26. Amarah

8 0 0
                                    

.....

Raina terdiam duduk disamping tempat tidur dimana ibunya berada. Nafas ibunya yang lembut serta jemari yang mulai keriput karena termakan usia membuat Raina kembali merasa bahwa dirinya adalah sumber masalah dari segala masalah.

Disampingnya, Fara tengah mengelus pundak Raina. Memberikan semangat kepada temannya yang saat ini wajahnya sangat lelah.

"Na, kita makan yu. Lo pucet banget muka nya." Raina menggeleng.

Ia tersenyum pada Fara yang sepertinya Fara terlihat lebih lelah darinya.

"Lo aja yang makan. Gue masih kenyang." jawab Raina dengan senyuman.

Fara mengerucutkan bibirnya, lantas ia tak habis akal untuk mengajak Raina makan. Cewek itu langsung menarik tangan Raina, tanpa meminta izin terlebih dulu. Memaksa cewek itu untuk keluar dari ruangan yang terus memakan jiwa dan mental Raina.

"Lo harus sehat, seenggaknya lo harus makan!" Fara menarik tangan Raina paksa, membuat sahabatnya itu jalan terpincang-pincang.

"Far sa-"

Ucapan Raina tertahan. Bukan hanya ucapan Raina saja yang tertahan, tapi langkah kaki Fara juga tertahan.

Keduanya terdiam di balik tembok. Mendengarkan sebuah obrolan yang terkesan seperti tengah memerdebatkan sesuatu.

Raina sedikit mengintip di balik tembok, karena ia merasa kenal dengan suara seseorang di balik tembok itu.

"Papah?"

Fara melirik Raina tanpa mengucapkan sepatah kata, lalu cewek itu ikut mengintip apa yang Raina lihat.

Raina terkejut bukan main, saat dirinya melihat ayahnya, dengan calon istri barunya tengah berdebat dengan orang yang tak asing dimatanya, yang bukan lain itu adalah Bumi.

Cowok itu tengah bekacang pinggang dengan sosok ayah Raina dengan wajah memerah seperti menahan emosi.

"Oh oke! Dia suami baru mamah?!" ucap Bumi dengan wajah kecewa.

Merry mengangguk dengan pasrah. Ia tak tau harus berbuat apa lagi agar dirinya bisa diterima kembali oleh Bumi selain diam.

Hendri yang kesal lantas menarik tubuh Merry mendekat ke tubuhnya.

"Memang kenapa?!" tanya Hendri dengan suara meninggi.

Bumi tersenyum kecut. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran para pria ini. Bagaimana mereka bisa di tipu oleh ibunya secara terus menerus?

"Om, mamah saya itu cuma cinta sama harta om!" Bumi membentak, dengan telunjuk yang menunjuk wajah Hendri.

Hendri lantas menepis tangan Bumi menjauh dari wajahnya.

Bumi saat ini terlihat sangat tak sopan. Tak ada lagi batasan usia saat Bumi tengah emosi seperti ini.

"Saya tau dia cuma cinta dengan harta saya, tapi, sekarang saya tau dia tulus dengan saya."

Bumi berdecih.

Bullshit.

Mana mungkin ibunya bisa seperti itu. Bahkan sosok ayahnya saja bisa ditinggalkan oleh Merry dengan mudahnya hanya karna ayahnya terlilit hutang dan usahanya bangkrut.

"Terserah! semoga bahagia dengan pernikahan kalian!"

Bumi melenggang pergi. Merry yang melihat putranya berjalan menjauh darinya itu, langsung menahan tangan Bumi dengan tatapan sendu yang berusaha melelehkan hati putranya.

"Maaf."

Hanya kata itu yang bisa Merry ucapkan. Merry tak bisa menjelaskan yang sebenarnya terjadi antara ia dengan mantan suaminya yang sudah tenang di alam lain.

There's Love In ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang