal ia selalu merutuki Radit."

Kedua tangan mungil Selina bergemetar. Menaruh kembali file yang diberikan padanya. Lalu dengan tatap menunduk, ia berusaha menghindari kontak mata.

"Jangan bertingkah seperti ini. Kamu membuatku ingin tertawa sekarang."

Tanpa sedikit pun belas kasih, Adis dengan mudahnya mengejek. Merasa senang atas reaksi yang ditunjukkan Selina.

"Aku harus pergi," kata wanita itu sembari berdiri. Melupakan semua hal yang ada dan berusaha lari secepat mungkin dari sana. Ia butuh bernapas. Ya. Saat ini Selina hanya ingin bernapas.

********

"Hahaha."

Adis tertawa keras. Merasa senang dan amat puas. Akhirnya ia bisa sedikit meruntuhkan kebahagiaan Radit. Dan dengan satu sentuhan terakhir, maka ia akan mengakhiri segalanya. Benar-benar mengakhiri semuanya.

*******

Selina terus berlari. Sepanjang jalan tanpa memperhatikan sekitar. Membuat dirinya terjatuh. Tersandung kerikil kecil yang menghalangi.

Gesekan dengan aspal yang terasa cukup keras, menciptakan satu luka pada lututnya. Sedikit terasa sakit, tapi juga membuat Selina lega.

Karena, dengan sakit itu ia jadi bisa beralasan. Bisa menangis sekeras mungkin. Menuangkan rasa frustasi yang tidak lagi mampu ia tahan. Hanya sehari. Rasanya Selina ingin menangis sekeras mungkin walau hanya sehari.

*******

Derish mengamati seorang wanita yang sedang terisak di tengah jalan. Merasa iba dan ikut sedih secara bersamaan.

"Ay, pegang Oi. Aku mau kesana dulu."

"Mau kemana, Bun?" tanya Theo dengan nada drama.

"Jangan berlebihan. Aku hanya ingin memeriksa keadaan wanita di sana."

[End] Behind The ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang