Indira
Pandawa 5 memborbardir gue di grup WA dengan countless questions tentang pria yang dijodohin dengan gue. Jujur, bosen gue ngejawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Kayak nggak ada bahasan lain aja gitu.
Sekarang aja, mereka berhasil menggeret gue ke sebuah restoran baru yang dekat dengan Bank tempat Oliv bekerja. Tepat sebelum gue mesan ojek online buat pulang, Ajeng menelepon dan bilang dia sudah deket banget dengan PI. Memang cewek absurd satu itu sering kali bertindak surprising.
Kadek dan Oliv sudah menunggu di restoran. Renata membatalkan janji last minute karena tiba-tiba saja Kahfi, tunangannya itu, datang ke rumah bersama sepupu-sepupunya. Tentu aja cewek itu nggak tega ninggalinnya.
Iri deh sama Renata. Gimana ya dia bisa dapat cowok yang bukan Cuma cakep, pinter, baik, dan asik diajak ngomong juga?
"Pesan apa aja, gue yang traktir," ucap Kadek sambil membaca buku menu.
Gue dan Ajeng bersorak kegirangan. Oliv Cuma geleng-geleng kepala.
"So, sekarang lo bisa cerita detail soal sepupu super duper jauh banget lo itu," tembak Ajeng begitu waitress berlalu setelah mencatat seluruh pesanan kami.
Gue menghela napas. Dasar Ajeng. Manusia tanpa tedeng aling-aling.
"Perasaan gue udah sering ngomong di grup, deh," kilah gue.
Ajeng menggeleng. "Lo mah di grup jawabnya singkat-singkat banget."
"Gini, deh, mending lo semua kasih pertanyaan. Nah, gue jawab satu-satu. Jujur, gue bingung mau ngomongin apa lagi soal dia," gue pasrah.
"Cakep, nggak?" Kadek memulai interview.
Gue mengangguk. "Not bad. Tinggi, badannya proporsional."
"Beneran orang Batak?" pertanyaan kedua datang dari Oliv.
"Namanya aja Fachri Umaro Nasution. Kurang Batak dari mananya lagi?" cecar gue.
Oliv mengangguk-angguk. "Jadi Namanya Fachri. Baru tahu lho kita-kita. Selama ini kan lo nggak pernah bilang namanya."
"Sifatnya kayak Fachri di Ayat-Ayat Cinta? Kalem-kalem menghanyutkan gitu?" goda Ajeng.
Gue mencibir. "Kalem iya, menghanyutkan mah kagak. Lagian, Amit-amit kalau dia kayak Fachri di Ayat-Ayat Cinta. Kalau kawin beneran, bisa dimadu gue."
Mereka serempak tertawa. Sialan. Gue jadi bahan candaan sekarang. Biasanya gue itu di tim yang ketawa selebar mungkin.
"Berarti lo sekarang mulai menerima ide perjodohan ini, In? nggak nyangka gue. Sebulan belum nyampe, udah luluh aja lo sama dia," Ajeng tersenyum sinis saat mengatakannya. "Jangan bilang bulan depan, keluarganya yang dari Medan sana udah dateng aja ke Tangerang buat ngelamar."
Pesanan minum kami datang. Daripada menanggapi omongan nggak penting si Ajeng, gue memilih meneguk Jus Stroberi yang gue pesan. Oliv dan Kadek terkikik melihat tingkah gue.
"Menurut lo, apa yang membuat bokap nyokap lo yakin kalau si Fachri-Fachri ini orang yang tepat buat lo?" tanya Oliv dengan wajah yang serius.
Gue mengerutkan kening, berusaha mengumpulkan informasi soal kebaikan-kebaikan yang dimiliki Fachri.
"Keluarga gue kenal baik dengan keluarga dia. Dia juga berbudi pekerti luhur," Kadek dan Ajeng tercengang mendengar penuturan gue. "Beneran berbudi pekerti luhur, girls. Dia luruuus banget anaknya. Rajin sholat. Sama orang tua itu sopan banget. Nggak pernah sepik-sepik buat nyentuh gue. Sayang keluarga juga sih kayaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial
Ficción GeneralAwalnya Indira dan Fachri menolak dan menyangkal perasaan masing-masing saat dijodohkan oleh orang tua mereka, sampai akhirnya mereka setuju juga dengan rencana perjodohan tersebut. Semua berjalan mulus sampai akhirnya mantan pacar Fachri bernama Al...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir