FDBH | 16. Kiss

104K 5.4K 139
                                    

Follow ig @delasinta_

*

Dua hari setelah kembalinya Sean―menurut Aderine―semua berjalan normal. Perlakuan Sean terhadap Aderine begitu baik, dan itu sempat membuat Aderine merasa bingung. Bingung apakah laki-laki itu benar Sean atau bukan. Atau jangan-jangan itu Leon yang berpura-pura menjadi Sean?

Pikiran buruk Aderine itu sama sekali tidak bisa dibenarkan. Karena nyatanya, laki-laki itu memang Sean. Sean dengan rencana liciknya yang barangkali malah membuat Aderine akan tersakiti nantinya.

Sebenarnya wajar saja jika Aderine berpikir kalau itu Leon. Lantaran setiap kali wanita itu bertanya apa penyebab berubahnya sikap Sean, Sean sama sekali tidak mau memberi jawaban dan laki-laki itu hanya memberikan Aderine seulas senyuman yang terlihat sangat misterius bagi Aderine.

"Kamu tidak ke kampus hari ini?" Tanya Sean, membuat Aderine yang tengah mengunyah makanan yang sebelumnya ia kunyah dengan tempo lambat, seketika mempercepat kunyahannya, lantaran ingin cepat-cepat menjawab pertanyaan laki-laki itu. Aderine takut jika ia tidak cepat menjawab pertanyaan Sean, Sean akan kembali berlaku dingin padanya. Dan jika Sean berlaku dingin padanya, maka perasaan takut yang dulu kerap dirasakannya akan kembali hadir. Aderine membenci ketakutannya itu, sampai-sampai ia merasa ingin menjauh dari Sean saja.

Perasaan takut itu juga membuat mimpi buruknya terus-terusan hadir. Mimpi dari masa lalunya yang sampai kini belum bisa ia ingat. Ya, kejadian beberapa tahun yang lalu di mana Aderine jatuh dari tangga rumah besar itu, membuat memori masa lalu wanita itu menghilang.

Waktu itu, saat usia Aderine masih menginjak angka lima belas dan kamar wanita itu yang masih berada di lantai dua, kejadian itu terjadi dan membuat gempar seisi rumah. Orang yang pertama kali menemukan Aderine dalam kondisi terkapar dengan darah yang berasal dari kening wanita itu, adalah Sean. Dan entah seperti apa ceritanya, laki-laki itu pula yang menggendong Aderine menuju mobil.

Padahal, biasanya Sean selalu bersikap tak acuh dan terkadang malah mengabaikan Aderine. Hal itu sempat membuat Rihanna merasa aneh terhadap suaminya, namun sebisa mungkin, sebagai seorang istri Rihanna mencoba berpikir positif. Mencoba menerka jika yang suaminya itu lakukan hanya sekedar formalitas seorang Ayah yang merasa khawatir dengan keadaan putrinya, lantaran putrinya baru terjatuh dari tangga lantai dua, di mana tentunya kecelakaan itu mungkin mengakibatkan suatu hal fatal terhadap Aderine.

Dan nyatanya, laki-laki itu sebenarnya Sean yang dikuasai oleh alter egonya.

"Ada kelas siang, tentu aja Aderine bakal ke kampus. Memangnya kenapa, Dad?" Tanya Aderine setelah berhasil mengunyah makanannya.

Sean tidak langsung menjawab, laki-laki berusia matang itu tampak membenarkan kerah kemeja abu-abunya, lalu beralih pada dasinya yang berwarna kontras dengan kemeja yang Sean kenakan. Sebuah dasi berwarna hitam, dengan motif polkadot berwarna senada dengan kemeja yang Sean kenakan.

"Tidak. Saya hanya bertanya, tumben banget jam segini kamu belum berangkat." Sean berkata, berusaha dengan nada lembutnya namun gagal karena yang keluar tetaplah nada datar yang kerap terlontar dari mulutnya. Sean bingung, padahal kemarin saja dia bisa bersikap lembut pada Aderine, tapi kenapa sekarang ia tidak bisa?

Apa karena sebelumnya ia berlagak seperti Leon? Mungkin saja.

Waktu memang sudah menunjukkan pukul delapan, biasanya Aderine berangkat ke kampus pukul enam atau tujuh. Entah apa yang dilakukan wanita itu pagi-pagi sekali di kampus. Setahu Sean, Aderine memang senang berangkat ke kampus pagi-pagi sekali, dan sangat jarang wanita itu datang ke kampus di jam siang, meski kelas yang harus Aderine hadiri berada di waktu siang. Atau mungkin, Aderine melakukannya karena ingin menghindari Sean? Ya, tentu saja. Apa lagi memang?

Aderine memandang Sean dengan geli, ekspresi laki-laki itu tampak lucu. Bibirnya tersenyum namun bukan senyum yang sampai mata, bisa disebut kalau itu ekspresi cengiran. Dan bayangkan, wajah Sean yang bereskpresi datar, lalu menampilkan ekspresi menyengir. Benar-benar tidak pas bukan?

