Komen yang banyak dong, biar semangat upnya
**
Pagi harinya, Aderine terbangun dengan kondisi yang sedikit janggal. Bagaimana tidak? Semalam, sebelum ia jatuh tak sadarkan diri, rasa sakit di kepalanya sungguh luar biasa, namun sekarang rasa sakit itu seakan hilang tak berbekas. Anehnya, Aderine merasa tubuhnya sangat bugar, seakan ia tidak pernah merasakan sakit.
Aderine segera bangkit dari posisi duduknya dan segera menunaikan rutinitas paginya. Posisi matahari sudah sedikit tinggi, itu berarti siang semakin datang. Jam dinding di kamar Aderine pun sudah menunjukan pukul setengah tujuh, dan nanti tepat pukul delapan Aderine memiliki kelas kuliah.
Tidak membutuhkan waktu lama, untuk Aderine bersiap-siap. Dengan setelan sweater bewarna coklat dan jeans berwarna biru dongker, Aderine keluar dari kamarnya dan langsung menuju meja makan. Di sana, sudah ada Sean dengan wajah datar dan aura dingin―yang selalu melengkapi penampilannya―tengah menikmati santapan paginya.
"Pagi..." sapa Aderine seperti biasanya, dan seperti biasanya pula Sean tidak menjawab sapaan itu.
Aderine yang sudah terbiasa pun bersikap tak acuh, ia juga malas memulai pembicaraan dengan laki-laki berwajah datar dengan sikap yang sedingin kutub utara itu. Sehingga suasana di meja makan terasa hening. Biasanya, Rihanna yang akan memulai pembicaraan di antara mereka, dengan membuat guyonan-guyonan yang akhirnya menimbulkan tawa. Namun, semenjak kepergian Rihanna dua hari yang lalu, suasana di meja makan terasa hening.
Aderine sempat berpikir, kenapa laki-laki yang kini sudah berstatus sebagai suaminya itu tidak pernah―hampir―sekalipun tersenyum pada dirinya?
Aderine tidak berharap lebih, bisa mendapat perlakuan hangat dari Sean. Karena dia sepenuhnya sadar siapa statusnya sekarang. Bahkan statusnya sekarang, lebih buruk dari pada anak angkat. Ya, dia hanya istri yang tidak diinginkan. Er, status yang terdengar sangat menyedihkan, bukan?
Aderine sering melihat senyum Sean, tapi itu bukan senyum yang ditujukan padanya, melainkan pada Rihanna. Sikap Sean pada Rihanna dan sikap Sean pada Aderine berbeda 180 derajat. Sean selalu bersikap hangat pada Rihanna, namun tidak pernah bersikap hangat pada Aderine.
Kenyataan yang sampai saat ini berusaha Aderine tampik, Sean seratus kali lipat jauh lebih tampan saat dua sudut bibirnya terangkat, walaupun itu hanya beberapa mili saja. Aderine sangat menyayangkan Sean yang tidak mau mengangkatkan sudut bibirnya, barang sedetik pun padanya itu. Benar-benar laki-laki dingin nun arogan, yang sangat pelit. Aderine bersumpah, orang pelit kuburannya bakal sempit!
Semahal apa emang senyum laki-laki satu itu? Apa semahal harga tas Hermes?
Omong kosong!
Aderine menghela napasnya kasar, setelah ia menyadari apa yang telah dipikirkan otak cantiknya itu. Bisa-bisanya ia memikirkan laki-laki yang sama sekali tak mau meliriknya. Aderine sudah mewanti-wanti hatinya agar tak jatuh pada pesona laki-laki es balok itu. Ia harus ingat, jika Sean hanya untuk ibu angkatnya, Rihanna. Statusnya sekarang ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibu angkatnya itu.
Tidak mau berpikir terlalu jauh, dengan segera Aderine mengambil selai coklat dan dua helai roti untuk ia jadikan sebagai santapan paginya.
"Dad," panggil Aderine pelan. Gadis itu baru teringat sesuatu, dan ia perlu membahasnya dengan Sean, meskipun Aderine malas bersua dengan lelaki payah itu.
Sean tidak menjawab, hanya menolehkan kepalanya pada Aderine sekilas.
"Aderine baru ingat, kalau hari ini ada pertemuan orang tua di kampus. Apa Daddy bisa menghadirinya?" Suara Aderine memelan di akhir kalimat, gadis itu tidak yakin kalau Sean mau meluangkan sedikit waktunya untuk menghadiri pertemuan orang tua di kampusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Daddy Be Hubby [Terbit]
Romance"A-aku ingin kalian menikah." Aderine Jiyana, tidak pernah menyangka akan berada di posisi itu. Saat di mana, Ibu angkatnya yang tengah meregang nyawa, meminta dirinya untuk menikah dengan laki-laki berperingai dingin dan selalu bersikap datar pada...