Happy Reading
☣️☣️☣️☣️Seperti biasa, Jopan masih berkutat dengan lembar-lembar hasil ujian muridnya. Kesibukannya semakin bertambah setelah pria berusia dua puluh delapan tahun itu mendapatkan kesempatan menjadi wali kelas.
Tanggung jawabnya semakin berat, tidak hanya mengajar tapi sebagai wali kelas ia harus mampu membimbing, memediasi dan membuka pintu bagi murid menuju sebuah mimpi untuk masa depan yang cerah.
Seperti saat ... ini. Setelah mencari bahan pelajaran lewat internet ia kembali disibukkan dengan berbagai macam keluhan dari tiap guru yang mengajar di kelasnya. Beragam masalah dari hal kecil sampai yang besar.
Entah sudah berapa kali ia melenguh panjang. Anak didiknya kali ini semakin menjengkelkan. Mulai dari Fatris yang lebih ingat bawah pensil alis ketimbang pena, Seruni main ponsel, Icha ngerjain tugas mata pelajaran lain hingga Tio yang membolos dan berkeliaran mengamen di jalanan.
Buat apa Tio mengamen, bukannya dia anak orang kaya?
Jopan memijat keningnya tak habis pikir dengan kelakuan anak-anak itu. Ternyata menjadi wali kelas tidaklah gampang. Ia merengangkan jari tanganya yang pegal kemudian menyeruput kopi hitam yang sudah dingin karena terlupakan."Belum pulang, Pak Jo?" Suara serak basah milik Putri guru yang dikenal killer mengangetkannya.Ia menatap Arloji yang melingkar di tanganya dan tersenyum. 17:45. Lembar - lembaran itu cukup mencuri perhatiannya
"Bentar lagi, Bu! Nanggung."
"Aigoo ... inilah profesi yang kita pilih. Gajinya nggak seberapa tapi kita harus menjadikan anak-anak itu menjadi sesuatu." Putri menepuk bahu Jopan kemudian berlalu meninggalkannya disana sendirian.
"Benar. Menjadikan mereka menjadi seseorang yang berguna adalah tugas kita." Ucap Jopan setuju dan matanya berkeliling ruangan. Sepi. Membuatnya bergidik dan buru-buru mematikan laptop untuk dibawah pulang.
"Seruni, Tio, Niko, Icha, Fatris. Nama-nama yang saya sebutkan barusan tolong ikut Bapak keruangan guru." Ucap Jopan setelah mengakhiri pelajaranya Biologi, dan dibalas tatapan malas dari mereka yang baru saja dipanggil membuat pria itu mendesah putus asa.
Sebelum beranjak dari kelas ia tak lupa melihat ke sudut ruangan.
Ya, di sudut sana ada satu murid yang selalu membuatnya penasaran tengah menenggelamkan wajahnya di atas meja. Hal yang sering ia lakukan saat jam istirahat. Entah ia tidur atau sedang menikmati musik lewat earphone yang terpasang di telinganya.
"Coba lihat hasil ujian kalian" Jopan membagikan hasil lembar ujian muridnya."Bagaimana? Puas? " Tukasnya.
"Pak, kita dah berusaha loh .... " Fatris menanggapi sementara yang lain mengangguk setuju.
"Iya Bapak menghargai usaha kalian, tapi ... selain nilai kalian buruk kalian malah bertingkah. Coba Fatris bacakan yang Bapak lingkari di sana teguran dari Ibu Hana!" Fatris terdiam. Cukup lama. Bukan karena dia tidak bisa membaca, tapi ia berulang kali menatap ke arah Tio.
Ada apa? "Baca," ulang Jopan.Fatris berdecak dan memutar bola matanya kesal.
"Sekolah ini untuk belajar bukan untuk berdandan. Alis tidak perlu tebal dan tinggi-tinngi karena itu bukan cita-cita."
Gadis itu membacanya sangat cepat berharap tak satupun diantara mereka mendengarnya terutama Tio. Tapi sayang telinga mereka masih berfungsi dengan baik Ke empat murid itu terkekeh dan refleks menatap alis Fatris yang tercetak sempurna dan tebal.
"Berdandan, bergosip, iseng, menggunakan ponsel itu dilarang saat pelajaran berlangsung. Kalian sudah kelas tiga, tidak akan lama lagi di sekolah ini. Ujian kelulusan sudah di depan mata. Jadi tolong pergunakan waktu sebaik mungkin dan hargai guru yang mengajar. Mengerti?" Mendengar wejangan gurunya kelima siswa itu menunduk dan ...
KAMU SEDANG MEMBACA
WALI KELAS
Teen FictionCerita pertama terinspirasi dari drama School 2017. Alur cerita sangat berbeda. Silakan di baca dan beri dukungannya dengan cara : Baca - Komen - Vote. _______________________________________ Apa yang membuat Jopan seorang guru penasaran pada muri...