"Daddy sendiri, kenapa belum berangkat? Biasanya Daddy juga berangkat pagi. Malahan pulangnya sangat malam. Kenapa memang, Dad?" Tanya Aderine, setelah sekitar satu menit keheningan menyapa mereka lantaran Sean yang memilih diam. Aderine yang entah mengapa tidak rela pembicaraan di antara mereka berakhir, memilih membuka percakapan lagi.

Jujur saja Sean merasa bingung untuk berbicara panjang lebar, ia merasa tidak memiliki topik pembicaraan. Pria itu juga sepertinya tidak memiliki keinginan untuk mencari topik pembicaraan. Terbukti dari dia yang memilih diam. Terlebih lagi, topik pembicaraan itu akan ia gunakan untuk berbicara dengan Aderine yang notabenenya sangat jarang ia ajak bicara. Berbicara dengan Rihanna yang notabenenya wanita yang ia cintai saja, ia kesulitan mencari topik, apalagi dengan Aderine?

"Ehm, tidak tahu?" Nada suara Sean malah terdengar seperti pertanyaan ketimbang pernyataan.

Aderine mengernyit, namun tidak mengambil pusing pernyataan Sean itu. Setelahnya mereka kembali terdiam, menyelesaikan sarapan mereka masing-masing. Aderine pun sudah kehabisan topik pembicaraan, wajar saja, apalagi orang yang diajaknya bicara malah memberi tanggapan yang tidak acuh.

Ayolah Sean, buat sebuah topik, buat wanita itu nyaman denganmu, buat dia jatuh hati padamu, buat Leon lemah, buat penyakit sialan itu lenyap. Ayolah Sean. Dalam hati Sean membatin, menyuruh dirinya sendiri untuk memikirkan topik pembicaraan.

"Aderine, nanti kalau kamu berangkat, kita bareng saja, ya?" Pertanyaan bernada datar itu membuat Aderine yang tengah menyesap teh, langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Sean, "Nggak usah. Aku naik kendaraan lain aja. Lagian, kata Alden tadi, dia mau jemput."

Tadi malam Alden memang mengirimi Aderine pesan, bahwa laki-laki itu akan menjemputnya. Sebenarnya Aderine sudah menolaknya, namun dengan sikap gigih Alden yang terkenal aneh lengkap dengan dirinya yang terus-terusan menyepam pesan pada Aderine, baik via WhatsApp, Line, BBM, Instagram, dan media sosial lainnya. Akhirnya, dengan berat hati Aderine menerima permintaan menjemput itu. Lagipula kalau dipikir-pikir, Aderine diuntungkan oleh ajakan itu. Ia bisa mengirit uangnya, ia juga tidak perlu berjalan ke halte depan.

"Alden? Temen kamu yang otaknya cuma satu ons itu? Kamu yakin bakal selamat kalau jalan sama dia?" Tanya Sean. Terdengar seperti hinaan. Aderine terkekeh, lantas menggelengkan kepalanya.

"Enggak lah, Dad. Biar otaknya cuma seons, Alden itu baik banget. Aslinya dia itu sebelas dua belas kayak Daddy, tapi emang baru-baru ini, eh sekitar satu tahunan sih, otaknya jadi miring."

Sean mengerutkan keningnya, merasa tidak suka karena istrinya itu masih keukeuh ingin berangkat ke kampus dengan Alden.

"Oh iya, Dad. Kayaknya itu Alden udah ngeklakson. Aderine berangkat dulu, ya."

Bunyi klakson mobil dari depan rumah, yang disinyalir berasal dari mobil Alden membuat Aderine tanpa sadar mengambil keputusan dengan cepat.

Aderine pun berjalan mendekati Sean dan mengatungkan tangannya untuk memberi salam pada laki-laki itu. Selepas memberi ciuman pada punggung tangan suaminya, Aderine pun segera melepas tautan tangannya dengan Sean dan hendak menyambar tasnya.

"Tunggu."

Namun, baru beberapa derajat Aderine memutar tubuhnya, suara Sean menyapa gendang telinga Aderine, serta tangan laki-laki itu yang langsung menarik pinggang Aderine yang lantas membuat tubuh wanita itu terjatuh tepat di atas pangkuan Sean. Tanpa banyak bicara, Sean langsung menempelkan bibirnya dengan bibir Aderine, memanggut bibir merah muda alami gadis itu dengan tempo lambat. Aderine terdiam, masih merasa kaget dengan yang sudah terjadi terhadapnya. Bibir Sean masih memanggut bibir Aderine untuk beberapa detik, menyesap bibir sang istri dengan lembut.

Melepas ciumannya, Sean tersenyum, "Udah. Sekarang kamu boleh pergi. Hati-hati di jalan, bilang pada teman kamu itu supaya nggak kebut-kebutan di jalan. Bahaya, nanti kalau kamu kecelakaan terus nggak selamat, saya bisa jadi duda lagi untuk yang kedua kalinya."

Aderine mengangguk kaku dan segera bangkit dari pangkuan Sean. Secepat kilat, wanita itu mengambil tasnya dan segera berlari keluar rumah. Jantungnya berdetak cepat, ia takut kalau Sean mendengarnya.

"Lips ticknya berantakan, pasti bakal buat si Alden-Alden itu curiga," gumamnya pelan disertai senyum sinis yang terpatri di wajah tampannya.

Tbc..


From Daddy Be Hubby [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang