Malam yang sangat dingin. Hujan sangat deras, lengkap dengan petirnya. Quina memakai jaket tebal dan syal berwarna merah gelap. Quina dan Randy duduk bersebelahan.
"Gabriel cidera berat pada bagian kepalanya. Ia akan kesulitan konsentrasi untuk saat ini." Kata Dokter.
Quina sedikit cemas. Ia sudah anggap Gabriel sebagai bagian dari hidupnya.
Randy merangkul Quina, mencoba menenangkan Quina.Gabriel duduk di sofa, dengan infusan ditangannya. Vitamin yang diminumnya membuatnya cukup berenergi. Quina mengajarkan ilmu fisika sedikit demi sedikit. Gabriel kecil sibuk menyimak, walau kepalanya diperban akibat cidera berat.
"Gabriel. Kak Quin akan mengajarkan materi tentang teori gas ideal. Kamu tahu kan, balon helium memiliki kekuatan super dan bisa menerbangkan manusia jika balon heliumnya jumlahnya banyak." Gabriel kecil menyimak. Usianya semakin bertambah dan mendekati 4 tahun.
"Quin, jangan berikan teori yang terlalu berat untuk anak seusia ini." Gebi memberi saran.
"Don't worry, Gebi. Gabriel anak jenius. Ia akan paham walau kita hanya sekilas menerangkan."
"Kamu harus tahu tetapkan dari Avogadro. Jumlahnya 6,022x10 pangkat 23 atom/mol." Kata Quina.
Quina memberi secarik kertas dan beberapa soal. Gabriel mengerjakannya dengan sangat mudah tanpa hambatan, walau tulisannya kurang rapi.
Quina berusaha melatih Gabriel agar bisa berkonsentrasi.
***
Keesokan harinya...
"Saya nikahkan Quina Anantasya putri dari Bapak Jatmiko dengan mahar tersebut dibayar tunai.""Alhamdulillah." Air mata Quina menetes terharu biru. Quina memeluk kedua orangtuanya. Ini adalah hari bahagianya. Ia resmi menjadi pasangan hidup dari Randy.
Teman kuliah dan semasa SMA nya datang, dengan memberi ucapan.
"Quin, kamu gak pernah pacaran. Tau-tau nikah saja. Gak bilang-bilang ya. Serius deh ini surprise banget!" Quina hanya tersenyum mendengarnya.
"Kamu sama Randy dari SMA emang udah keliatan cocok banget dan bener kan dugaan kita kalau kalian itu berjodoh."
"Terimakasih ya kalian udah dateng. Aku seneng banget."
"Ran, kok Gebi gak Dateng ya?" Bisik Quina.
"Dia pasti merasa terluka juga dengan ini, Quin. Kamu seharusnya mengerti." Balas Randy.
***Debi melihat postingan pernikahan seorang peneliti hebat dengan seorang dokter di berita nasional. Ya, mereka adalah Quina dan Randy.
Hati Debi sudah sangat hancur. Luka itu amat dalam dan sulit untuk terobati.
"Debi, kamu yang kuat ya." Bisik Gebi.
"Kenapa kak Gebi harus menyusul ku di Surabaya?" Debi mengeluarkan suaranya terbata-bata. Air matanya berjatuhan tak terhingga. Gebi hanya terdiam dan memeluk saudari kembarnya. Sebetulnya Gebi pun sedih dan kecewa, namun memusuhi Quina bukanlah pilihan hidupnya."Debi, aku sangat mengerti perasaanmu. Tapi, mulai saat ini ikhlaskan Debi. Berhenti melukai diri sendiri. Kamu berhak mendapatkan yang terbaik." Kata Gebi. Debi hanya termenung.
"Besok aku akan kembali ke Jakarta. Apa kamu mau ikut?" Tanya Gebi. Debi hanya menggeleng. Tatapannya kosong.
Gebi kehabisan cara untuk menghibur Debi. Tetap saja wajahnya selalu sedih.
