****Seorang lelaki sedang berdiri menatap pemandangan lewat sebuah jendela besar, yang sedang memperlihatkan kebun yang di tumbuhi pepohonan. Wajah tampannya berseri. Kemeja putih yang melekat pada tubuhnya terlihat pas dipadukan dengan celana kain hitam dengan dasi yang menggantung di lehernya. Ia sedikit menaikkan dagunya untuk melihat matahari di langit. Tangan kanannya menggenggam ponselnya. Sebuah dentingan terdengar di belakangnya. Ia tahu siapa yang menyebabkannya. Tapi ia sama sekali tak berminat melihatnya. Ia hanya tersenyum mengingat sesuatu.
"Bahkan saat aku tak melihatnya hanya mendengar suaranya aku dapat merasakan kehangatan."
Seokjin baru saja menghubungi gadis yang sukses membuatnya tertarik.
Seorang perempuan dengan dress merah duduk di sofa dengan membawa cangkir. Ia meletakkan cangkirnya di atas meja. Ia menumpu kaki kirinya di atas kaki kanannya."Ya, kau memang benar-benar sedang jatuh cinta padanya. Coba saja kau raih dirinya."
Seokjin memasukkan ponselnya ke dalam saku dan membalikkan tubuhnya menatap wanita itu.
"Tidak semudah itu. Bisa jadi apa yang kau katakan itu sama dengan bagaikan aku yang akan mencoba meraih bintang. Yang tentunya tak mungkin aku dapat menggapainya."
Sang sepupu terkejut dengan jawaban itu. Cukup berbeda dengan Seokjin yang biasanya percaya diri di depan orang lain. Tapi kenapa mencoba mendekati Lee Jieun tidak? Baginya Jieun tak jauh beda dengan gadis lain. Memang dari apa yang dilihatnya dari gadis itu pada Seokjin sedikit berbeda dari yang lain. Bukannya ia bermaksud berprasangka buruk pada Jieun. Dirinya yakin dengan kebaikan Jieun, tapi bisa saja semua sikap gadis itu hanyalah sebuah tak tik Jieun untuk membuat Seokjin tertarik dengannya. Karena dirinya tahu bahwa tak ada gadis yang mampu menolak pesona seorang Kim Seokjin. Lagi pula Jieun cukup cocok disandingkan dengan sepupunya.
"Ternyata kau tak percaya diri. Padahal semua perempuan selalu memperebutkanmu."
"Dia tak seperti yang lain. Aku tahu itu."
"Kalau begitu coba saja. Tapi apa kau yakin Jieun berbeda? Melihat bagaimana paras dan perilakumu, aku yakin dia tak akan menolakmu."
Entah mengapa ucapan Irene membuat Seokjin menjadi marah. Mungkin ia tak suka bila sepupunya memandang Jieun sama dengan gadis lain. Karena ia ingat betul sejak pertama kali ia melihat Jieun di kantin kampus. Seokjin menahan emosinya dengan cara memperlihatkan senyuman dan ia mendekat pada Irene kemudian duduk tepat di sampingnya. Senyumannya hilang tatkala mendapati Irene beranjak pergi.
"Kau mau kemana?"
Irene yang sudah berjalan beberapa langkah terpaksa berhenti dan menatap Seokjin yang sedang bertanya-tanya.
"Aku akan pergi ke ayahmu dan mengatakan bahwa dirimu sedang kasmaran."
Seokjin tertawa mendengarnya. Ia sudah tahu bahwa itu adalah bualan saja untuk menggodanya. Ia tak yakin dengan ucapan Irene. Karena cukup konyol seorang Irene yang terkenal perfeksionis datang ke kantor ayahnya hanya mengatakan bahwa putra bungsunya sedang kasmaran.
Namun ternyata ekpresi Irene menjadi datar. Begitu terlihat serius."Kenapa wajahmu seperti itu? Ayo katakan sesuatu."
"Dengar Seokjin. Ada saatnya kau berpikir bahwa menjalin hubungan itu penting. Lagi pula bukankah ayahmu ingin cepat mendapat menantu?"
Seokjin tercekat. Kalimat itu telah membuat pikirannya melayang pada suatu hal yang untuk saat ini tak ingin dipikirnya. Dan ini membuat kepalanya menjadi pusing.
"Ayah tahu kalau aku harus berpendidikan tinggi dan mencapai kesuksesan perusahaan."
"Dan apakah hanya kesuksesan perusahaan ayahmu saja? Kesuksesan menjalin hubungan juga penting."
KAMU SEDANG MEMBACA
Auditory Hallucination
FanfictionSeorang gadis bernama Lee Jieun yang dipandang hidup dengan kesempurnaan dengan keluarga yang mendidiknya dengan baik. Tetapi baginya ia juga tertekan dengan segala macam tuntutan keluarganya yang mengarah pada dirinya. Hingga suatu ketika ia mengal...