Memang benar, awal mula dari rasa suka adalah tertarik. Tertarik untuk memperhatikan lalu berusaha mengenal secara perlahan.
~•~
Ini pertama kalinya Ranya merasa berdebar saat berhadapan dengan seorang cowok. Demi apa pun, Abyan hanya berdiri di depannya lalu memberikan sebotol minuman isotonik yang sudah dibuka cowok itu, tapi jantungnya sudah berdetak tidak beraturan. Kurang memalukan apalagi dirinya? Padahal Barga jelas sering melakukan hal sesederhana itu, tapi dirinya tidak pernah berdebar seperti ini. Astaga.
"Habis ini, mau latihan band, ya?"
Kepala Ranya mengangguk lalu meneguk minuman yang diterimanya dari Abyan.
Tenang, Ranya. Tenang. Lo harus kalem. Jangan kelihatan norak. Intinya, jangan bikin malu!
Menarik napas dalam diam, akhirnya Ranya mulai bisa bersikap lepas seperti biasanya setelah memberikan sugesti pada dirinya. Sambil berusaha mengabaikan debaran pada jantungnya.
"Btw, lo nggak capek berdiri terus? Mau ke kantin aja nggak?"
Itu tawaran dari Abyan. Bukan dari Ranya. Padahal jelas-jelas saat ini mereka sedang di SMA Nusa Cendekia, SMA tempat Ranya menuntut ilmu.
"Lo nggak apa-apa?"
Abyan terkekeh geli. "Ya nggak apa-apa. Sekalian gue mau lihat, kata anak-anak sekolah gue yang pernah main ke Nuski, katanya kantin sekolah lo bagus banget," ujanya. "Jam segini, kantinnya masih buka, kan?"
Kepala Ranya mengangguk. Dalam hati mengagumi betapa kerennya style cowok di depannya ini. Santai tapi menarik. Apalagi saat Abyan mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. "Ya udah. Yuk."
Dengan langkah yang berusaha santai sambil kadang menyapa adik kelas atau kakak kelas yang menyapanya lebih dulu, dalam hati Ranya tersenyum penuh kemenangan. Berharap kalau cewek-cewek penggemar Barga, dengan otak bergeser yang selalu mengatakan bahwa dirinya bagaikan lintah yang selalu menempel pada Barga, melihat bahwa dirinya bisa jalan dengan cowok yang juga menarik seperti Barga.
"Eh, Ranya. Bareng siapa?"
Nah, ini salah satunya.
Ranya berdecak malas saat melihat siapa yang menyapa dengan gaya sok manis, di depannya ini. Namanya Sindy. Salah satu kakak kelas cewek yang paling sensi dengan dirinya. Jangan tanya pada Ranya, apa alasannya. Karena Ranya sendiri pun tidak tahu. Kemungkinan terbesar adalah karena si Sindy ini amat sangat mengagumi Barga. Karena waktu Barga baru masuk di SMA Nusa Cendekia, si Sindy ini yang paling sering menghampiri Barga untuk mengajak cowok itu makan siang dengan tidak tahu malunya. Padahal Barga selalu menjawab dengan lempeng, "Duluan aja, Kak. Saya bareng sama Ranya."
"Kok kepo, Kak?"
Sindy melebarkan matanya, berusaha memperingati Ranya untuk tidak kurang ajar dengan dirinya, yang adalah kakak kelas.
Melihat itu, Ranya memutar bola matanya sambil tersenyum malas. Apa si Sindy ini pikir, dirinya akan takut berurusan dengan kakak kelas, yang juga adalah salah satu anggota geng dari anak kepala sekolah, si Faricha? Bah! Dia belum tahu siapa Ranya, kalau begitu.
"Udah. Ah. Jangan ganggu saya, Kak. Saya lagi males ngurusin patah hatinya kakak sama sahabat saya. Bhay!" Ranya langsung menarik lengan Abyan untuk meninggalkan Sindy, yang sudah terbengong karena sikap kurang ajar Ranya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barga [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]
Ficção Adolescente[Sudah tersedia di toko buku. Beberapa part sudah dihapus] Sahabat rasa pacar, siapa yang nggak mau? Tapi Barga jelas menolak tawaran itu. Sebab baginya, status pacar bisa jadi mantan tapi tidak dengan persahabatan. Karena ini tentang Barga yang san...