Trouvaille | 7

356 41 4
                                    

Rana pernah terjebak dalam situasi mencekam beberapa kali di dalam hidupnya. Seperti ketika dirinya masih duduk di bangku SMA, Rana yang waktu itu terpaksa pulang ke rumah lebih malam dari biasanya karena ia harus menyelesaikan tugas kelompok di rumah salah satu temannya, tiba-tiba saja bertemu dengan sekelompok preman berbadan kekar di tengah jalan. Para preman itu mencegat tubuh Rana hingga dirinya dibuat tidak bisa kemana-mana. Rana begitu ketakutan sampai tubuhnya bergetar, apalagi jalanan saat itu begitu sepi. Untung saja, sebelum para preman itu berhasil mengambil seluruh uang jajan Rana dan melakukan hal lain yang tidak pernah bisa Rana bayangkan, seorang satpol PP memergoki mereka, lalu menangkap dan membawa semua preman tersebut untuk di bawa ke kantor polisi.

Rana bersumpah, itu adalah salah satu peristiwa mencekam kedua setelah ia menjadi saksi kematian tragis yang menimpa kedua orang tuanya. Namun kali ini, situasinya benar-benar berbeda. Rana tidak pernah terjebak di dalam satu ruangan bersama dengan penerus serta pemilik perusahaan properti yang katanya paling besar se-Indonesia. Sudah bisa dibayangkan kan sekarang, betapa berkuasanya pria tua di hadapan Rana sekarang? Bahkan, Rana percaya hanya dengan jentikkan jari saja, Brata Paramaditya bisa menyingkirkan dirinya agar menghilang dari muka bumi ini.

Rana menelan ludah ketakutan. Bagaimana ia bisa membebaskan diri dari situasi ini?

"Boleh saya tahu siapa anda dan pertanggung jawaban soal apa yang anda maksud?"

"Hah?" Rana melongo. Aduh, mampus gue.

"Siapa anda?"

"Mau apa kakek ke sini?" Seperti mendengar jeritan permintaan tolong Rana yang tidak terdengar, Nevan tiba-tiba mengeluarkan suara. Laki-laki itu maju selangkah, menyembunyikan tubuh mungil Rana di belakang punggungnya.

"Mau apalagi? Tentu saja kita mau sarapan sama kamu, Alex." Sebuah suara halus yang terdengar membuat Rana menoleh, hanya untuk mendapati seorang perempuan semampai yang kini berdiri tepat di samping Brata Paramaditya. Ada senyum tipis yang terkesan antagonis di wajahnya ketika mata perempuan itu jatuh pada Rana.

"Oh, kamu cewek yang kemarin menabrak Alex di depan gedung Paramaditya, bukan? Aku pikir, hubungan kalian nggak sedekat itu sampai kamu membawakan makanan untuk dia." Kanaya Nalani melirik pada kotak makan yang ada di genggaman Rana dengan senyum miring. "Tapi apa kamu tahu kalau Alex nggak bisa makan makanan orang lain selain masakan mama Anita?"

Rana mengerjap lambat. Mengapa ada nada permusuhan yang terselip dari cara bicara perempuan itu? Oh, apa jangan-jangan dia itu pacarnya Nevan?

"Saya cuma --"

"Kita belum kenalan. Aku Kanaya." Kana mengulurkan tangan ke hadapan Rana. "And you are?"

"Maaf, tapi saya--"

"Kanaya, stop it." Rana baru ingin mengeluarkan suara ketika Nevan kembali memotongnya. Sepertinya laki-laki itu tidak memberikan kesempatan baginya untuk berbicara.

"Lho?" Perempuan itu tertawa anggun hingga bahunya berguncang selama beberapa detik. "What is wrong with you? Aku hanya ingin mengenal dia lebih jauh. Apa aku salah kalau ingin mengenal teman dari tunanganku sendiri?"

Rana mengerjap. Apa tadi katanya? Tunangan?

"I said stop. I'm not your property."

"Nevan, jangan berbicara seperti itu pada Kana." Kali ini Brata Paramaditya angkat suara. Nada ketegasan terdengar dari cara bicaranya. "Ada hubungan apa kamu dengan perempuan ini?"

"Kenapa? Kenapa kakek ingin tahu setelah sebelumnya kakek tidak pernah mau peduli dengan semua urusan Nevan?"

"Kalian berpacaran?" Tatapan Brata tertuju pada Rana. "Kakek harap tidak. Karena kamu sudah mempunyai tunangan."

TrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang