Genius of Unicorn (Part 9)

196 12 0
                                    

Malam yang cukup menyenangkan bagi Quina. Hatinya sangat lega, jurnalnya direspon sangat baik oleh para pakar.

Quina mematikan laptopnya. Ia meletakkan kembali buku genetikanya di loker. Begadang hingga malam sudah menjadi habbitnya sejak menjadi mahasiswi baru.

Ia melihat ada selembar kertas origami menempel di permukaan loker bagian luar. Tertulis Mr.X
"Hai Quin, malam ini aku ingin menemuimu di halaman depan laboratorium."

Hah? Quina sangat bersemangat dan ingin segera mencari tahu. Quina berlari mencari sosok Mr.X. Langkahnya agak hati-hati, tidak ingin terkena jebakan yang kemungkinan terjadi.
"Maaf pak Security, apa bapak melihat seseorang yang meletakkan kertas origami ini di lokerku?" Tanya Quina. Pak Security hanya menggeleng pelan. Quina teramat heran. Kenapa Mr.X mengetahui segala tentangnya. Rumahnya, boneka kesukaannya, bunga mawar merah, dan kini lokernya di laboratorium.

"Dia sungguh berbahaya!" Gumam Quina. Langkahnya sudah terpatri di pintu utama dan tinggal sedetik lagi akan tiba di halaman.

Dan... Sosok lelaki jangkung dengan jubah hitam menghadap ke arah timur.
"Permisi, anda siapa?" Tanya Quina, jantungnya berdebar-debar cukup keras. Lelaki misterius itu hanya diam. Quina mengamati setiap sisi Mr.X. Ya, sepatu itu.... Sepatu milik seseorang yang tidak asing.
***

Tessa membuka formula racikan Tante Merisa.
"Prof, di sini ada cara penggunaan yang tepat. Semprotkan pada tanaman Zelisa sp setiap 3 kali dalam sehari. Cukup satu semprotan karena ingredient nitrogennya sangat tinggi. Kalau tidak sesuai takaran, akan mengakibatkan kebusukan dan kematian pada tumbuhan karena kelebihan nutrisi." Kata Tessa.

"Tessa, kamu adalah anakku. Riset gagalmu ini harus bangkit. Aku ingin kamu yang akan mewarisi laboratorium lokal ini. Quina sangat berbahaya saat ini. Dia berhasil menjadi juara umum. Dia berpotensi berprestasi lagi. Aku sudah berulang kali mematahkan semua riset Quina. Aku harap kamu bisa mengalahkannya." Kata Profesor lokal. Tessa terperangah. Ia tidak menyangka Ayahnya akan mendukungnya.

Sudah berulang kali, Ayahnya hampir dipecat oleh Pemerintah setempat karena kinerjanya tidak kompeten lagi. Riset putrinya yang dibanggakan mendapat kritik pedas dari berbagai pihak. Namun, sang Profesor itu menggunakan berbagai cara agar mempertahankan jabatannya.

Nama Quina berulang kali sudah direkomendasikan untuk mengganti posisi Profesor lokal, namun selalu dihalangi.

"Jangan panggil aku Ayah di muka umum. Aku tidak ingin kamu di cap sebagai nepotisme di sini." Tegas Profesor lokal. Tessa mengangguk dan tersenyum.

"Kita lihat hasilnya apakah pembasmi hama ini akan berhasil. Bunganya mulai segar kembali Prof."

"Bagus, silakan lanjutkan!"

Tessa melirik ponselnya. Ia mendapat chat dari seseorang.
"Hai Tessa, aku Debi yang dahulu bekerja sebagai laboran di tempat Ayahmu. Aku mendukungmu, semoga risetmu berhasil." Itu pesan Debi. Tessa sedikit lega. Kini, ia memiliki dua orang yang mendukungnya.

"Bukannya Debi dulunya adalah team Quina?" Tessa agak heran.
***

Sore hari...
Quina duduk di Cafe Taniya, menikmati softcake. Tiba-tiba Randy duduk di sampingnya.
"Hai Quin."
"Randy..."
"Aku masih mencintaimu, Quin. Maukah kamu menikah denganku?" Randy sangat grogi akut. Randy menodong dengan sepasang cincin manis dalam kotak merah.
"Kamu lagi kesambet ya?" Quina hanya tertawa, merasa tidak yakin.
"Aku serius, Quin."
"Oke oke. Lalu, bagaimana dengan Debi?"
"Debi sudah pergi. Aku hanya cinta sama kamu. Aku tidak ingin kehilangan cinta pertamaku. Kita satu visi, Quin!"

Quina mencoba berpikir keras. Ini kesempatan terbaiknya. Ia melihat sekeliling. Matanya menunduk. Ia melihat sepasang sepatu yang dipakai Randy. Sepatu itu...

"Tunggu Randy, apa kamu Mr.X?"
"Hah??"
"Sepatu yang kamu pakai..." Quina menunjuk sepatu Randy. Randy sangat terkejut.

Ya, sepatu kets yang dipakai Randy adalah sepatu couplenya dengan Quina saat SMA dulu. Mereka bersahabat sangat baik, sampai tidak menyadari ada perasaan berlebih didalamnya. Mereka saling mengagumi, namun tak ada yang berani jujur.

"Sepatu itu masih kamu pakai? Udah buluk juga haha." Quina tertawa terbahak-bahak.
"Iyalah Quin, ini tandanya aku setia dan konsisten." Randy ikut tertawa.
"Kamu harus jujur, apakah kamu Mr.X. Sepatu ini mirip dengan sepatu yang dipakai Mr.X malam kemarin." Quina bertanya serius.
"Kamu pikir aku Mr.X? Trus, kenapa kamu pakai sepatu kets buluk juga sekarang? Haha."

Quina memandang sepatunya. Ia tertawa geli. Bagaimana bisa sepatu yang dipakainya sama juga dengan Randy. Inikah jodoh? Haha.

"Sepatu ini ada filosofinya loh. Kita samaan hari ini. Tapi, jawab dulu pertanyaanku. Kamu Mr.X?"

Randy mengangguk dan matanya sedikit menciut, menahan malu.

"Ih... So misterius banget. Gagal romantis!" Quina cemberut dan memukul punggung Randy pelan. Randy hanya tersenyum.

"Jadi, kamu mau tidak menikah denganku?" Tanya Randy. Quina mengangguk. Randy terlihat sangat ceria. Ia memasangkan cincin itu pada jari manis Quina.

"Aku mau tanya satu hal, kenapa kamu harus berpura-pura menjadi Mr.X?"

Randy terdiam. Quina ikut terdiam. Hanya suara semilir angin yang mengusik telinga.

Ponsel Quina dan Randy berbunyi secara bersamaan. Ada chat dari Gebi.
"Quin, Randy... Bayi Gabriel terjatuh dari tangga. Ini di luar dugaan, Mama nya sangat syok. Kepalanya berdarah, sekarang sedang ditangani dokter pribadi."

"Gabrielllll." Quina dan Randy teriak bersamaan.
***

*Apa yang sesungguhnya terjadi pada Gabriel? Apakah rencana jahat Profesor lokal berhasil menggagalkan riset Quina? Apakah Quina dan Randy akan segera menikah? Mengapa Debi mendukung Tessa? Pantengin part selanjutnya 💕 jangan lupa follow dan vote 💕*

Genius of UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang