Genius of Unicorn (Part 3)

320 15 0
                                    

Malam yang dingin. Quina tak kunjung sadar sejak dari tadi. Detak jantungnya tetap normal. Debi sangat khawatir.
"Permisi, apakah Anda adalah salah satu anggota keluarga pasien?" Tanya seorang dokter, dengan perawat di sampingnya.
"Saya temannya. Saya akan menghubungi keluarganya nanti." Jawab Debi dengan kebingungan. Wajahnya nampak sedikit pucat. Hatinya pun bingung, kenapa ia sekhawatir ini padahal hubungannya dengan Quina hanya teman biasa. Tidak terlalu dekat.
"Saya hanya ingin memberitahu bahwa pasien bernama Quina ini kondisinya sangat kritis. Saya tidak bisa memastikan keadaannya akan baik-baik saja." Kata sang dokter.
"Lalu, apa yang terjadi pada Quina dok?" Tanya Debi.
"Dia menghirup larutan asam yang sangat pekat dan berbahaya, hampir saja membakar paru-parunya. Dan... Perawat saya menemukan virus yang menggerogoti tubuh Quina." Jelas sang dokter secara detail.
"Apa? Virus? Itu tidak mungkin Dok. Quina sedang melakukan rekayasa genetika. Apa hubungannya dengan virus?" Tanya Debi heran, merasa ada kejanggalan.
"Virus itu sangat mematikan. Itu ditemukan pada ujung tabung reaksi berukuran makro yang bocor." Jawab sang dokter.
"Bagaimana itu bisa terjadi? Apa nama virusnya Dok?" Tanya Debi lagi.
"Itu bisa terjadi pada setiap peneliti. Makanya, Quina seharusnya lebih berhati-hati. Kebocoran yang teridentifikasi hanya sebesar jarum pentul saja. Nama virusnya Antraksea, ini diakibatkan larutan dan sampel yang digunakan tidak sinkron." Jelas Dokter lagi.
"Apa Quina bisa disembuhkan?" Tanya Debi, matanya berkaca-kaca.
"Saya harus menemukan formula khusus untuk menyembuhkannya. Ini butuh waktu cukup lama, sekitar hampir satu bulan. Saya tidak bisa menjanjikan, sebab virus itu sangat mematikan dan keadaan Quina sangat kritis." Jawab sang dokter kemudian. Dokter lalu bergegas pergi.

Hati Debi sungguh hancur. Debi melihat sosok Quina sangat pekerja keras dan berprestasi. Ia menyayangkan jika Quina harus gagal dengan kondisi yang mengenaskan.

Debi mengambil ponselnya. Segala kepanikannya belum juga hilang. Ia menelpon orangtuanya Quina.

"Hallo Tante... Quina sedang di rumah sakit."

***
1 jam telah berlalu. Debi masih setia duduk disampingnya Quina. Tiba-tiba orangtua Quina datang dengan berlinangan air mata.
"Debi, bagaimana ini bisa terjadi? Apakah Quina baik-baik saja?" Dengan segala kesedihan, Debi menjelaskan semuanya secara detail. Orangtua Quina tak henti-hentinya menangis.

Hari demi hari telah berlalu. Namun, kondisi Quina belum juga membaik. Obat untuk menyembuhkannya pun belum juga berhasil ditemukan. Kondisinya semakin memburuk.
"Quina, Ibu di sini. Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak? Ibu sangat khawatir, bangun Nak. Ibu sangat tidak rela kalau kamu pergi meninggalkan Ibu dan Ayah." Ucap sang Ibu, sambil menangis penuh haru.

***
1 bulan sudah berlalu, Quina belum juga sadar. Kadar hemoglobinnya semakin berkurang. Dokter memvonisnya tidak akan hidup bertahan lama. Perlahan-lahan eritrositnya tidak lagi berbentuk oval dan selalu rusak.
"Dok, tolong sembuhkan anak saya. Berapapun dan apapun akan saya lakukan. Saya hanya berharap agar dia baik-baik saja." Kata sang Ayah dengan sangat sedih.
"Maaf pak, formula itu belum juga berhasil saya dapatkan. Padahal, saya sudah meracik dengan bahan dari Afrika dan sudah saya analisa dengan pakar dari USA." Jawab Dokter, setengah putus asa.
Sang Ayah hanya terdiam, kesedihannya dirasakan paling mendalam. Sang Ayah pun pernah melakukan riset namun tidak sampai separah ini.
"Siang ini akan ada dokter muda yang bersedia membantu kami. Dia datang dari Prancis. Mudah-mudahan beliau bisa membantu." Tegas sang Dokter. Sang Ayah hanya mengangguk.
***

Waktu Quina untuk menjadi seorang peneliti ilmiah lokal sudah habis. Beratus kali profesor menelponnya, namun tak kunjung mendapat kabar. Sang profesor tidak mengetahui jika kabar Quina sedang sekarat. Keluarga Quina sedang sangat sedih dan tak sempat memberitahu kabar ini.

"Sebenarnya aku mengakui kehebatan mu, namun karena risetmu tidak berhasil dengan berat hati harus ku hapus namamu dari kelompok riset lokal!" Kata sang profesor sambil mencoret nama Quina di daftar peneliti.

*Ya, Quina sudah dihapus dari daftar peneliti ilmiah lokal, kondisinya sekarat dan formula penetralisir virus Antraksea belum ditemukan. Lalu, siapakah dokter muda yang misterius itu? Ikuti selanjutnya di part 4*

Genius of UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang