Happy Reading
Perempuan kurang lebih empat puluh tahun itu menyerahkan amplop berisi uang pada gadis yang ada di hadapannya itu.
"Ambil!" Wajahnya terlihat sinis, gadis itu berdecih lalu ... berpikir kenapa kehadirannya selalu dinilai karena uang.
"Kenapa? Apa ini kurang?" Perempuan itu mencecap kopi yang telah dihidangkan pelayan cafe tempat mereka sekarang berada. "Bersyukurlah karena bagaimanapun aku masih berbaik hati memberimu tunjangan," ucapnya kemudian.
Anggi menatap perempuan yang di depannya itu dengan benci dan pelan ia dorong amplop itu kembali pada perempuan itu.
"Aku ingin ketemu Papi," ujarnya dan mendapat senyuman angkuh dari perempuan itu.
"Papi." Perempuan itu kembali meneguk kopi nya. "Apa yang ingin kau lakukan dengannya? Kau kira bertemu dengannya akan mengubah keadaanmu? Jangan harap."
Anggi meneguk salivanya, sebenarnya ia amat benci dengan perempuan yang ada di depanya itu, selalu saja menjadi tembok raksasa antara dia dan Papinya.
"Apa aku harus ke kantornya?" tanya Anggi dengan nada mengancam.
"Papimu lagi di luar negeri, mengurus Perusahaannya yang yaris bangkrut. Kau tahu siapa yang ada di sisinya? Aku. Jangan keras kepala dengan mengancamku seperti yang dulu-dulu akan membuka ke publik bahwa kau putrinya. Gosip itu sudah berlalu dan jika kau mau mengulangnya lagi lakukanlah. Publik akan kembali memandang Ibumu rendah seperti kejadian dulu."
Anggi menghela napasnya panjang, ia kembali mengingat saat ia menemui wartawan dan membeberkan kalau Anggi adalah purti dari pemilik perusahaan minyak yang lagi sering di sorot media karena kesuksesannya.
Anggi yang bersemangat menuntut haknya justru terusir dan mendapat ancaman bertubi-tubi dari saudara - saudara tiri Anggi. Hingga terjalin kesepakatan untuk terus membiayai hidup Anggi dan bisa menggunakan nama belakang Papinya. Yaitu Anggi Bahrelz.
"Aku harus pergi, masih banyak urusan yang harus aku selesaikan, aku bukan seorang pengangguran seperti Ibumu ... "
"Tante. Cukup! Mami tidak pernah tahu kalau aku menghubungi Tante, jadi jaga ucapan Tante yang seakan - akan menyalahkan semua tentang Mami."
"Lalu? Siapa yang harus aku salahkan? Kau?" Perempuan itu tertawa remeh. "Kau mau aku samakan seperti dia. Perempuan perusak rumah tangga orang ..."
"Hentikan Tante! Papi cinta sama Mami,"
"Itu menurutmu. Jika suamiku mencintai Ibumu dia akan bertahan dan meninggalkan kami." Suara perempuan itu sedikit meninggi membuat pelanggan cafe melirik mereka sejenak. "Dia hanya perempuan murahan yang mau tidur dengan pria mabuk. Sampaikan salamku padanya." Bisik Perempuan itu dengan tatapan tajam dan merendahkan.
"Dan satu lagi, janjiku saat itu hanya akan membiayai hidupmu sampai delapan belas tahun. Artinya kau sudah dewasa sekarang. Ambillah karena ini yang terakhir jadi aku memberi lebih dari sebelumnya." katanya lagi sambil mengetok jemarinya di atas amplop itu kemudian berdiri, ia merapikan pakaiannya sebelum meninggalkan Anggi sendirian di sana.
Anggi meremas ujung seragamnya, ia sangat kesal dan jika boleh jujur, gadis itu ingin meludah di wajah perempuan itu. Tapi, Anggi sadar bagaimanapun ia tidak ingin tahu lebih dalam tentang masalalu Ibunya yang memiliki masa kelam sebagai penghancur rumah tangga orang.
"Kau sendirian?" Tiba-tiba seorang pria menenteng gitar menghampiri Anggi, pria itu sedari tadi duduk tepat di meja tak jauh dari Anggi hingga tak sengaja mendengar semua yang mereka bicarakan. Anggi kaget dan wajahnya seketika pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
WALI KELAS
Ficțiune adolescențiCerita pertama terinspirasi dari drama School 2017. Alur cerita sangat berbeda. Silakan di baca dan beri dukungannya dengan cara : Baca - Komen - Vote. _______________________________________ Apa yang membuat Jopan seorang guru penasaran pada muri...