***Keesokan harinya...
Gebi pergi menuju Jakarta. Hatinya tidak tega membiarkan adiknya sedih akibat kegagalan cinta. Tapi, profesionalismenya dalam bekerja memaksanya untuk kembali ke laboratorium.Sepanjang di perjalanan, Gebi masih memikirkan nasib adiknya.
"Harus dengan cara apalagi agar Debi bisa melupakan Randy? Kemarin badannya sangat panas. Untunglah ada Tante Merisa yang membantu." Gumam Gebi. Rupanya kesehatan adiknya semakin menurun.Saat di perjalanan memakan waktu yang cukup lama. Sesampainya di laboratorium...
Gebi melangkahkan kakinya perlahan. Semangatnya menciut."Bulan depan Quina akan mempromosikan risetnya di media internasional yang bertempat di Singapura. Ini menjadi ancaman bagi kita. Risetnya harus kita gagalkan!" Kata Profesor lokal, dengan suara nyaring dalam suatu ruangan.
"Tolong Ayah, kecilkan suaramu. Aku takut ada yang mendengar!" Tessa agak panik.
"Tidak akan ada yang dengar. Quina sedang honeymoon di Prancis bersama Randy. Gebi sedang di Surabaya."
Deg! Gebi sangat terkejut! Ia tidak menyangka Profesor Juno sangat tidak fair. Bersaing dengan cara tidak sehat, menjatuhkan orang lain.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Riset Quina memakan biaya hampir 24 milyar dan menghabiskan waktu lebih dari lima tahun. Dan dia dengan seenaknya menggagalkan riset milik peneliti hebat." Gebi sangat emosi. Ia segera memasuki ruangan Profesor Juno.
"Pagi, Prof." Gebi memasang wajah datar. Profesor Juno dan Tessa sangat panik. Mereka saling berpandangan, takut ketahuan.
"Gebi, kamu sudah kembali?"
"Iya Tessa. Bagaimana bunga Zelisa sp milikmu?"
"Bunga Zelisa sp sudah kembali normal. Bahkan, peneliti Jerman meminta bibitnya."
***Debi masih sedih. Ia merapikan bajunya ke dalam ransel. Ia ingin kembali ke Jakarta bersama Gebi. Ia pamit pada Tante Merisa dan tidak lupa untuk berterima kasih kepadanya.
Debi berangkat naik bus seorang diri. Ia memilih duduk di dekat kaca. Sepanjang perjalanan, ia melihat pemandangan sekitar. Hati dan pikirannya masih kacau. Bus sangat ngebut. Berulang kali badan Debi tersentak keras ke depan, akibat rem mendadak. Debi tak peduli. Hingga akhirnya... Bus itu menabrak sebuah truk.
"Byar..." Kaca dekat Debi pecah total. Debi terhantam dan terlempar keluar bus. Kepalanya berdarah, ia sangat lemas.
"Tolong...tolong...tolong...!" Debi berteriak sekuat tenaga, namun pertolongan tak kunjung tiba. Hingga matanya terasa gelap dan gelap. Ia pingsan.
***"Gebi, ada telefon darurat!" Teriak Tessa. Gebi berlari kencang dan memegang ponselnya.
"Ini dengan Gebi? Saudari anda bernama Debi meninggal dunia akibat kecelakaan di kota Surabaya."
"Apa????" Gebi sangat kaget. Ia panik, harus berbuat apa.*Apakah Gabriel bisa kembali konsentrasi? Apa langkah Gebi setelah mengetahui kejahatan Profesor Juno? Apakah Quina akan peduli pada Gebi dan Debi? Pantengin part selanjutnya 💕 jangan lupa follow dan vote 💕*
KAMU SEDANG MEMBACA
Genius of Unicorn
Science Fiction#1 of ilmuwan 22/07/2018 Quina menjalani harinya yang cukup berat sebagai peneliti ilmiah lokal. Beberapa eksperimennya gagal total, tapi penemuan teruniknya berhasil mengguncang dunia. Penemuan apakah itu ?