9. Janji Abu Abu // Seharian bersama (2)

30 4 2
                                    

Kami berjalan kearah parkiran yang terletak didekat pos satpam sesudah gerbang sekolah. Parkiran ini tidak begitu luas mengingat lahan sekolah yang terbatas. Parkiran sudah tidak ramai tetapi tidak begitu sunyi, ada anak laki-laki yang duduk diatas motor membincangkan sesuatu, ada juga yang tampak mengeluarkan motornya. Aku menatap sebuah motor matic bewarna merah yang bersih dan sebuah helm pink bertempel steacker monster ink yang aku sukai.

Erno sedang mengeluarkan motor dari parkir dan memasang helm hitamnya. Ia menaiki motor dan menjalankan kearahku yang menunggu didepan pos satpam.

"Naik, tapi gue gak bawa helm dua" Erno mangajak ku naik ke jok belakang motornya.

Aku mengeryitkan dahi bingung dan berpikir, "Aku pulang sama lo?" tanyaku tak kunjung naik dan pulang bersamanya.

Erno tampak menghela nafasnya berat, mungkin jengah melihatku, "Lah iya... " jawabnya dengan nada menahan jengkel.

"Kenapa?"

"Ckk, ternyata lo bego ya! Udah naik lo mau pulang naik apa kalau abang lo gak jemput? Naik bus? Udah... udah kelamaan lagian kita satu arah kok," Erno menyudahi pidato panjangnya.

"Bayar bensin ga ni?"

"Hah!!!? Lo serius.. Aiishh kok bisa ya gue jumpa anak Ipa 1 yang terkenal pintar dan kebetulan juga lo cantik tapi bego gak ketulungan. Kebanyakan mikir gue tinggal!" ancam Erno. Padahal aku kan gak takut ya.

"Iya iya cerewet banget lo jadi laki!" aku naik kemotor Erno agar menyudahi bicara panjang. Baru kali ini aku lihat seorang cowok cerewet lebih pada cewek.

Tapi Erno belum juga menjalankan motornya. Aku menepuk helm yang dipakai Erno sehingga dia menoleh kebelakang.

"Apa?!"

"Jalan... bengong lo!"

"Lo gak bakal peluk gue ni?" tanyanya dengan nada jail.

"Banyak mau ya lo!" aku menyubit perut Erno keras.

"Ahh.. ah iya iya!" Erno meringis dan menyingkirkan tanganku dari perutnya yang lumayan keras itu, sepertinya Erno punya roti sobek. Wajar sih karena dia kan rajin olahraga.

Erno menjalanan kan motornya dengan kecepatan sedang. Aku menikmati angin sore yang menerpa wajahku, membuang rambutku yang dikucir satu berobang ambing tersapu angin tak tentu arah. Bisa dipastikan setelah ini rambutku akan kusut.

Sebenarnya aku suka naik motor tapi tidak bisa mengendarai karena Mama tidak pernah mengizinkanku belajar memgendarai motor. Alasanya simple karena Mama pernah jatuh dari motor dan menyebabkan lututnya luka dan berbekas hingga kini.

Padahal aku sudah sering membujuk Mama karena melihat teman SMP ku dulu banyak yang pandai mengendarai motor sedangkan aku hanya bisa naik sepeda. Tapi jika Mama sudah berkata tidak apa boleh buat aku tidak bisa menentangnya. Tak bisa dan tak ingin jadi anak durhaka.

"Lo senang yaa naik motor ley?"tanya Erno berteriak dari depan.

"Iya gue suka.." sahutku dengan berteriak pula.

"Bisa bawa gak?"

"GAK!"

"Ah cemen lu. Bawa motor gabisa, main basket takut bola, anak Ipa bego pula trus doyan makan gamau olahraga banyak lemak tau!"

Aku memukul helm nya keras bahkan tanganku yang sakit bukan helm nya. "Lo bisa ga sii, sekali aja gak bacot!? Capek gue dengarnya. Dan motor itu memang gak dibawa tapi disetir!"

"Gak! Gue emang suka bacot jadi suka suka gue lah. Mulut juga mulut gue! Yang disetir itu mobil bukan motor ogeb si lo!" rupanya Erno selain cerewet juga tidak mau kalah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JANJI Abu AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang