Chapter 4

408 79 13
                                    


****

Di sebuah rumah kecil yang berada dalam gang. Terdapat seorang laki-laki berkulit pucat sedang duduk bermalasan di atas tempat tidurnya. Wajahnya menatap jendela yang terbuka. Ia bisa memandang langit yang tak berawan. Cuaca sore ini memang cerah. Tetapi tidak dengan hati Yoongi. Hatinya redup seperti ruangan yang gelap yang tak ada celah untuk masuknya cahaya.

Kesepian.

Ia merasa kehilangan. Hidupnya tak berarti. Ia tak tahu tujuan hidupnya. Apa yang ia inginkan? Apa yang ingin diraihnya? Sebenarnya ia tak tahan dengan kehidupannya yang terlalu rumit. Semenjak kejadian itu. Kejadian yang memilukan hatinya. Tentang kesalahan kakak Seokjin pada keluarganya.

Yoongi memejamkan matanya. Ia menahan marah. Ia sudah menahan amarahnya selama bertahun-tahun. Dan kini ia harus menutupi kesalahan itu pada orang lain. Ini memusingkan. Sebenarnya ia tak tahu apakah keputusannya ini benar-benar tepat.

Apakah kehidupan masa depannya baik-baik saja setelah dirinya menyetujui perjanjian keluarganya dengan keluarga Seokjin. Perjanjian yang mengharuskan dirinya kuliah dengan semua biaya di tanggung keluarga sahabatnya sebagai sebuah permintaan maaf keluarga Seokjin kepada keluarga Yoongi. Memang ia akui ini memang sangat menguntungkan untuknya.

Lalu bagaimana dengan Song Minho yang mengetahui masalah kakak Seokjin? Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus melakukan pengkhianatan pada Seokjin? Pengkhianatan seperti apa? Ia tak tahu. Ia sama sekali tak merasa tertarik ataupun keinginan memiliki sesuatu dari Seokjin. Ia malah tidak ingin hidupnya seperti Seokjin yang terlalu bergelimpangan harta. Bukan berarti ia merendahkan sahabatnya. Tapi ia hanya ingin hidup biasa tetapi penuh kebahagiaan.

Tapi sampai saat ini ia belum mendapatakan kebahagiaan. Bahkan ia tidak tahu kebahagiaan apa yang harus ia dapatkan. Padahal keluarganya sudah cukup rukun.

Yoongi membuka matanya. Perutnya berbunyi. Memang tadi siang ia tak makan tapi ia langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Dan kini ia sedang melihat jam yang tertara di poselnya.

Pukul 04.00

Ia bangkit dan keluar kamar. Ia memandang ruangan tamu itu. Cukup berantakan. Yoongi mengacak rambutnya. Ia tak mempedulikan keadaan rumah sewaan itu, ia hanya berjalan menuju dapur dan membuka lemari dapur.

Kosong. Tidak ada makanan atau bahan makanan yang bisa dimasak. Perutnya berbunyi lagi. Ia tak bisa membayangkan bila ibunya tahu tentang kehidupannya yang seperti ini. Tapi baginya ini lebih baik daripada ia harus satu atap dengan keluarga Seokjin. Ia lebih memilih hidup sendiri. Ia tak ingin selalu bergantung pada keluarga sahabatnya.

Tentang Seokjin ia jadi ingat acara kumpul nanti malam. Ia harus cepat bersiap-siap.
Ia berlari kembali ke kamar dan mengambil dompetnya dan bergegas keluar rumah.

Saat Yoongi sudah berjalan di area lingkungan rumahnya, tanpa disadari ada seorang lelaki di dalam mobil berwarna hitam sedang memperhatikan Yoongi. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya.

"Min Yoongi."

Laki-laki itu bergumam lalu memakai kaca mata hitamnya sebelum menyalakan mobilnya pergi dari temapat itu.

**

Wajah cantik itu terus saja bergumam tak jelas. Rautnya terlihat bingung dan terus mengeluarkan isi lemarinya. Berbagai macam pakaian ia keluarkan tapi kemuadian ia masukkan lagi. Dan hal itu terus berulang. Memilih pakaian untuk acara ulang tahun temannya itu begitu sulit. Ia ingin cepat berdandan tapi pakaian belum siap. Ia tak tahu harus memakai apa. Karena memang pakaian yang cocok untuk acara itu sudah pernah ia pakai di tahun lalu.

"Sepertinya tidak ada pilihan lain."

Jieun memasukkan lagi pakaian di tangan kanannya ke dalam lemari. Kemudian menutup pintu lemari. Sedikit mengibaskan tangannya pada wajahnya. Sedikit panas. Ia tak tahu mengobrak-abrik lemarinya bisa membuatnya kepanasan. Ia menurunkan suhu AC. Ia mengambil ponselnya yang ada di atas ranjangnya. Kemudian mencari nomor kontak yang ingin di tuju.

Auditory HallucinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang