The Change - Part 14

9.6K 823 21
                                    

SANGAT mudah mencari sosok Galena di rumah ini, ada jejak kaki berdarah di mana-mana, hanya dengan mengikutinya dengan mudah akan menemukan Galena. Vano meletakan kotak p3k, sebaskom air es dan handuk kecil di atas meja.

Galena menatap peti mati Galen dengan tatapan yang tak bisa di artikan dari jauh. Marah, kecewa, sedih, menyesal semua emosi itu menjadi satu. Tiba-tiba tubuhnya terangkat, Galena hanya diam tak memberontak saat Vano membopongnya. Vano mendaratkan Galena di sofa, pria itu berjongkok dan mulai membersihkan luka di kaki Galena.

Bahkan Galena tidak meringis sedikitpun saat Vano membersihkan lukanya. Galena masih terdiam dan melamun.

Setelah membungkus kaki Galena menggunakan perban, Vano mengambil baskom yang berisi air es dan handuk kecil. Ia membasuh handuk kecil itu kemudian di tempelkan di pipi Galena, bekas tamparan Samuel tadi. 2 kali di tempat yang sama, bibir Galena sedikit robek di buatnya.

"Aku minta maaf, tadi aku cuma khawatir sama kamu." ujar Vano setelah mereka saling terdiam cukup lama.

Galena masih terdiam tidak mengeluarkan suaranya. 'Bahkan, setelah gue usir lo beberapa kali lo masih tetap di sisi gue . . . Gue takut kalau lo tau apa yang sebenarnya terjadi sama gue, lo bakal tinggalin gue, gue takut Vano.'

"Kamu mau bilang apa?" tanya Vano mengerti dari arti tatapan Galena.

Galena menatap Vano sendu. "Lo kok bisa di sini?"

Vano mengulas senyuman kemudian kembali memasuh handuk tadi menggunakan air es yang berada di baskom. Di tempelkan handuk kecil itu di pipi Galena.

"Kamu tahu mobil putih yang selalu ikutin kamu kemanapun kamu pergi?" hanya dengan pertanyaan itu, Galena mengerti bagaimana Vano bisa ada di sini.

"Vano," panggil Galena setelah terdiam cukup lama.

"Ya?"

"Thank you," 2 kata yang jarang terlontar dari bibr Galena akhirnya terucap.

Vano hanya menjawabnya dengan senyuman, ia membereskan peralatan medis nya.

Waktu sudah menunjukan pukul 2 pagi, Galena masih terdiam sambil melihat peti itu dari kejauhan. Samuel mengharamkannya untuk mendekati jasad Galen.

Papa nya, telah meninggalkannya. Janji yang di buatnya tak akan pernah tersampaikan kepada Galen. Papa nya meninggalkan nya dengan perasaan kecewa kepada dirinya.

Kalimat-kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Galena membuat kepalanya berdenyut sakit.

"Kamu gak mau lihat jasad om Galen buat terakhir kalinya?" tanya Vano menyadari arti tatapan Galena.

Galena menatap manik Vano dengan penuh harap. "Boleh?"

Vano menganggukan kepalanya kemudian mengulurkan tangan kepada Galena. "Ayo," ajaknya.

Galena menyambut tangan Vano kemudian berjalan mendekati peti itu. Hati nya terasa di remas melihat Galen terbaring tenang dengan wajah tampannya. Benar-benar tenang, seakan ini adalah memang waktu yang paling di tunggu pria paruh baya itu.

Galena menundukan kepalanya dan mengusap rambut Galen pelan. "Papa pasti ketemu sama mama ya di sana?"

"Tolong sampaikan, putri manisnya ini merindukan ibunya. Glen berdosa banget kali ya sama papa dan mama. Glen gak nepatin janji Glen ke papa, Glen gak pernah perduli sama mama."

Galena menarik napasnya dalam-dalam, dadanya terasa semakin sesak. Vano masih setia merangkul dan berdiri di sampingnya.

"Bahkan waktu papa atau mama sakit, Glen gak bisa berbuat apa-apa. Glen gak berguna banget,"

The Change [EKSKLUSIF DI WEBNOVEL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang