Bab II : Still Remember

6.1K 539 14
                                    

Seokjin bungkam, selera makannya pun seketika sirna. Sepasang matanya menggelap, manakala mendengarkan ucapan sosok puteri kecilnya. Di balik meja makan, sepasang tangannya itu mengepal kuat menampilkan pembuluh nadinya. Rahangnya telah mengeras, walaupun mimik mukanya masih tampak tenang. Sama sekali tidak ada gurat amarah, yang terselip di wajahnya yang tampan itu.

"Jangan bercanda!" ujar Seokjin. Ia menghela nafas, sepasang matanya itu memerhatikan puteri kecilnya yang masih menundukkan kepalanya. Terlalu takut, untuk menatap Seokjin yang mulai menguarkan aura suram miliknya. "Kau tidak sedang main-main dengan Appa, bukan?"

Gadis cantik itu menggigit bibirnya, ia menahan isakannya. Ia menggeleng pelan, sebagai jawaban. Air matanya telah tumpah, manakala ia menundukkan kepala. Terlalu takut, untuk menatap wajah Seokjin. Juga terlalu takut, untuk melihat mimik muka Seokjin yang begitu kecewa karenanya.

Lelaki paruh baya itu pun beranjak dari kursi, berjalan cepat mendekati sosok mungil itu. Matanya menajam, manakala Hyeon Na terus menunduk. Terisak di hadapannya, memandangi sepasang kaki telanjangnya. Gadis itu terus menunduk, enggan menatap wajahnya.

PLAK

Satu tamparan keras mendarat di pipi Hyeon Na, membuat sosok mungil itu tersungkur di lantai. Bahkan, kepala gadis itu tidak sengaja terantuk sudut meja makan. Dahinya mengeluarkan darah, begitu pula dengan sudut bibir gadis mungil itu. Hyeon Na diam, ia kembali menundukkan kepalanya. Berusaha semaksimal mungkin, untuk menghindari tatapan menusuk Seokjin saat ini.

"Hah!" Seokjin menghela nafas kasar, manakala memperhatikan puterinya duduk seraya menunduk. Tangannya mengusap wajahnya kasar, menatap sosok mungil di hadapannya dengan raut kecewanya.

"Siapa?" tanya Seokjin. Suaranya lirih, nyaris tidak terdengar. Sepasang mata yang menatap tajam Hyeon Na itu berkaca-kaca, hingga perlahan air mata itu mengalir di pipinya.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Seokjin. Lelaki paruh baya ini pun berjongkok di hadapan Hyeon Na, lalu kedua tangannya meremat kuat bahu sempit Hyeon Na. "Katakan pada Appa, Kimmy! Siapa lelaki itu?" desak Seokjin.

Hyeon Na menangis keras, manakala Seokjin terus mendesaknya. Gadis ini menggeleng, menutup wajahnya yang basah dengan lengannya. Ia bungkam rapat-rapat mulutnya, enggan untuk memberitahu Seokjin. Lelaki paruh baya itu mengerang, seraya kakinya menendang kursi di dekatnya.

"Katakan, siapa lelaki brengsek itu?" tanya Seokjin. Kedua tangannya telah mengepal kuat, manakala sosok putri kecilnya hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Mengerang frustasi, Seokjin mengambil pisau di dapur. Ia kembali menghampiri Hyeon Na, membuat sosok cantik itu bergetar ketakutan. "Bunuh Appa! Bunuhlah Appamu ini, Kimmy!" teriak Seokjin, seraya menyodorkan pisau itu pada Hyeon Na.

"Maafkan aku," lirih Hyeon Na. Gadis ini mendongakkan kepalanya, seraya menatap Seokjin yang juga berderai air mata. "Maafkan aku, Appa. Maaf," ujarnya lagi.

"Appa merasa gagal," ujar Seokjin lesu. Air matanya tumpah, menangis di hadapan puterinya. Lelaki paruh baya itu melempar pisau tadi, ke sembarang arah. "Appa tidak bisa menjadi Appa yang baik untuk puteri kecil Appa sendiri," ujarnya.
**

Lima tahun kemudian...

Pemuda tampan itu melangkahkan sepasang tungkainya, berjalan cepat menuju pintu keluar bandara. Tangan kekarnya menyeret koper, sedangkan satunya lagi membawa ponselnya. Ia sibuk mengetikkan sesuatu.

"Jimin-ah!"

Pemuda yang dipanggil Jimin ini pun menghentikan langkah, seraya ia berbalik badan. Senyuman manisnya merekah, manakala melihat Hyeri datang menjemputnya. Jung Hyeri, sepupunya yang paling cantik. Gadis itu melambai, seraya tersenyum lebar padanya. Berlari sekencang mungkin, kemudian menubrukkan tubuhnya pada Jimin. Memeluk erat sepupunya yang tampan itu, meluapkan rasa rindunya.

Accident [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang