Trouvaille | 6

295 40 5
                                    

Kalau bukan karena dirinya sedang terjebak dalam kondisi mendesak yaitu membutuhkan uang, Rana tidak akan pernah mau disuruh-suruh oleh seorang Daniel Zachary yang bahkan belum ia kenal kurang dari dua hari hanya untuk mengantarkan makanan pagi-pagi buta di hari libur seperti ini.

Oke. Biar Rana ulangi sekali lagi, DI. HARI. LIBUR.

Orang gila mana yang berani menyuruh Rana bangun pada jam empat subuh hanya untuk menyiapkan sarapan, kemudian mengantarkannya sebelum jam enam pagi? Ya, hanya Daniel Zachary seorang.

"Udah, pokoknya lo anterin aja itu makanan ke alamat yang gue kasih. Jangan sampai lewat dari jam enam pagi, soalnya dia udah terbiasa sarapan jam segitu."

Rana memandang bangunan bertingkat di hadapannya dengan bersungut-sungut. Ia mendecih hebat. "Emangnya dia itu berasal dari keluarga kerajaan apa sampai sarapan aja ada jadwalnya. Harus tepat waktu pula! Sinting!" Ia menghentak-hentakkan kaki dengan kesal. "Awas aja kalau lo berani bohongin gue, gue --"

"Ada yang bisa saya bantu, non?"

Rana menoleh, menatap satpam penjaga gerbang bertubuh kekar yang kini berdiri di balik pagar besi berwarna hitam.

"Eh, anu... Itu... Saya mau nganterin makanan buat... " Aduh, siapa lagi namanya? Rana kan tidak diberitahu sama Daniel.

"Buat siapa, non?"

"Err... Itu, bilang aja dari Daniel, Daniel Zachary. Orangnya ada di rumah kan pak?"

Satpam itu memandangi penampilan Rana dari atas hingga ke bawah dengan pandangan menyelidik sebelum akhirnya ia tersadar akan sesuatu. "Oh, non yang katanya mau bekerja di sini ya?"

"Hah?" Rana mengerjap dua kali sebelum ia manggut-manggut. "Iya betul pak."

Pintu gerbang di depannya bergeser. "Masuk aja non, tuan ada di dalam." kata pak satpam sambil tersenyum sumringah.

Rana mengangguk dan melemparkan senyum tipis sebelum ia berjalan masuk.

Mendekap tas kecil berisikan kotak makan miliknya di depan dada, Rana memandang ke sekelilingnya sembari berdecak kagum. Bangunan rumah yang kini berdiri di depan matanya mungkin adalah rumah paling besar dan juga mewah yang pernah Rana kunjungi. Jika dibandingkan, mungkin luas rumah Rana yang sekarang hanya sebesar halamannya saja. Tidak, tidak. Malahan luas rumahnya tidak sampai seperempat halaman itu. Karena berani sumpah, Rana yakin bahkan pesawat jet pun sepertinya bisa mendarat di sana.

Rana masih sibuk mengagumi sekelilingnya ketika tanpa sadar ia sudah berada di depan pintu masuk berpelitur cokelat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rana masih sibuk mengagumi sekelilingnya ketika tanpa sadar ia sudah berada di depan pintu masuk berpelitur cokelat. Ia lantas memencet bel sekali, dua kali. Masih tidak ada jawaban. Ia baru ingin memencet tombol putih itu sekali lagi ketika pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka.

Kedua mata Rana seperti ingin melompat keluar dari kantung matanya ketika dilihatnya Nevan paramaditya tengah berdiri di depan, memandangnya kembali dengan begitu datar dan tajam.

TrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang