Cewek itu merapikan kunciran rambutnya. Kini dirinya sudah berdiri di lantai teratas tempat di mana rooftop berada. Ia hanya tinggal membuka pintu rooftop saja, lalu masuk ke dalam, kemudian masalah akan selesai. Tetapi baginya, hal itu tidak semudah yang dibayangkan.
Vella masih bingung, mengapa Alan tiba-tiba menyuruhnya kesini. Oh ayolah, kenal saja tidak. Mana mungkin Alan mau minta ongkos karena kemaren cowok itu telah mengantar Vella sampai rumah?
"Samperin, jangan, samperin, jangan, samperin...," gumam Vella seraya menghitung jari-jarinya.
"Gue harus samperin dia nih?" tanya Vella pada dirinya sendiri.
Karena rasa penasaran yang tinggi, Vella akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu rooftop. Angin mulai menerpa kulitnya ketika dirinya mulai menginjak lantai rooftop.
Vella mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Sosok tinggi berbalut hoodie abu-abu tersebut membelakanginya. Dengan ragu, Vella melangkahkan kakinya mendekati cowok itu.
Ketika Vella sudah berdiri tepat di belakang Alan, Vella berdeham. "Lo--eh, Kakak manggil saya?"
Mendengar suara itu, Alan tersenyum miring. Ia segera mematikan rokok lalu menginjaknya. Kemudian, perlahan tubuhnya memutar ke belakang.
"Dateng juga lo ke sini," kata Alan, lalu tersenyum tipis.
"Iyalah, kan lo manggil gue."
Vella menutup mulutnya dengan telapak tangan. Lagi, Vella harus merutuki dirinya sendiri karena kebiasaan bicaranya yang ceplas ceplos.
"Sorry ya, gara-gara gue, waktu istirahat lo jadi kebuang."
"Ada perlu apa ya?" tanya Vella yang sudah tak sabaran itu. Perutnya masih kosong sejak pagi, dan ia ingin segera makan.
Alan terkekeh. "Lo udah gak sabar, ya?"
Vella menatap Alan dengan datar. Ah, mengapa kakak kelasnya ini begitu menyebalkan?
Vella mengecek arlojinya, melihat jam berapa sekarang. "Um--ada perlu apa ya, Kak? Saya gak punya banyak waktu."
Hening. Keduanya sama-sama diam. Alan memanfaatkan suasana hening ini untuk memandangi wajah cantik Vella dengan teliti.
Vella menelan ludahnya kasar. Ia mundur satu langkah. Wah, gak bener nih, batin Vella sambil menatap Alan dengan takut.
"Um--duluan ya, Kak." Tanpa menunggu jawaban dari Alan, Vella berbalik, hendak meninggalkan rooftop. Namun, tiba-tiba sebuah tangan menahannya lalu menariknya sehingga Vella kembali berhadapan dengan Alan.
"Mulai sekarang, lo jadi pacar gue."
"Hah?"
Kata-kata itu terdengar sangat aneh di telinga Vella. Sehingga, cewek itu tampak masih terbengong-bengong.
"Gak boleh nolak. Pokonya, mulai detik ini juga, lo pacar gue dan gue pacar lo."
"Hah?"
Alan terkekeh. "Duluan ya, babe."
Setelah Alan pergi, bahkan Vella masih terbengong-bengong. Ia mencoba mencubit lengannya, memastikan ini mimpi atau bukan. Tetapi rasanya sakit, berarti kejadian barusan merupakan kenyataan.
Gue ditembak? Hah?
🐶🐶🐶
Anak perempuan itu melepaskan sweater dari tubuhnya. Desahan pelan keluar dari bibir mungilnya. Ia menatap datar makhluk yang sedang menjelaskan sesuatu yang belum tentu didengar oleh seisi kelas.
"Jadi, kalian mengerti dengan apa yang saya jelaskan?" tanya Pak Soni sambil menggaruk-garuk rambut ikalnya. Gaya bicaranya terdengar seperti seorang transgender yang merubah jenis kelaminnya menjadi perempuan.
"Mengerti, Pak!" jawab seisi kelas.
"Yasudah, saya mau tidur sebentar ya." Pak Soni duduk di kursinya, lalu tertidur pulas.
Seisi kelas langsung bersorak riang. Jika Pak Soni tidur, berarti mereka akan punya free time di pelajaran sejarah .
"Ngobrol yuk." Okta memutar tubuhnya ke belakang agar bisa berhadap-hadapan dengan Vella dan Jean.
"Ngobrolin apa?" tanya Jean.
Vella menopang dagunya. Ia masih bingung dengan kejadian tadi. Apakah itu kenyataan? Jadi, sekarang dirinya merupakan pacar seorang Alano Adiputra?
Berpacaran dengan seorang Alano Adiputra memang impian banyak cewek. Namun tidak bagi Vella. Cewek itu merasa aneh dengan kata-kata Alan, karena Vella saja bahkan tidak mengenal Alan. Tetapi tiba-tiba Alan menembaknya dengan cara yang aneh.
Bagi cewek-cewek lainnya, mungkin ditembak Alan dengan cara seperti itu membuat mereka senang. Entahlah, mungkin hanya Vella yang merasa tak nyaman.
"Lo kenapa, Vel?" Jean yang duduk bersebelahan dengan Vella itu mengguncang-guncangkan bahu Vella.
"Hah? Enggak, gue gak papa."
"Kenapa, Vel? Biasanya juga kalo ada masalah lo cerita sama kita," kata Okta.
Vella menghela napas. "Kalo gue cerita, mungkin kalian gak akan percaya. Gue sendiri aja gak percaya."
Jean mengerutkan dahinya. "Maksud lo?"
Vella mendesah pelan. "Gue ditembak sama Alan."
"APA?" Jean memekik.
Okta tertawa. "Bercanda lo lucu, Vel."
Vella berdecak. "Udah gue bilang, pasti kalian gak akan percaya."
Jean menegakkan tubuhnya. "Jadi, lo serius, Vel?"
Vella mengangguk. "Iyalah. Ngapain gue boong?"
"Tapi, kok bisa?"
"Tiba-tiba dia nembak gue. Dan dia gak nerima penolakan," jelas Vella.
"Yaudah, harusnya lo seneng dong."
"Kalo lo gak mau mending buat gue aja lah, Vel. Lumayan cogan," kata Okta sambil senyum-senyum sendiri.
"Ketinggian mimpi lo, Ta, ketinggian." Jean sangat kesal terhadap Okta.
Vella mendesah. "Duh, masalahnya itu gue aja gak kenal sama dia. Gue aja baru tau nama dia dari kalian."
Jean menghela napas. "Yaudah, jalanin aja dulu. Siapa tau nanti kebiasa."
Untuk kesekian kalinya, Vella menghela napas. Kini yang Vella takutkan adalah para cewek yang menyukai Alan akan marah jika mengetahui bahwa Vella telah berpacaran dengan Alan.
●●●
Vella Natasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's MINE!! (✔)
Teen Fiction[TELAH TERBIT DALAM BENTUK EBOOK] HIGHEST RANK: - #4 IN ROMANCE (25/6/18) - #46 IN TEENFICTION (25/6/18) Alano Adiputra, cowok bandel yang suka memakai hoodie berwarna gelap yang selalu berbuat seenaknya. Mengejek guru, tak mengerjakan PR, bolos, se...