Genius of Unicorn (Part 13)

146 8 0
                                    

Siang yang sangat panas. Quina menyalakan AC di ruang utamanya. Marvin, Kevin, Donna dan Alica berdiskusi seputar marketing dari hasil riset sederhananya.

"Kevin, kamu sudah desain pamfletnya?" Tanya Marvin.
"Kemarin sudah aku sebar lewat sosmed, responnya positif dan beberapa produk banyak yang sold out." Jawab Kevin, penuh percaya diri.
"Keren banget!" Sahut Alica.
"Punyamu gimana, Ca?" Tanya Marvin.
"Masih desain video promotnya. Doain ya." Jawab Alica.
"Kalau bisa kamu sekalian buat jurnalnya supaya dipublikasikan." Quina memberi saran.
"Siap, Prof!" Jawab Marvin dan ketiga temannya secara bersamaan. Quina hanya tersenyum.

"Tok...tok...tok..." Terdengar ketukan pintu.
"Silakan masuk." Kata Quina. Seseorang berjalan agak kaku menuju meja Quina. Dia Tessa.
"Tessa, silakan duduk." Ucap Quina. Tessa duduk dengan gugup. Marvin dan ketiga temannya memandangnya seperti tidak suka.
"Quin, aku ingin menanam tumbuhan langka. Aku ingin menambah koleksiku. Aku ingin meminta saranmu." Pinta Tessa.
"Baik Tessa, tumbuhan langka yang bagus adalah bunga Monalisa. Hasil perkawinan silang antara bunga edelweis dengan bunga Zelisa sp yang kamu temukan." Saran Quina.
"Terimakasih, Quin."
"Sama-sama." Tessa keluar dari ruangan, sedari tadi wajahnya menunduk.

"Quin, kamu masih berniat membantunya? Ayahnya saja berniat menjatuhkanmu? Apa kamu tidak berpikir untuk mengeluarkan Tessa dari kantor ini?" Tanya Alica.

"Jangan balas kejahatan dengan kejahatan lagi. Biarkan Ayahnya memiliki rencana jahat yang justru jatuh tersungkur akibat perbuatan tangannya sendiri, bukan dari balasan dariku. Mengeluarkan seseorang tanpa ada bersalah, adalah tindakan keegoisan." Jawab Quina dengan bijak.

"Apa kamu tidak tertarik untuk membullynya? Kami akan membantu." Kata Kevin.

"Aku tidak punya waktu untuk melakukan itu." Tegas Quina.

Ponsel Quina berdering. Gebi meneleponnya.
"Prof Quin, sore ini kita akan bertemu dengan pakar dari Prancis mengenai perkembangan Gabriel."

"Baiklah, Gebi. Terimakasih informasinya."
***

Sore harinya...
Gebi, Quina dan Gabriel bertemu Pakar dari Prancis.

"Gabriel sekarang kemampuannya semakin meningkat, dia meraih IQ yang setara dengan Albert Einstein. Di sekolahnya, Gabriel sudah 3 kali juara kelas. Bahkan, dia mengalami akselerasi." Ucap Quina.

"Baiklah, Quina. Gabriel sangat jenius. Usianya kini 10 tahun. Dia berhak memasuki jenjang perkuliahan."

"Apa? Ini terlalu cepat!" Gebi sedikit tercengang.

"Tidak masalah. Gabriel bisa melewatinya. Saya merekomendasikan agar Gabriel kuliah di Oxford. Namanya sudah saya ajukan di sana."

"Terimakasih, Tuan."

Pakar dari Prancis pergi berlalu. Quina dan Gebi sangat bahagia.

"Huek....huek...huek..." Tiba-tiba Quina sangat mual. Kepalanya pusing dan sedikit demam.

"Quin, kamu kenapa?" Gebi sangat panik.

"Aku gapapa, Gebi. Aku mau ke toilet dulu. Tunggu ya." Gebi hanya mengangguk. Quina berlarian menuju toilet.

Beberapa menit kemudian...
"Aku hamil, Gebi. Ya ampun... bahagianya!" Quina begitu sumringah.
"Selamat ya, kamu mau jadi ibu. Aku kasih tau Randy sekarang ya?"
"Jangan, biarkan ini jadi surprise."
"Baiklah!"
***

Keesokan harinya...
Quina dan Randy berada di Prancis.  Ketertarikan mereka pada dunia eksperimen belum usai. Berbagai prestasi yang diraihnya tidak membuatnya stagnan, namun bertambah kuat untuk maju lagi.

"Kali ini aku akan melakukan riset terhadap dua spesies kupu-kupu yang diprediksi akan menghasilkan kupu-kupu jenis langka, warnanya ungu dan pink. Kupu-kupu ini membantu penyerbukan dan mampu hidup pada cuaca ekstrem sekalipun." Kata Quina.

"Aku selalu mendukungmu, Quin. Mimpimu adalah mimpiku juga."

"Gombal kamu. Ini bukan hanya mimpi kita, tetapi ada yang ikut bergabung bersama kita!"

"Siapa?"

"Dia ada di perutku!"

"Hah? Kamu hamil?" Quina hanya mengangguk sambil tersenyum, Randy sangat senang.

Quina mulai menggunakan sampel kupu-kupu yang berasal dari wilayah London dan wilayah Alaska. Randy membantunya tanpa lelah.

"Gabriel akan segera kuliah di Oxford mulai tahun depan." Ucap Quina.

"Wah... Dia benar-benar jenius."
***

Tessa sibuk memandang skema bunga Monalisa pada secarik kertas. Ayahnya sudah seminggu meninggalkan keluarganya tanpa berita apapun. Ibunya sibuk membanting tulang untuk keluarganya. Semenjak Ayahnya diberhentikan, suasana keluarganya menjadi sangat kacau.

"Ini semua gara-gara Quina!" Tessa merobek skema miliknya dan membanting segala yang ada di hadapannya.

"Lihat saja nanti, aku akan membalasnya!" Tessa benar-benar sangat emosional kali ini.

*Apakah riset Alica dan Donna berhasil dalam marketing? Kemanakah Profesor Juno pergi? Seperti apa bayi Quina? Apa langkah Tessa untuk membalas Quina? Ikuti part selanjutnya 💕 jangan lupa follow dan vote 💕*

Genius of UnicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang