Trouvaille | 9

552 37 16
                                    

Nevan berada di sebuah tempat yang terasa begitu familiar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nevan berada di sebuah tempat yang terasa begitu familiar.

Ruangan itu gelap gulita karena sinar matahari sore sudah tenggelam ditelan oleh kelamnya malam. Tempat itu terlihat seperti gedung tua yang sudah lama sekali kosong dan tidak berpenghuni. Dindingnya yang bermaterial bata ekspos sudah retak dan tidak lagi terlihat bersih, begitu kusam dan juga banyak coretan di sekelilingnya. Udara malam begitu dingin dan mampu membuat siapa pun merinding. Nevan terdiam memandang sekelilingnya dengan bingung, tidak tahu harus berbuat apa ketika suara derap langkah kaki terdengar dari kejauhan, disusul dengan munculnya suara pecahan kaca yang begitu keras. Ketika laki-laki itu ingin melangkah mendekati sumber suara, kedua bahunya sudah lebih dulu dicengkram dengan paksa hingga membalik tubuhnya tanpa aba-aba.

Di hadapan Nevan ada sosok wanita berambut sebahu dengan raut wajah lembut yang diwarnai percampuran emosi antara sedih dan juga ngeri. Wanita itu memandang Nevan lekat dengan napas memburu, tubuhnya bergetar hebat, matanya yang letih berkaca-kaca dan terdapat beberapa luka lebam yang sudah membiru di sudut bibir juga tulang pipinya.

"M-mama..." Nevan mengerjap lambat. Itu ibunya, Anita Paramaditya.

Wanita itu tidak keburu menjawab karena suara pecahan itu terdengar lagi, diikuti dengan sebuah seruan lantang yang menggema di setiap sudut ruang, membuat kepala Nevan otomatis ikut berputar pada satu arah. Seorang pria yang tidak Nevan kenali berdiri di sana dengan bahu naik turun. Matanya yang hitam berkilat oleh amarah. Kemudian, beberapa pria bertubuh kekar menyusul di belakangnya.

"Berhenti!"

Tanpa memberi Nevan waktu untuk bertanya lebih soal apa yang tengah terjadi, Anita sudah terlebih dulu menarik pergelangan tangannya dan berlari sekuat tenaga. Nevan terengah, berusaha mengikuti langkah kaki wanita paruh baya di depannya.

Anita menariknya bersembunyi dibalik kardus-kardus barang bekas yang sudah usang dan berdebu. Sekilas, debu-debu yang tersoroti oleh naungan sinar bulan tampak seperti puluhan ribu kristal kecil yang bertebangan di udara. Nevan menelan ludah dengan susah payah, menatap nanar pada wajah Anita yang tidak bisa ia artikan makna nya.

"Nevan," Anita menangkup wajahnya dengan lembut, Nevan bisa merasakan kalau tangan ibunya sangat dingin, tetapi telapak itu berkeringat ketika bersentuhan dengan kulitnya yang hangat. Wanita itu tersenyum walaupun hal itu tidak bisa dianggap sebagai senyuman. "Dengarkan mama, saat mama hitung sampai tiga, Nevan harus segera lari dari sini sekencang-kencangnya, oke? Jangan pernah menoleh ke belakang. Nevan harus menemukan jalan keluar sendiri, Nevan bisa melakukannya demi mama kan?"

Dengan tubuh yang mulai bergetar ketakutan, Nevan lantas menggeleng seraya terisak pelan. "Nggak, Nevan nggak mau ninggalin mama sendirian. Nevan mau keluar dari sini sama mama."

Anita mengangguk berkali-kali hingga pergerakan itu membuat air mata yang sudah membendung di kelopak matanya menetes begitu saja. "Mama akan menyusul Nevan. Setelah Nevan menemukan jalan keluar, Nevan harus bersembunyi saat itu juga. Nggak lama setelah itu, mama akan menjemput Nevan, mama janji. Mama janji nggak akan meninggalkan Nevan." Anita meraih jari kelingking Nevan untuk dikaitkan dengan jari kelingkingnya sendiri. "Mama janji akan datang, oke?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TrouvailleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang