18. Bahagia Sepenuhnya

18 1 0
                                    

"ku ingin bahagia walau hanya satu hari, maka itu aku ingin terus mendekapnya lebih dekat dan mulai untuk tak perduli pada apa yang akan terjadi nanti."

-unknown-

***

Bahagia, satu kata yang bisa di ungkapkan oleh Raina pada malam hari ini. Matanya tak bisa lepas dari seorang pria bertubuh tinggi yang masih mengenakan seragam putih abu-abu disampingnya. Sungguh kali ini dirinya ingin egois, ingin melupakan segala apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Ia hanya ingin bersama pria ini, pria yang berhasil membuatnya ingin terus tersenyum, ingin terus melihat dunia dan ingin terus melihat senyumnya. Bumi, ia pria yang aneh, datang dengan senyuman dan sejuta kejahilannya yang entah kenapa saat ini bisa membuat Raina benar-benar jatuh cinta padanya, bahkan pria itu telah berhasil membuat Raina merasa kecanduan akan wajahnya, akan senyumnya dan akan suaranya.

Setelah menonton film, Bumi mengajak Raina ke suatu taman yang biasa ia datangi. Dan pada saat ini, mereka berdua tengah menikmati band jalanan yang tengah di kerubungi oleh banyak orang, band bergenre pop rock itu memang selalu menjadi hal yang di tunggu-tunggu saat berkunjung ke taman kota. Banyak orang-orang yang ikut bernyanyi ketengah menikmati setiap inci alunan musik yang di bawakan band tersebut. Namun, hanya Bumi dan Raina yang masih terdiam seraya menikmati cilok yang baru saja mereka beli.

Raina masih terus memperhatikan wajah Bumi, memperhatikan ekspresi pria itu, ekspresi pria yang ada di sampingnya yang terkadang tertawa juga terdiam setelah puas tertawa tanpa menatap wanita yang berada di sampingnya. Jujur, malam ini ia merasa nyaman, sangat nyaman bersama Bumi. Rasanya, ia ingin terus bersama Bumi merasakan kenyamanan yang di berikan pria bermata cokelat terang itu.

Raina meletakkan kepalanya di bahu Bumi tanpa mengatakan apapun sebelumnya, Bumi yang menyadari ada sesuatu menempel di pundaknya cukup terkejut namun kembali diam saat melihat Raina yang tersenyum seraya memejamkan mata. Bumi tau, bahwasanya wanita itu kini tengah mengalami hal yang buruk, namun ia tak tau apa masalahnya. Ia hanya ingin gadis itu bahagia, gadis yang saat pertama kali ia temui adalah gadis yang super judes dan galak. Ia ingin gadis itu tersenyum bahagia, tertawa lepas seperti gadis lain yang ada di sekolah.

"tidur aja kalo ngantuk." ucap Bumi dengan suara beratnya. Raina hanya diam, ia tak menggubris ucapan Bumi. Ia terus memejamkan matanya seraya terus menghirup aroma tubuh Bumi yang saat ini berhasil membuatnya merasa kecanduan.

"gue boleh tanya?" tanya Raina dengan mata yang masih terpejam.

Yang ditanya berdehem.

"sebenarnya lo itu apa?"

Hening, tak ada suara yang keluar dari mulut Bumi dalam beberapa menit sampai akhirnya Raina membuka matanya mengangkat kepalanya dari bahu Bumi dan menatap Bumi dengan senyuman lebar.

"Gue itu apa? Maksudnya?" tanya Bumi tak mengerti.

Raina terkekeh. Lalu gadis itu menatap ke arah jajaran orang yang masih bernyanyi di tengah taman, lagu yang di bawakan bukan lagi lagu rock seperti tadi bukan, lagu nirvana ataupun linkinpark. Tapi kali ini, lagu milik Jaz -  Teman Bahagia yang di nyanyikan. Lagu itu kini berhasil membuat beberapa penonton ikut bernyanyi melambaikan tangan keatas, ikut masuk ke dalam kebahagiaan lagu tersebut.

Raina pun ikut bersenandung seraya mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti irama musik. Tanpa ia sadari, Bumi sejak tadi memperhatikannya, menatap wajah bahagia dari wajah Raina. Untuk pertama kalinya dalam hidup Bumi, ia melihat Raina tersenyum selebar itu.

"judulnya teman bahagia kan?" tanya Raina pada Bumi, yang di tanya mengangguk dengan mata yang masih tertuju menatap Raina.

Raina terdiam, menghentikan aktivitas bersenandungnya dan menatap ke Bumi yang juga tengah menatapnya. Cukup lama mereka bertatapan tanpa suara, Raina tersenyum dan Bumi pun juga tersenyum dengan pipi memerah. Jantung Raina seolah ingin melompat keluar dari tempatnya. Setelah sekian lama mereka diam dengan saling bertatapan akhirnya Raina membuat suara.

"mungkin kali ini gue mau egois. Gue juga mau bahagia kayak yang lain. Lo pasti gak tau apa masalah gue karna untuk sekarang gue gak bisa cerita ini ke lu, tapi yang jelas gue mau jadi teman bahagia seumur hidup yang akan menemani lu dari sekarang sampai nanti di surga."

Bumi terdiam, senyumnya menghilang. Ia tak tau harus menjawab apa, sampai pada akhirnya senyuman lebar terlukis di wajahnya. Tangan kekarnya meraih pundak Raina, membawa gadis itu kepelukannya seraya berkata, "ini bukan mimpi kan? coba lo tampar gue."

Gadis itu sontak bingung dengan pertanyaan Bumi, dan langsung menjauhkan tubuhnya dari tubuh Bumi. Tanpa perasaan kasihan, Raina pun melemparkan tamparan ke pipi Bumi dengan keras sampai pria itu mengaduh sakit, namun dengan senyuman yang semakin lebar diiringi dengan tawa bahagia.

"eh beneran bukan mimpi?!"

"bukannnn!!!" teriak Raina seraya tertawa.

Keduanya tertawa, larut kedalam kebahagiaan malam ini sampai mereka lupa sudah jam berapa sekarang. Raina sudah tak perduli lagi dengan sebuah ancaman atau apapun, ia tak perduli lagi pada apapaun. Ia hanya ingin bahagia, dan ia merasa kebahagiaan ada disini, ada pada Bumi. Ia sudah tak perduli pada apa yang akan terjadi jika ia tak mengikuti kemauan Fajar, ia hanya ingin bahagia. Bahagia, tujuh huruf yang memiliki arti banyak, mudah di ucapkan namun sulit dirasakan, seperti itulah kata bahagia dalam kehidupan. Mungkin bagi sebagian orang kebahagiaan mereka adalah sebuah harta yang berlimpah, namun bagi Raina kebahagiaannya adalah terletak pada senyuman dan kenyamanan yang Bumi berikan. Semuanya yang Bumi berikan padanya atas rasa yang ia rasakan sekarang adalah sebuah kebahagiaan yang sudah melengkapi segala definisi kebahagiaan dalam hidupnya.

Dilain sisi, disaat kedua sepasang remaja yang tengah di mabuk cinta merasakan kebahagiaan ada salah seorang yang tengah mengintai mereka berdua, mengamati gerak gerik mereka seolah mereka adalah sebuah buronan. Dengan mata elangnya pria itu menatap intens kearah dua sepasang remaja yang tengah tertawa seraya saling bertatapan. Ada perasaan benci di hati terdalamnya, dengan sekuat tenaga ia berusaha menahan segala amarah yang akan keluar dari dirinya. Telapak tangannya terkepal kuat diatas pahanya. Dengan posisi duduk di dalam mobil ia masih terus menatap sepasang remaja itu dengan tatapan penuh kebencian seraya terus memikirkan taktik apa yang akan ia jalankan selanjutnya untuk mendapatkan kembali gadis bernama Raina. Orang akan berfikir dirinya bodoh, seorang psikopat dan sebagainya, memang semua itu benar. Dirinya sudah gila, ia tak bisa membedakan mana salah dan benar yang terpenting dalam pikirannya saat ini ia bisa mendapatkan kembali gadis yang berhasil membuat dirinya tergila-gila akan wajah gadis tersebut.

"Gue Fajar, lo pikir gue akan berhenti disini?" ucapnya seraya tersenyum kecut pada kedua sepasang remaja yang masih tertawa hanyut dalam kebahagiaan yang mereka ciptakan berdua.

Dengan tangan kekarnya, ia kembali menyalakan mesin mobil, memutar stir mobil menuju tempat kediamannya seraya terus memikirkan taktik apa yang akan ia jalankan setelah ini. Dirinya benar-benar sudah dirasuki oleh iblis, ia tak perduli akan menghilangkan berapa nyawa hanya untuk sebuah kepuasan tersendiri. Baginya yang terpenting adalah ia bisa mendapatkan kembali Raina, gadis yang pertama kali ia temui dengan wajah manis dan lugu.

***






Halooo semuanya, hari ini aku publish lagi cerita setelah sekian lama gak publish karna emang lagi sibuk-sibuknya sama kegiatan sekolah.

Jadi mohon maaf jika ceritanya kurang bagus atau kurang apalah.

Jangan lupa vomment nya ya...

Thank u so much guyss and love u all

By. Flawless

There's Love In ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang