****
Jieun melangkah cepat mendekati parkiran. Memandang segala arah untuk mencari sesuatu dengan cepat namun teliti. Dan benar, ia menemukan sebuah mobil yang dicarinya. Ia jadi terlambat datang karena ia harus mengambil jalan memutar gara-gara lelaki itu.
Bahkan orang memakai seragam hitam tersebut keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya dengan langkah panjang dan tergesa. Jieun membuang nafasnya. Ia tahu dengan apa yang akan dilakukan pria tersebut padanya."Nona, saya mohon. Jangan terlalu lama untuk datang. Saya sangat khawatir."
Benar. Hal itu yang dikatakan setiap dirinya terlamabat. Sebenarnya ia sedikit malas bila ia mendengar celotehan pria tersebut. Tapi bagaimanapun juga ia sangat mengerti akan keadaan supir pribadinya. Paman Choi yang menjadi orang terpercaya ayahnya. Ia sudah dekat dengan paman Choi. Tapi ia masih tak nyaman dengan panggilan 'nona' oleh paman Choi yang menurutnya terlalu formal padanya.
"Maafkan aku paman. Aku memang ada urusan. Jadi paman tenang saja, jangan terlalu mengkhawatirkanku."
Jieun tersenyum agar mengurangi ketegangan pada paman Choi. Tapi sepertinya kali ini tak bisa. Karena Jieun melihat raut wajah pria itu tak berubah. Ini yang membuat Jieun menjadi merasa tak enak hati.
"Lain kali nona harus memberi tahu saya bila nona masih ada kelas. Bila nona tak memberi kabar seperti ini, saya akan khawatir dan takut bila terjadi apa-apa pada nona. Dan pastinya tuan Lee tak akan memaafkan saya."
Bagi Jieun itu berlebihan bila ayahnya benar tak memaafkan paman Choi. Tapi ini memang bisa terjadi, akhir-akhir ini ia tak nyaman dengan sikap over protectif dari ayahnya. Bahkan minggu lalu ayahnya ingin mencarikan bodyguard untuk menjaganya.
Tetapi Jieun menolaknya, ia mengatakan pada ayahnya bahwa ia bisa menjaga dirinya sendiri. Itu sangat berlebihan dan akan sangat memalukan bila setiap saat dirinya di kawal oleh orang. Teman-temannya pasti akan takut dan menghindarinya. Dan yang sudah pasti adalah dirinya akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman sekampusnya.
Jieun lelah. Ia tak mau orang memperhatikannya seoalah dirinya gadis spesial bagi orang tuanya. Julukan 'gadis terhormat' sudah cukup baginya. Ia ingin dipandang normal seperti orang lain.
"Ayo nona. Cepat masuk, sebelum saya ditelepon tuan Lee karena nona belum pulang kerumah."
Jieun tersadar akan lamunannya.
"Ayah tidak sedang di yayasan?"
"Tidak nona. Tuan Lee hanya mengutus nyonya Han."
Mendengar hal itu membuatnya tak nyaman. Tentang nyonya Han, wanita yang menurutnya terlalu kaku. Ia segera melangkah menuju mobil yang diikuti paman Choi.
Jieun memandang keluar. Cukup membosankan ia duduk terkurung di sebuah benda besar yang sedang melaju. Ia melihat seorang anak sekolah yang sedang membonceng perempuan yang sepertinya adalah kekasih dari bocah sekolah menengah atas itu. Jieun sedikit terperangah melihat gadis itu memeluk erat sang lelaki.
"Wah, itu seperti apa rasanya memeluk lelaki seperti itu?"
Gumaman Jieun membuat tuan Choi melihat spion atas. Melirik sang majikan yang masih melihat luar kaca.
"Nona, anda tadi bilang apa?"
Jieun menoleh ke spion dan sudah menyadari bahwa tuan Choi mendengar ucapannya. Jieun menyunggingkan senyumnya.
"Tidak. Tidak apa-apa kok."
Gadis itu kembali memandang luar. Namun ternyata yang menjadi objek pandangannya tadi sudah tidak ada. Ia sedikit kecewa. Ah, Jieun sudah tidak waras lagi bagaimana bisa ia tertarik memandang orang yang sedang berpacaran. Memang ia akui ia belum pernah menjalin hubungan dengan lelaki. Bisa dibilang ia buta dengan hal-hal berbau romantis. Ia hanya fokus pada pendidikan dan belum memikirkan hal tersebut.
*
Jieun masuk ke dalam rumah. Beberapa pelayan yang berjajar rapi memberi hormat pada gadis itu. Jujur saja, baginya hal yang dilakukan mereka tak penting baginya. Tetapi bagaimanapun juga mereka tetap melakukan hal itu dengan alasan itu perintah Tuan Lee. Dan Jieun akan selalu menjawab dengan angguakan dan senyuman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Auditory Hallucination
FanfictionSeorang gadis bernama Lee Jieun yang dipandang hidup dengan kesempurnaan dengan keluarga yang mendidiknya dengan baik. Tetapi baginya ia juga tertekan dengan segala macam tuntutan keluarganya yang mengarah pada dirinya. Hingga suatu ketika ia mengal...