....
Kakinya terus berlari kearah dimana ia mendapatkan kabar bahwa ibunya saat ini sedang sekarat.
Ia tak bisa berfikir jernih dan tak bisa lagi melihat keadaan sekitar ketika rasa takut dalam dirinya sudah membudaki pikirannya.
Berkali-kali ia menabrak orang-orang serta para staf rumah sakit yang tengah berlalu lalang di lorong, namun ia tetap tak perduli. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah Ibunya. Nur, ia terus memikirkan Nur.
"Raina!"
Langkahnya terhenti, ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya.
Pria itu disana, pria dengan tubuh gagah itu tengah berdiri disana. Seolah menunggu kabar selanjutnya dari keadaan Nur.
"Papah!"
Raina berlari, menghampiri sang pria yang ternyata adalah ayahnya. Ia tak akan menyangka, bahwa dirinya akan bertemu sosok yang dulu pernah ia takuti juga ia banggakan. Kini, sosok itu tengah berdiri, melebarkan tangannya memberikan ruang kepada Raina, agar gadis itu bisa memeluk dan menangis disana.
Raina menangis. Ketika ia memeluk tubuh gagah yang dulu ia banggakan.
Ia pernah membenci pria ini, namun pada saat ini, ia merasa aman dan nyaman berada di dekatnya.
"Mamah kamu gak papa nak.." ucapnya seraya terus memeluk putri kecilnya.
Raina hanya menangis, ia tak bisa menyembunyikan rasa takut dan khawatir yang saat ini membudaki dirinya.
"Pa-papah."
Pria itu mengangguk, melepaskan pelukannya lalu mengusap air mata yang membasahi pipi putrinya.
Herdi, dia adalah ayah angkat Raina yang dulu sangat amat menyayangi Raina sampai saat ini.
Herdi tersenyum, berusaha menguatkan hati Raina yang tak bisa menghentikan isakan tangisnya.
"Ma-mamah dimana?!" teriak Raina histeris. Mencari dimana sosok ibunya sampai membuat kegaduhan, dan ke-empat temannya harus ikut menahan dirinya, menenangkan dirinya.
Raina terdiam, dan terduduk meratapi keadaannya saat ini. Ia benar-benar merasa hancur bila ibunya akan meninggalkannya. Ia tak mau itu terjadi, satu-satunya sumber kekuatan dirinya hidup adalah Nur. Mana mungkin ia bisa hidup tanpa kehadiran Nur yang selama ini terus memberikan kekuatan kepadanya.
"Harusnya gue gak pergi!" teriak Raina kesal pada dirinya sendiri.
"Raina." panggil salah seorang dengan lembut, seraya memegangi kedua tangan kurus itu.
Bumi disana, cowok itu tengah menggenggam erat tangan Raina seraya tersenyum berusaha memberikan kekuatan lewat senyuman dan genggaman.
"Ini bukan salah lo, ini cuma kecelakaan. Gue yakin, setelah ini Tante akan sadar karna kan tante orang yang kuat." Bumi memeluk erat tubuh Raina, sampai akhirnya gadis itu menangis lagi.
Bumi mengusap lembut punggung Raina dengan mata yang tertuju ke arah sosok di balik tubuh Hendri.
Sosok yang tak asing dimatanya, sosok yang sampai detik ini tak ingin ia temui tapi malah bertemu di tempat semacam ini.
Mata Bumi membulat, menunjukan ekspresi tak percaya bahwa sosok itu ada disana.
Merry Irawan, sosok itu ada disana, tengah berdiri dengan wajah sama-sama terkejut dengan Bumi.
"Mamah?" gumamnya dalam hati.
....
Raina sudah lebih tenang. Cewek itu kini tengah duduk di samping tempat tidur ibunya seraya terus memegangi tangan kurus Nur yang saat ini masih dalam keadaan koma.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's Love In Class
Fiksi RemajaMasa lalu yang membawanya menjadi seorang pengecut dan sebuah ketakutan yang membuatnya takut untuk mencintai dan dicintai. Namun, semua rasa itu hilang sekejap seperti tertiup angin menjauh darinya ketika seorang anak remaja datang membawa sedikit...