Sepanjang masa eksistensinya hidup di dunia juga selama hampir tiga belas tahun ia tinggal bersama dengan saudara tirinya yang tidak lain adalah Nevan, Daniel Zachary sudah pasti hapal betul bagaimana sifat asli laki-laki tersebut. Nevan paling tidak suka jika wilayah teritorialnya diganggu oleh orang lain, apalagi jika orang itu menyentuh barang-barang pribadinya tanpa izin. Ia tidak suka jika mama memperlakukannya secara berlebihan. Nevan tidak suka dimanjakan. Tidak suka dipandang lemah oleh kakek maupun papa, apalagi orang lain yang tidak tahu apa-apa mengenai dirinya.
Nevan bukanlah orang yang mudah bergaul, ia lebih memilih untuk menyendiri disaat orang lain asik mengobrol. Maka dari itu, semenjak ia duduk di bangku sekolah dasar hingga menengah atas, teman yang ia miliki bisa dihitung dengan jari. Kepribadiannya yang dingin membuat orang lain segan untuk mendekati. Nevan tidak suka keributan, apalagi mencari perhatian dengan cara melakukan tindakan konyol yang sangat tidak masuk akal.
Dan yang paling penting dari semua itu, Nevan alergi dengan yang namanya perempuan.
Selain mama Anita dan Kanaya Nalani, Daniel tidak pernah mendengar ada kata perempuan di dalam kamus hidup seorang Nevan. Bukan berarti laki-laki itu penyuka sesama jenis alias homo, Nevan seratus persen normal. Hanya saja, kejadian pahit yang terjadi di masa lalu mengubah cara pandangnya akan perempuan.
Sekarang, ketika dilihatnya perempuan berambut hitam sebahu tengah meneriaki bahkan melompat hingga mendorong Nevan sampai tubuhnya terjatuh di kerasnya aspal membuat Daniel Zachary ternganga. Dia bahkan tidak mampu berkedip barang sedetikpun. Laki-laki itu terdiam cukup lama, menyaksikan dengan rasa penasaran yang membuncah di dada. Melihat bagaimana Nevan menangkap dan mendekap tubuh perempuan itu dengan erat, lalu menghentikan pengawal yang ingin menyingkirkan perempuan itu dari sana menciptakan sebuah kerutan yang terlihat begitu jelas di dahi Daniel.
Sangat berbeda dari biasanya. Daniel tidak menemukan tatapan sarkastik yang biasa Nevan tujukan padanya juga semua orang. Dalam hati, Daniel mendengus hebat. Kalau saja ia yang ada di posisi itu, mungkin Nevan sudah menendangnya hingga ia terlempar ke dalam hell hole dan mendarat di planet sakaar seperti hulk di film Thor.
Ketika dilihatnya mobil Nevan sudah berlalu, Daniel melangkah mengikuti Rana yang kini tengah diseret paksa oleh kedua sekuriti yang sedang berjaga. Rana sama sekali tidak berontak ketika dirinya didudukkan di pinggir jalan seperti gelandangan. Perempuan itu duduk selama beberapa menit sambil memegangi perut, sebelah tangannya naik menutupi mulutnya. Daniel mengernyit, kelihatannya ia sedang menahan sesuatu.
Kalau dipikir-pikir saat Daniel memerhatikannya, perempuan itu tidak terlalu buruk juga. Maksud Daniel, sebagai seorang laki-laki tulen yang sering bertemu dengan wanita di berbagai belahan dunia, Rana termasuk wanita menarik yang pernah Daniel temui. Kulitnya putih bersih, rambut hitam legamnya yang lembut menjuntai melewati bahu, naungan mata bulat, hidung mancung, bibir mungil. Teknisnya, perempuan di hadapannya lebih terlihat seperti boneka berjalan ketimbang manusia.
Jangan-jangan ini cewek ada main sama Nevan? Tapi masa sih ini cewek mau sama mumi mesir macam Nevan? Daniel bertanya-tanya di dalam hati.
Kepalanya tersentak ketika melihat Rana bangkit berdiri dan mulai menyeret langkahnya dengan susah payah. Ini mungkin kedengaran gila, tapi entah kenapa, Daniel malah mengikutinya dari belakang dengan sedikit menjaga jarak supaya perempuan itu tidak sadar. Sesekali tangannya reflek bergerak ke depan ingin menangkap tubuh Rana yang hampir kehilangan keseimbangan, tapi ia langsung mengurungkan niatnya kembali.
Sialan. Kenapa gue jadi kayak psikopat mesum yang kerjaannya ngintilin cewek kemana-mana sih?
Langkahnya kembali terhenti secara tiba-tiba, saat dilihatnya Rana berjongkok sambil memegangi perut. Daniel bergerak menghampiri, berdiri tepat di hadapan perempuan itu sambil mencondongkan tubuh, lalu menumpukan kedua tangan di atas lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouvaille
Teen FictionSemenjak kehilangan kedua orang tua, Abriella Kirana tidak pernah lagi memandang kehidupan dengan cara yang sama. Baginya, hidup adalah abu-abu yang bergumam sendu. Ia lupa caranya bahagia, lupa bagaimana cara mengeja tawa, lupa bagaimana cara berha...