17 Hungover

280 32 39
                                    

Dengan begitu lugas aku mengatakan,

Bahwa pikiranku (masih) merogoh-rogoh mencari namamu.

Kau tahu? Sekarang pun aku (masih) terus berjalan sambil sesenggukan

Mengingat memori yang sedikitpun tak terlupakan,

Teringat kisah yang mendadak aku sudahi.

Tunggu dulu!

Biarkan aku bicara sebentar,

Tenanglah, Aku berjanji

Aku tidak akan membual tentang apa yang sudah-sudah.

Aku akan mengingat lagu saja,

Hingga aku terbuai kemudian tertidur,

Jangan takut, aku tidak akan merampas apa-apa yang masih tersisa. -Faradila Yoshi


***

"Mulutku nggak enak buat makan apapun Mar" Jawabku ketika Ammar berusaha menyuapkan bubur ayam.

Iya benar, Ammar yang datang kerumah dengan memencet bel berkali-kali tadi. Ia sekarang memaksaku untuk makan bubur yang ia bawa –yang aku sempat kepedean kukira itu adalah bubur buatannya– Saat tadi aku sudah senyum-senyum, dia dengan entengnya bilang "Tadi aku beli dijalan, kamu tahu sendiri kan aku mana bisa masak?" Oh iya, aku lupa. Dia bukan Aga yang jago masak. Oke. "Daripada aku masakin kamu, terus kamu malah makin sakit dan nggak jadi sembuh gimana?" Aku hanya mengangguk saja sebagai tanda bahwa aku memahaminya.

Sudah satu bulan ini, terhitung semenjak aku putus dengan Aga aku sedikit demi sedikit menghindari Ammar. Bahkan sudah satu bulan ini aku tidak bertemu dengannya dengan membuat banyak alasan untuk menghindar. Namun salahkan Rhea, dia sekarang bisa berada disini karena Rhea.

"Iya. Sorry. Gue khawatir ninggalin lo sendirian" Begitu jawabannya ketika aku menghubunginya melalui telpon.

***

Sekarang sudah sore, aku sudah meminta Ammar untuk pulang dengan susah payah. Aku mengatakan kepadanya kalau Rhea akan segera pulang, dan lagi aku juga mengatakan ingin banyak istirahat tanpa beban untuk menemaninya walau hanya sekedar mengobrol.

Tetapi kini aku sangat bosan dan aku juga tidak tau mau ngapain lagi? Rhea juga pulang telat karena lagi ada deadline. Hanya jungkir balik di kasur dari tadi, akhirnya memutuskan untuk chat si Fajar.

Me : Bang lagi ngapain?

Terpaksa deh ngechat Fajar, tapi emang kangen juga sama dia, 'Fajar sudah balik dari kantor apa belum ya?'

Fajerun : Mandiin mpus nih.

📷Fajerun send a picture

Jadi, aku sudah bercerita tentang Mpus kan? Itu loh anjing peliharaan yang kudapat dari Aga. Tapi si Mpus jadi lebih dekat dengan Fajar gara-gara dia yang merawatnya selama aku di Bandung. Ingat? Aku berhutang satu cerita, kenapa dia namanya Mpus padahal dia anjing? Sebenarnya Fajar yang memberikan nama, katanya begini pada saat itu "Mpus aja de namanya?"

"Kok Mpus bang?" Protesku kemudian.

"Kan selama ini anjing sama kucing kan selalu musuhan, dan kucing itu takut sama anjing. Jadi kenapa anjing ini nggak dikasih nama Mpus aja? biar dia bisa sayang sama kucing" Setelah mengatakan itu, ia menunjukkan senyum yang penuh arti. Fajar merasa sudah yang paling benar. Aku tidak tau kenapa dia setolol itu. Sampai kapan pun anjing dan kucing tidak akan pernah akur. Tapi demi menghargai dia sebagai papa tirinya Mpus, aku membiarkan dia menamai anjing pemberian Aga dengan nama Mpus. Ah aku jadi merasa sudah menjadi adik yang baik saat itu karena sudah menurut kepada kakak lelakiku satu-satunya dan berkata, "Wow, ide abang sangat brilian! Ade takjub!" Dengan ekspresi bangga yang kubuat-buat.

Caught the PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang