Necklace

137 27 12
                                    

Senyaman itu tinggal di titik semu. Sampai lupa, ada titk seru.

- Reynan -

Motor ninja berwarna hitam sudah terparkir di garasi rumah Reynan. Ia merlihat ada mobil berwarna hitam yang sudah ada sebelum motornya terparkir disana dan tidak asing di mata Reynan. Cowok itu melangkahkan kakinya menuju rumah megah nan mewah, hingga berhenti di depan pintu berwarna putih dan membukanya.

Reynan berhenti di ruang tamu. Saat melihat pria paruh baya yang tengah duduk di sofa kulit dengan beberapa berkas dari kantornya.

"Dari mana kamu, Rey? Jam segini baru pulang?" Ucap Andi, papa Reynan yang bertanya kepada Reynan.

Reynan yang mengenakan jaket hitam parasut bertulisan NASA di bagian dadanya hanya bediri diam.

"Latihan band Pa," jawab Reynan singkat.

"Bukannya kamu dari rumah temen kamu?" Tanya Andi dengan melepaskan kacamatanya dan diletakkan di meja.

"Emang sepenting itu Papa harus tahu?" Tanya Reynan balik.

Andi menarik bibirnya keatas. "Masih inget pulang kamu, Rey? Nggak sekalian tinggal di luar?!" seruan itu terdengar sedang naik pitam, hingga menggelegar di dalam rumah.

Reynan masih berdiri ditempatnya tadi dan siap membuka mulutnya itu untuk melontantarkan kata – katanya yang tertahan di mulutnya dari tadi. "Seharusnya Rey yang nanya. Kenapa baru pulang Pa? Setelah Mama pergi, Papa nggak pernah ada di rumah? Apa Papa lebih suka bisnis, atau milih tinggal sama perempuan murahan di hotel?" Ucap Reynan.

"Sembarangan kamu!" Sentak Andi dan berjaan mendekat pada Reynan dan langsung menghempaskan telepak tanganya di pipi Reynan.

Tubuh Reynan mundur beberapa langkah, cowok itu mengarahakan lidahnya ke didin dalam pipinya. Rasanya panas dan perih, Reynan hanya menggenggam kuat jari – jarinya hingga membuat kepalan di sisi celananya.

Reynan menatap Andi tak kala tajamnya. Cowok itu langsung memutar badannya dan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dengan amarah yang masih menggebu – gebu didada Reynan.

'Tampar gue Pa. Mau Papa ngomel pun nggak akan nada jalan keluarnya. Dipikir kuping gue nggak pengang dengar dia ngoceh kayak kereta api lewat. Lebih baik gue kabur dari pada kena marah sama kembaran mak gambreng.' Batin Reynan saat melemparkan tas navy –nya sembarangan dan langsung membanting tubuhnya di tempat tidur.

Reynan diam, larut dalam pikirannya sendiri. Dengan tangan kiri yang ia lipat sebagai bantal di kepalanya dan tangan kanannya di letakkan di atas perutnya. Matanya mentap langit – langit kamar hingga terlintas satu benda di kepalanya. Reynan kembali berdiri mengambil tas navy yang dilemparnya dekat pintu kamarnya.

Dengan cepat Reynan membuka resleting tasnya, dan mengambil almamater yang senada dengan tasnya itu. Dirogohnya saku almamater pada bagian dalam, hingga sebuah kalung perak ada di tanganya sekarang.

Laki – laki itu kembali diam, memandang kalung perak dengan ukiran huruf yang rapi. "Ini kalung siapa ya? Sedangkan hari ini, gue dari pagi udah ketemu sama cewek lebih dari satu dan. Nggak mungkin lah gue nemuin pemiliknya dengan gampang," Ujar Reynan yang bicara sendiri sambil mengusap dagunya.

"Anna nggak suka pakek kalung. Tapi, huruf awalnya aja F. Fyra? Nggak namanya Afyra. Awalannya aja udah A," Reynan masih fokus melihat kalung di peganganya itu dan sesekali Reynan mengelus – elus ukiran hurufnya.

Tiba – tiba muncul perempuan yang membuka pintu kamar Reynan dan membantingnya cukup kencang hingga menimbulkan suara. Perempuan berhijab itu duduk di sisi kasur tepat disamping Reynan. Namun wajah perempuan itu sedang tertekuk dengan tangan terlipat di depan dada.

ReynanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang