Chapter 2

487 72 6
                                    


****

Jieun, gadis itu menatap dirinya di pantulan kaca. Dia memang terlihat cantil. Bukan karena ia ingin menarik perhatian. Memang hari ini ia mencoba tampil lebih berbeda. Biasanya ia menggunakan baju yang dipadukan celana jins atau kain, terkadang ia juga memakai dress selutut. Sedangkan sekarang ia menggunakan pakaian satu stel dari Sujin dan Seulgi. Memang dua hari yang lalu Sujin dan Seulgi mengomentari tentang pakaiannya yang hanya begitu-begitu saja.

Sebenarnya pakaian Jieun cukup bagus. Tapi menurut kedua temannya itu, pakaian Jieun terlalu membosankan. Dan jadilah kemarin ia mendapat kiriman dari mereka. Jieun tak menginginkan hal ini. Dan ia tak terlalu peduli dengan pakaian-pakaiannya selama ini. Ya, selama masih bagus dan cukup nyaman dipakai. Baginya tak masalah.

Tapi kali ini ia mencoba salah satu pakaian dari mereka dan malah sedikit tak nyaman. Bukan kerena modelnya yang sederhana. Tetapi rok itu begitu pendek. Ia suka memakai rok, tapi semua roknya panjangnya selutut. Tapi ini terlalu mengekspos pahanya. Ia tidak suka dengan pakaian itu.

"Aku tidak bisa menggunakan ini. Aku harus menggantinya."

Jieun ingin mengganti roknya, tetapi sebuah getaran dari ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya. Ia melihat sebuah pesan dari Sujin.

Aku menunggumu. Cepat datanglah
Aku tidak sabar melihat penampilanmu dengan pakaian yang aku kirimkan dengan Seulgi.

"Mwo?"

Jieun menggerutu dengan tingkah temannya. Ia seperti sedang dituntut dengan pakaian itu. Jieun segera menelepon Sujin. Tidak lama suara Sujin terdengar.

"Ada apa Ji?"

"Yak. Bagaimana mungkin aku menggunakan pakaian ini?"

"Memang apa salahnya?"

"Pakaian yang kau berikan itu semua terlalu pendek. Apa kau masih bertanya tentang hal itu?"

"Tidak apa-apa. Kau hanya tidak terbiasa. Kau harus membiasakan diri mulai sekarang."

"Aku tidak nyaman. Lagipula bila ayahku tahu tentang penampilanku seperti ini, pasti ia akan marah."

"Hei, jangan seperti itu. Bukannya ayahmu ke Jeju?"

"Tidak. Ia ada di rumah"

"Oh begitu. Sudahlah, bila ayahmu menegurmu kau tinggal jujur saja pada ayahmu. Bahwa itu adalah hadiah dariku dan Seulgi."

Jawaban yang siberikan Sujin cukup mengejutkan. Jieun tahu bagaimana sifat ayahnya yang cukup menakutkan. Dan Sujin malah menyuruhnya untuk jujur. Tidakkah ayahnya akan membuat Sujin merasa takut dimarahi.

"Kau tidak takut pada ayahku?"

"Tidak. Sama sekali tidak. Jadi berhentilah mencari alasan. Kau harus tetap menggunakannya. Hargai pada orang yang telah membelikannya."

Jieun terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Seolah ucapan penolakannya yang lain telah kosong dari pikirannya.

Tut tut

Jieun terkejut. Sujin telah menutup telponnya. Ia mendesah sedikit kesal. Sujin memang temannya yang paling keras kepala dan mempunyai ego tinggi. Karena itu Sujin sangat kuat dalam menjalankan hidupnya. Dan Jieun merasa iri. Sifat temannya itu tak ada di dalam dirinya. Jieun mengakui ia adalah gadis lemah. Bahkan debat tentang pakaian saja dirinya sudah kalah dengan Sujin.

*
Jieun dengan pelan menuruni tangga. Ia memandang segala arah untuk mencari sosok yang biasanya sudah ada di ruang tengah. Tapi kali ini yang ia lihat hanya pelayan-pelayan saja.

Auditory HallucinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang