Selalu Salah

112 26 21
                                    

"Reynan!"

Panggilan bernada berat yang sangat familiar di sepasang telinganya itu sontak membuat seorang laki-laki berseragam putih abu-abu berantakan yang berbalut jaket boomber hijau army itu berhenti di tempatnya ketika baru saja masuk. Dia berdiri di dekat ruang tamu, pada rumah mewah bergaya Eropa. Tas berwarna biru Navy masih bertengger di sebelah bahunya. Rahangnya yang tegas, mengeras.Menunjukkan betapa tidak sukanya ia mendengar suara itu lagi. Rambut hitam legamnya acak-acakan, habis terkena angin.

" Dari mana kamu?! Main sama temen kamu yang berandalan itu?"

Reynan bergumam malas. "Kenapa emangnya?"

"Reynan!! kalo papa ngomong ngeliat kek papa!"

"Males," kata Reynan " Lebih baik kita urusi urusan sendiri. Papa urusi urusannya papa. Dan Rey urusin urusan Rey, adil kan. Kalo itu sarannya Reynan sih. Ketimbang darah papa naik cuman gara-gara ngomelin Reynan. Lebih enakan papa di luar kota, cuman duduk sama tanda tangan aja kan."

"Reynan! Tutup mulut kamu!" seruan itu terdengar marah, menggelegar di dalam rumah. Tanpa di sadari Hendri-papanya telah berada di sampingnya. Reynan masih tegak di tempat. Hendri menarik pundak Reynan, hingga membuat tubuh Reynan menghadap kepadanya. "Kamu pikir kamu bisa hidup tanpa uang dan fasilitas yang papa kasih?! Kamu pikir papa kerja bukan untuk kamu?! Motor yang pakek itu uang siapa yang beli?! Pikir dulu kalo ngomong!" desis Hendri.

Reynan masih diam dan berdiri di menghadap Hendri. "kenapa kamu diam?? Masih mau ngatur orang tua atau ada keritik yang lain?? Sadar kamukan?"

"Makasih pa, atas ceramahnya... Dan satu lagi, Reynan cuma mau ingetin! nggak akan ada yang bisa gantiin posisi mama di keluarga ini. Perempuan yang papa pilih itu cuman cewek murahan yang mau meroroti uang papa." ucap Reynan santai sontak kontan menyulut api yang semula padam kini berkorban di dalam diri Hendri. Laki-laki paruh baya itu mendekat dan lemparkan satu tamparan kepada anaknya.

Cletarr!!
Suara tamparan yang keras tepat mengenai sebelah pipi Reynan. Hingga membuat tubuh Reynan jatuh di ubin yang dingin, laki-laki itu hanya terkekeh dan membersihkan bajunya.

Tidak tanggung-tanggung, Hendri mendekat dan menghajarnya kembali dengan satu pukulan. "Susah paya papa buat sekolahi kamu. Tapi sikap kamu bukan kayak anak sekolah yang sepantasnya. Ini balas kamu buat papa?!" Suara Hendri semakin tinggi, menunjukkan betapa marahnya dia terhadap anaknya.

Ujung bibir Reynan sudah mengeluarkan cairan berwarna merah. Pipi kanan juga sudah lebam terkena tamparan dari Hendri. Reynan hanya kembali berdiri dan melemparkan sebuah senyuman."kenapa nggak di lanjutin pa? Ayo tampar lagi atau mau tonjok lagi!"

wajah Hendri kembali memerah dengan geraham yang bergemelutuk geram. Hendri memegang kerah baju Reynan, dan ingin menghajar kembali anaknya. Reynan menatap Hendri-papanya dengan tatapan yang tajam.

"Emang benerkan papa ada hubungan sama sekretaris kantor papa. Buat apa papa punya perempuan nakal yang akan membuat semua aset papa hilang. Jaman sekarang masih ada perempuan yang cantik dan mau nikah sama om om itu cuman alasan satu, uang!" ucap Reynan.

Emosi Hendri sudah sangat dipuncak mengingat ia mendengar ucapan Reynan di hadapannya langsung.

"Kenapa kamu bilang begitu? Kamu mau ngambil alih perusahaan papa? Ini bukan waktunya. Karena seluruh perusahaan papa akan di warisi untuk kamu." ucap Hendri dengan penegasan.

"Sayangnya Reynan nggak akan ngambil alih perusahaan papa. Rey juga punya mimpi buat mewujudti harapan Rey sendiri. Maaf tapi lebih baik papa cari yang lain. Karena di rumah ini bukan Rey aja anak papa tapi, masih ada kak Vya. Di juga kuliah ngambil jurusan mejemen bisnis." ucap Reynan.

ReynanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang