Genius of Unicorn (Part 18)

131 11 0
                                    

Malam yang sangat dingin. Hujan kembali mengguyur wilayah Jakarta.
Profesor Juno dan Anita masih duduk di ruang tunggu, menunggu kabar Tessa selanjutnya. Tyara dan Ratna sudah kembali ke rumah, makan malam.

"Pasien atas nama Tessa sudah mulai sadar." Ucap seorang suster.

"Serius, suster? Syukurlah... Bolehkah saya melihat anak saya?" Tanya Profesor Juno cukup lega.

"Ia masih lemas dan baru saja tersadar, biarkan dia beristirahat. Mungkin Bapak dan Ibu bisa menengoknya secara bergantian. Kondisinya mulai membaik. Namun sayangnya, Tessa divonis lumpuh total." Jelas sang suster.

"Tunggu... Kenapa dia bisa lumpuh total?" Tanya Anita sangat panik.

"Pertama, nafasnya pun belum teratur dan sering sesak nafas karena zat kimia itu sangat berbahaya. Tulang punggungnya sangat kaku dan sulit bergerak, ototnya pun melemah. Itulah mengapa ia lumpuh total dan bisa lumpuh seumur hidup." Jelas suster.

"Ini semua salahku!" Profesor Juno kembali menangisi Tessa. Anita langsung memasuki ruangan dan menemui Tessa yang masih kaku mengeluarkan suara. Anita memandangi putrinya dengan penuh haru.

"Aku terlalu egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Aku selalu menyalahkan Tessa dan membandingkannya dengan Quina. Aku selalu melakukan hal buruk dan kejahatan hingga akhirnya senjata makan tuan. Biarlah aku yang mendapat balasannya, jangan Tessa. Dia anakku, anak yang seharusnya aku banggakan. Dia tidak pantas menerima hukuman apapun." Gumam Profesor Juno dalam hati.

Beberapa menit telah berlalu, kini giliran Profesor Juno memasuki ruangan Tessa. Tessa tersedak.

"Uhuk..uhuk..."
"Kamu kenapa, sayang?"
"Ayah? Ayah sudah kembali?" Tessa mulai mengeluarkan suaranya, meski terdengar berat.

"Iya Tessa, maafkan Ayah. Ayah sayang sama kamu, Ayah bangga karena kamu sangat cerdas. Maafkan Ayah, Ayah sangat menyesal."

"Ayah... Jangan menyesali apapun. Aku juga sayang Ayah..." Profesor Juno langsung memeluk putri sulungnya.
***

Quina menimang putrinya. Randy membuatkannya sarapan, mengantarkan dua buah roti selai. Mama dan Papa Quina sudah menengok cucunya sejak kemarin.

"Dimakan dulu rotinya ya." Pinta Randy.
"Terima kasih, Ayah Shafira." Jawab Quina. Randy hanya tertawa kecil.

"Dring...dring..." Terdengar suara ringtone ponsel berbunyi. Randy meraih ponselnya.

"Hallo..."

"Randy, saya minta Gabriel dipulangkan ke Indonesia saat ini juga. Aku mengakui semua kehebatanmu juga istrimu. Tetapi, kali ini kesehatan Gabriel adalah prioritasku. Aku tidak peduli apapun, aku hanya ingin Gabriel pulang dan kembali ke pelukan orangtuanya." Pinta Mama Gabriel dengan nada kesal. Wajarlah sebagai orangtua sangat marah jika sampai anaknya mengalami sakit parah.

"Bu, saya mohon Ibu percaya pada kami. Gabriel sudah ditangani oleh dokter Vino dan ditemani Dera. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja." Randy berusaha menenangkan.

"Kali ini aku ingin Gabriel kembali. Aku tidak lagi percaya dengan semua risetmu. Gabriel adalah anakku." Jawab Mama Gabriel, lalu mematikan ponselnya.

Randy sangat kebingungan. Ia menyembunyikan semua ini dari Quina, keadaan Quina setelah melahirkan belum stabil.

Randy akan memboyong pulang Gabriel kepada orangtuanya. Pendidikannya di Oxford tidak dilanjutkan lagi. Riset Quina selanjutnya mengalami penurunan. Orangtua Gabriel tidak lagi mempercayainya.
***

Keesokan harinya...
Gabriel diantar pulang menuju Indonesia. Alat pendeteksi kanker hasil temuannya tidak bisa dipraktekkan pada Gabriel. Sebab, Gabriel adalah hasil perpaduan gen Equus caballiponi yang sulit diakses oleh pendeteksi kanker pada manusia pada umumnya.

Gabriel pulang dengan kesakitan. Rasa sakitnya belum hilang, disusul dengan berbagai kemoterapi yang menyakitkan. Berbagai pengobatan herbal pun pernah dilakoninya, tetap belum menunjukan hasil.

"Seharusnya dulu jika aku bermimpi memiliki anak jenius, aku bisa makan ikan yang banyak saat hamil dan belajar yang tekun. Gen Equus caballiponi ini penyebab sakitnya anakku. Aku tidak lagi mempercayai Quina. Gabriel tidak akan ku berikan lagi padanya." Keluh Mama Gabriel.

"Sudahlah, Ma. Ini sudah terlanjur dan sudah menjadi bagian dari takdir. Kita fokus pada penyembuhan Gabriel, anak semata wayang kita." Jawab Papa Gabriel.

"Kami mohon beri kami waktu. Quina baru saja melahirkan. Kami akan membuat obat yang mampu menyembuhkan kanker pada gen Equus caballiponi." Begitu pesan singkat yang dikirim oleh Randy. Tetapi tidak digubris oleh orangtua Gabriel, yang masih merasakan kecewa.
***

Sore harinya...
Marvin, Kevin, Donna, Alica, dan Gebi berkumpul di cafe Tania. Kevin, Donna, dan Alica fokus memfoto beberapa pemandangan. Marvin dan Gebi duduk berdua sambil menikmati orange juice.

"Gebi, yang aku lihat kamu itu pekerja keras dan sangat baik hati." Ucap Marvin, memulai pembicaraan yang terasa kaku. Lidahnya sangat kelu.

"Masa sih? Hehe..." Gebi tersipu malu.

"Serius, aku sudah lama mengagumi kamu. Will you marry me?" Tanya Marvin.

"Kamu serius?" Tanya Gebi seakan tak percaya.

"Iya, aku serius." Jawab Marvin, sambil menodongkan sepasang cincin manis pada kotak merah. Hati Gebi berdegup keras. Alica iseng memotretnya. Donna dan Kevin ikut antusias.

"Ciye...ada yang ngelamar di sini." Ledek Donna. Gebi dan Marvin hanya tersenyum lebar.

"Aku mau menikah denganmu." Jawab Gebi. Suasana menjadi ramai bahagia. Gebi tidak bisa menyembunyikan rona merah pada kedua pipinya.

*Bagaimana Tessa akan melanjutkan hidup dengan kondisinya yang lumpuh? Apa langkah Quina dan Randy setelah orangtua Gabriel memilih untuk tidak mempercayai mereka lagi? Bagaimana kisah cinta Gebi dan Marvin selanjutnya? Pantengin part selanjutnya 💕 jangan lupa follow dan vote 💕*

Genius of UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang