Hari yang cukup berat bagi Quina, ia mendadak drop. Tubuhnya demam sejak malam. Gebi setia menemaninya karena Randy dan Gabriel sedang di Inggris, mengurus segala keperluan di Oxford yang dua Minggu lagi akan dimulai.
"Quin, aku dari dulu selalu percaya akan mimpi kamu. Kamu sahabatku, mimpimu adalah mimpiku juga." Kata Gebi mencoba menguatkan.
"Gak, Gebi. Semuanya sudah berakhir. Mimpiku hanyalah menjadi mimpi. Aku gagal." Jawab Quina, wajahnya putih memucat.
"Tok...tok...tok..." Terdengar suara ketukan pintu. Gebi membuka pintu perlahan.
"Marvin? Ada apa?" Tanya Gebi. Marvin hanya menoleh dan melangkahkan kakinya cepat, menemui Quina. Gebi mengikuti dari belakang.
"Quin, pak Sarmoko yang aku maksud adalah profesor Juno. Aku tidak tahu apa rencana jahatnya, dia sedang meracik racun kimia berbahaya." Kata Marvin, sambil ngos-ngosan.
"Apa????" Gebi sangat kaget. Quina hanya terdiam.
"Marvin, rasanya aku lelah. Aku ingin menyerah sekarang. Semuanya percuma, usahaku sia-sia." Kata Quina dengan suara yang sangat pelan.
"Aku benci mendengar ini. Kami sahabatmu bangga dengan segala apa yang kamu lakukan. Prestasi Nobel bukanlah main-main, Quin. Bukan sembarang orang yang mendapatkannya. Apa gunanya menyerah sekarang?" Kata Marvin mencoba memberi semangat.
"Iya Quina, kamu harus kuat. Selalu ada orang jahat yang berniat menyingkirkanmu ketika kamu hendak mencapai puncak. Dua Minggu lagi Gabriel akan menampakkan bakatnya. Hadiah Nobel itu tidak mudah dipatahkan dengan cara murahan profesor Juno. Semua bisa diklarifikasi dengan beragam bukti. Aku percaya, kamu mampu melewatinya." Gebi menambahkan.
"Aku beruntung memiliki sahabat seperti kalian. Aku takut... Profesor Juno merencanakan kejahatan padaku." Quina memasang wajah murung.
"Itu tidak masalah, ada kami yang akan menolong." Balas Marvin mengangguk pasti. Quina hanya menangis penuh haru.
***Tessa meracik pupuk Monalisa dengan komposisi daun limao dan ekstrak zaitun. Hasilnya cukup memuaskan.
Bunga Monalisa mulai bermekaran, posisi Tessa kini menjadi seorang manager di kantor lokal. Ini sebagai sumbangsih atas prestasinya sebagai Runner up.
Adiknya yang bernama Tyara dan Ratna mendapatkan beasiswa studi di Thailand. Tyara memiliki bakat seni, sedangkan Ratna memiliki prestasi bidang lingkungan.
Tessa sesungguhnya mengakui kehebatan dan kebaikan hati Quina, tetapi rasa benci karena Ayahnya selalu membandingkannya dengan Quina membuat Tessa masih kesal. Terlebih Ayahnya menghilang tanpa kabar.
"Quina, kenapa kamu memilih Tessa sebagai manager? Kamu harus berpikir ulang untuk ini." Tanya Alica, sangat heran.
"Keputusanku sudah bulat. Dia berbakat sebagai Runner up." Jawab Quina.
"Tapi... Dia jahat, Quin. Dia jahat!" Balas Donna dengan greget.
"Dia tidak mungkin selamanya jahat. Dia pasti akan berubah. Biarkan dia jahat, kita perlakukan dia dengan baik. Profesor Juno juga sudah banyak membantuku tahun-tahun lalu, bagaimana pun aku senang." Balas Quina.
***Profesor Juno bersama ketiga assistennya pergi menuju Jakarta. Ia melakukan sedikit penyamaran agar tidak dikenal.
Racikan kimia yang berbahaya itu lebih berbahaya dari sianida. Jika terhirup, bisa menyebabkan paru-paru terbakar dan mati mendadak.
Quina sedang terduduk di kantor utamanya sambil menulis beberapa jurnal dan melakukan klarifikasi atas beberapa hal negatif di beberapa media.
"Peneliti berinisial Q dan R tidak melakukan pemanfaatan atas anak kecil genius, tetapi sampel otak Equus caballiponi digunakan sebagai bagian dari karya terbaik rekayasa genetika yang sudah diakui peraihan Nobel dengan beragam prestasi, sekarang Bayi Gabriel sudah berusia 10 tahun akan menjalani kuliah di Oxford dua pekan yang akan datang. Indonesia seharusnya bangga dan menganggap ini sebagai hal positif."
Klarifikasi yang terus berkelanjutan mendapatkan respon yang positif dari netizen. Bahkan, banyak netizen yang meminta maaf atas kesalahan pahaman yang sudah terjadi. Beberapa media pun mulai memberi respon yang positif.
"Quin, Marvin dan ketiga temannya akan melakukan wisata eksperimen di Yogyakarta selama tiga hari." Kata Gebi dengan memberi dokumen perizinan.
"Iya, biarkan mereka bereksplorasi." Jawab Quina.
"Aku mau ke kantin dulu ya." Gebi pamit pergi. Quina hanya mengangguk.
Seharian ini Quina sendirian di kantor. Ia tertidur, sangat ngantuk.
Profesor Juno beserta assistennya masuk ke dalam ruangan dan memulai aksinya.Beberapa menit kemudian...
Tessa terburu-buru datang ke kantor, karena ada beberapa berkasnya yang tertinggal. Tessa berlari tepat pada saat pertama kali Profesor Juno menyemprotkan larutan kimia berbahaya yang sangat pekat. Wujudnya seperti asap.
"Uhuk...uhuk..." Tessa batuk sangat keras. Profesor Juno kaget, ia seperti mengenal suara itu. Tidak asing. Profesor Juno menoleh ke arah kanan."Apa??? Kenapa Tessa???" Profesor Juno shock berat.
"Semuanya kemari. Ini anakku, bawa dia ke UGD. Kalian bawa oksigen?" Profesor Juno sangat panik, dan segera membawa Tessa ke rumah sakit terdekat.
Zat kimia itu sudah tertiup angin, dengan waktu 30 menit sudah terpapar suhu ruangan sehingga lenyap. Quina baru bangun tidur, ia melihat pintu utama sangat berantakan.
"Ada apa ini?" Gumam Quina. Ia melihat cctv, dan terkejut melihat Tessa menjadi korban dari rencana Ayahnya sendiri. Profesor Juno tidak tahu kalau di kantor baru dipasang cctv sejak dipimpin oleh Quina.
*Apa yang terjadi pada Tessa selanjutnya? Apakah nyawanya masih tertolong? Bagaimana pengalaman Gabriel dua pekan yang akan datang? Bagaimana Quina akan survive? Pantengin part selanjutnya 💕 jangan lupa follow dan vote 💕*
KAMU SEDANG MEMBACA
Genius of Unicorn
Science Fiction#1 of ilmuwan 22/07/2018 Quina menjalani harinya yang cukup berat sebagai peneliti ilmiah lokal. Beberapa eksperimennya gagal total, tapi penemuan teruniknya berhasil mengguncang dunia. Penemuan apakah itu ?