Pasrah - 9

20 4 7
                                    

Sedari tadi kakiku melangkah. Dan aku baru merasakan keanehan. Sangat-sangat aneh. Salju itu sudah tidak ada lagi. Maksudku setelah aku dan Bryan keluar dari istana, cuaca sangat cerah. Tidak ada salju dan air hujan. Hanya ada pancaran sinar matahari yang semakin lama semakin memudar karna tertutup rerimbunan. 

Dan apa?! Aku baru menyadarinya..

"Bryan.. berhentilah merajuk. Ini sudah siang.." kata-kataku berhasil membuat Bryan menoleh ke arahku. Bagaimana tidak, jika aku berbicara dengan nada manjaku. "Maka dari itu.. jangan buat aku merajuk.." ucapnya sembari menghampiriku yang berjarak 5 langkah dari tempatnya berdiri.

Kini tangannya bermain manja di rambutku. Menyibakkan poniku yang sedikit berantakan. Aduh, malu. Sudah berapa hari aku tidak keramas??!!

"Ayo!" ucap Bryan semangat. Tangannya beralih menggenggam tanganku erat. Kini, aku berjalan beriringan dengannya. Kenapa tiba-tiba bersemangat?

Setelah lama kami berjalan, entah dari mana goa ini bisa ada. Goa yang sangat lebar dan gelap. Bahkan aku tidak bisa melihat dalamnya. Tidak ada jalan lain selain melewati goa ini. Mungkinkah ada ujungnya?

Terpaksa, Bryan tetap melangkahkan kakinya. Tangannya masih menarik tanganku lembut. Ia bersiap untuk menjagaku kapanpun dan dimanapun. Apalagi dalam situasi seperti ini. Sungguh, aku takut gelap.

"Bryann..." panggilku disertai deheman dari Bryan. Suaraku bergetar. Tangan kananku beralih meraba lengan kokoh Bryan. Memilih bergelayut manja. Maksudnya bukan bergelayut manja, tapi mencari perlindungan di balik lengan itu.

Geezzz... tiba-tiba saja ada danau. Ya, danau di dalam goa. Dan untungnya lagi, ada perahu cukup lebar terkapar di pinggir danau. Suasana masih tetap gelap. Hanya ada satu sampai dua pancaran sinar matahari yang sedikit menerangi.

"Kita harus naik perahu itu, Ken."

"Aku takut Bryan."

"Jangan takut. Aku disini."

Erhhh... dasar si manis Bryan. Selalu bisa membuat tubuhku bergetar akibat kata-kata manisnya. Terdengar sangat protektif. Dan aku menyukainya.

Tunggu, tunggu. Tapi apakah yang sedang kulihat ini benar? Memangnya apa yang kulihat? Ah, aku tidak tahu pasti. Apa yang sedang mengganggu mataku di depan sana.

"Kenapa mereka menyala, B-Bryan?" sungguh, bibirku bergetar hebat saat mengucapkan kata-kata tadi. Apa yang menyala? Bryan, aku sangat takut.

"Hei, perhatikan langkahmu. Kau bisa saja terjatuh nanti." Apa yang baru saja dikatakan oleh Bryan? Apa dia tidak mendengar penuturanku yang terdengar begitu ketakutan. "Bryan. Mengapa mereka menyala?!" pekikku. Tak terasa air mataku jatuh saat ini. Saat aku ingin melangkahkan kakiku untuk beralih naik ke perahu yang terkapar tadi.

Seketika, Bryan menarik pinggangku ke dalam pelukannya kembali. Karena apa? Karena aku hampir saja tercebur ke dalam danau itu. Kakiku terpeleset saat hendak menaiki perahu. Perahu kayu yang memiliki ukuran cukup besar. Air mataku semakin jatuh. Kini tubuhku seakan tak berdaya berada dalam pelukan Bryan. Pelukan ini sungguh membuatku meremehkan semua tantangan yang ada. Aku tidak harus selalu mengandalkan Bryan demi keselamatanku, bukan?

"Apa yang kau lakukan, Kenzie?!! Kau membuatku khawatir!" dekapannya semakin erat. Membuat tubuhku semakin lemas dan sungguh tak berdaya. Aku menangis bebas disini. Di dalam goa yang membuat suara tangisanku semakin menggema.

"Aku, aku bosan dengan semua ini, Bryan.." lirihku. Tanganku masih tak ingin melepas pelukan Bryan. Keluh kesahku seakan membeludak kali ini. Bryan benar-benar membuatku merasa nyaman kali ini.

"Hei, kau bicara seakan kau melewatinya sendirian. Ada aku disini, heh." Katanya sembari mengurai pelukannya sebentar. Ya, hanya sebentar sebelum kemudian ia kembali memelukku erat. Menenangkan apa yang sedang kupermasalahkan.

"Berhenti menangis atau aku akan menenggelamkanmu disana." Jangan katakan hal itu sekali lagi kumohon, Bryan. Atau aku akan benar-benar kaku ketakutan.

Bryan membantuku menaiki perahu itu lagi. Dengan perlahan namun pasti. Tangan kekarnya sibuk menahan sana-sini. Satu tangannya memegang erat tanganku. satu tangannya lagi memegang erat pinggiran perahu kayu itu agar tidak berlabuh seenak jidat.

Sekarang, giliran ia yang menaiki perahu ini. Perahu ini lumayan besar, atau bahkan sangat besar jika harus di tempati oleh dua orang saja. Ada beberapa dayung di pinggirannya. Siapapun yang menaikinya hanya tinggal menggerakkan dayung itu pada arah yang semestinya. Aku mengikuti gerakan Bryan. Menggerakkan dayung besar itu dengan sekuat tenaga. Sesekali Bryan mengacak rambutku gemas, mungkin.

Apa yang sedari tadi mengganggu pemandangan di depan mataku mendekat. Bukan mereka yang mendekat. Tapi aku, Bryan dan perahu ini yang mulai mendekati mereka. Mereka? Apa maksudmu, Kenzie?

Mungkinkah semacam monster atau...halusinasi? tentu saja bukan. Ternyata, 'mereka' yang kumaksud hanyalah beberapa kehidupan pohon menjulang tinggi. Mereka hidup di tengah gelapnya goa. Mereka juga menyala, memancarkan sinar remang yang sangat indah. Aku terkagum setelah mengetaui kebenarannya.

Malu jika harus menatap Bryan untuk hal yang sebenarnya tidak sesuai pikiranku.


The Adventure BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang