Indira
Gue kesemsem asli deh sama ponakan si stonecold Fachri ini. Adam emang cute as hell. Dia lengket selengket-lengketnya sama gue. Kayaknya emang bener, si Adam ini langsung bisa bedain mana cewek cakep, mana yang maha cakep.
Dan dia sepertinya tahu kalau gue masuk ke kategori kedua. Hahaha.
Saat gue masih sibuk ndusel-ndusel perut gembulnya si Adam, tiba-tiba aja Kikan keluar dari dapur dan bawa kue ulang tahun buat gue.
Tanpa gue bisa cegah, itu satu rumah yang isinya rame banget sama keluarga gue, nyanyiin lagu Happy Birthday. Adam yang masih digendongan gue pun ikut tepuk tangan sambil berceloteh kagak jelas.
Gue emang berusia 26 tahun di tanggal 1 Januari ini. Malam tahun baru tadi malam juga udah dirayain kok di rumah Opung. Cuma emang keluarganya Bou Diana nggak ikutan karena mereka juga sudah keburu ada acara bareng keluarga papanya Fachri.
Kak Eka mengambil Adam dari gendongan gue dan meminta agar gue mendekati Kikan buat tiup lilin.
Gue pasang senyum semanis mungkin ke seluruh anggota keluarga, dan mereka balas senyum balik kecuali si kutu kupret Fachri. Dia memasang tampang datar saat matanya bertemu pandang dengan gue, lalu mengirimkannya langsung ke kue ulang tahun yang dipegang Kikan.
"Ayo ditiup, Sayang. Itu dari Fachri buat Indri."
Boong banget. Lah gue seharian sama ini anak dia juga kagak sadar gue ulang tahun, tapi gue tetap pasang senyum tercantik.
"Makasih, Fachri. Makasih semua. Aku tiup lilinnya, ya."
Tanpa make a wish segala, gue tiup langsung lilin dengan angka 26 itu. Mereka bertepuk tangan lagi saat api di lilin itu padam.
"Happy birthday ya, Kak. Semoga bisa sampai ke pelaminan dengan Bang Fachri."
Luar biasa banget doa si Kikan ini buat gue. Sebegitu pengennya kah mereka sekeluarga bermenantukan gue?
"Thankyou, Kikan," gue balas diplomatis.
"Sekarang potong kuenya, ya," pinta nyokap yang entah kenapa ikut-ikutan meriah malam ini.
Tadi malam bukannya udah makan kue, ya? Nyokap lapar apa demen nih?
Kue ulang tahun berbentuk bundar itu sudah diletakkan di atas meja ruang tamu. Kikan menyerahkan pisau dan piring keramik kecil. Gue memotong kue yang sepertinya lezat ini.
"Aduh, first cake nya buat siapa, ya?" bisik-bisik Hana dan Kikan dapat ditangkap telinga gue dengan jelas.
Itu dua anak muda kayaknya berharap banget gue kasih ini ke Fachri. Soalnya mata mereka melirik-lirik si patung dari tadi."Karena tadi malam Papa, Mama dan yang lain udah makan kue tadi malem, jadi potongan pertama ini akan aku kasih buat..."
Sumpah, ya, bukan cuma mata Hana dan Kikan aja yang berharap banget ini kue gue kasih ke Fachri. Gue menemukan binar yang sama di mata Kak Eka dan suaminya, Bou Diana, Nyokap, dan Papi. Kalau Amangboru Laung sih kalem dan sulit dibaca, mirip anak laki-lakinya.
Gue lirik lagi 'calon suami' gue, dia balas menatap. Lima detik lebih kita berdua pandang-pandangan.
Baiklah, sebagai ucapan terima kasih karena dia sudah traktir gue makan enak plus bayarin belanja gue di Sogo tadi, plus lagi gue mau mendapatkan pahala dengan menyenangkan hati semua orang, maka gue melangkahkan kaki menuju si calon imam, lalu melakukan akting dengan pura-pura senyum shy-shy cat, menyerahkan piring keramik berisi satu slice kue.
"Ciyeeeeeeee," Hana dan Kikan berseru kompak.
"Dasar pasangan alay," itu ejekan si Ibas yang dari tadi sibuk jadi tukang potret keliling. Tapi gue tahu dibalik ejekan itu dia membenarkan tindakan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial
General FictionAwalnya Indira dan Fachri menolak dan menyangkal perasaan masing-masing saat dijodohkan oleh orang tua mereka, sampai akhirnya mereka setuju juga dengan rencana perjodohan tersebut. Semua berjalan mulus sampai akhirnya mantan pacar Fachri bernama Al...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi