Seseorang yang berwajah bahagia dan dengan mudahnya berwajah amat menyedihkan karena satu hal, Keretakan hati
Mengikat sedikit rambut merahnya. Dan Clary siap memulai kembali aktvitasnya.
Dia segera keluar dari kamarnya yang berukuran besar dengan corak pink yang kental. Menandakan seberapa feminimnya gadis itu. Kali ini dia memilih tas Branded Guccinya yang berwarna biru.
Gadis itu menuruni tangga dengan gerakan santai. Sampai di meja makan dia dapat melihat keluarganya telah berkumpul dimeja makan.
Ayahnya yang membaca koran, Ibunya yang menaruh susu gelas dimeja dan kakaknya yang terlihat memaksakan diri untuk duduk di meja makan. Pasti kakaknya lembur kerja lagi semalam.
"Good morning." Seperti biasanya Clary mencium pipi ayahnya dan ibunya. Tidak dengan kakaknya. Karena Lydia kakaknya amat benci hal itu. Jika dulu dia baik-baik saja saat Clary masih kecil tapi semenjak Clary memasuki SMA, Lydia sudah tidak menginginkannya.
"Morning Princess." Sambut Ibunya dan ayahnya hanya terseyum sembari mengusap sekilas rambut Clary.
Clary mengambil roti panggang bersamaan dengan matanya yang melihat kakaknya hendak memejamkan matanya.
"Kenapa kakak dan ayah tidak bersiap pergi kerja?" Tanya Clary heran melihat ayah dan kakaknya masih memakai baju santai.
Mata kakaknya kini terbuka sambil terseyum mengejek. "Biar kutebak kau tidak membaca berita menghebohkan."
"Berita apa?"
"Walikota kita telah meninggal dunia." Ujar Ayahnya menunjukkan sebuah berita dikorannya.
"Aku tidak tahu. Bagaimana bisa?"
"Dasar kau, makanya jangan sibuk membaca majalah fashion atau novel saja. Padahal berita ini sedang heboh karena walikota kita sepertinya dibunuh oleh seseorang yang menyewa pembunuh bayaran."
Clary menyimak Lydia. Meski kakaknya tiap kali bercerita tidak menggunakan titik koma tapi dia selalu menceritakannya dengan detail.
"Pembunuh bayaran?"
Lydia mengangguk. "Ya, mengerikan sekali bukan dan tampaknya pelakunya adalah kandidat yang hendak menggantikan kursi Walikota jadi semua kandidat itu tengah diselidiki."
"Termasuk paman kita."
Mata Clary melebar. Dia lupa jika pamannya juga seorang kandidat yang akan terpilih apabila kursi walikota kosong. "Tapi itu tidak mungkin paman."
"Ibu juga yakin itu." Ibu Clary , Roselline menimpali.
Clary merasakan getaran pada saku celananya dan benar saja ada satu pesan masuk dari nama yang amat dinanti-nantinya selama lima bulan ini.
Diego Ruthann. Kekasihnya yang setahun pergi ke london dan lima bulan tanpa kabar.
♥♥♠♠
Mata Clary berbinar senang melihat sosok yang tengah menantinya di sebuah kursi caffe yang berdekatan dengan jendela.
"Di!!!"
Mendengar pekikan Clary, Diego langsung berdiri dan menangkap tubuh Clary yang memeluknya. Dia tertawa kecil. Gadisnya masih saja sama.
Clary memisahkan diri dari pelukan Diego dan kini menatap pria berwajah tampan, dengan mata hitam dan rambut sedikit ikalnya. Seperti biasa tangan Clary selalu gatal untuk merapikan rambut Diego. Clary tak habis pikir kenapa rambut pacarnya ini selalu saja berantakan.
Mata Diego terpejam dengan mulut terangkat membentuk senyuman mengamati Clary dengan lembutnya mengusap rambutnya.
Dan tanpa mereka sadari jika orang-orang disekeliling mereka menatap dengan sorot kagum pada kemanisan mereka berdua.
"Katakan kenapa selama lima bulan ini tiap kali aku sms atau aku telpon kau tidak membalas? Apakah kau sesibuk itu? Kau selama lima bulan ini sehatkan? Tapi kenapa kau terlihat lebih kurusan? Kau jarang makan? Kapan kau kembali?" Tanpa sadar Clary bertanya secara berturut-turut.
Mata Diego terbuka. Dia menatap Clary dengan mata sulit diartikan. Tangannya menggenggam tangan Clary yang masih mengelus rambutnya.
"Sebaiknya kita duduk untuk membicarakan ini Cla."
Clary mengangguk.
Mereka berdua duduk berhadapan. Terlihat Diego menarik napasnya sejenak seolah apa yang akan disampaikannya amat berat.
"Cla," Clary segera menatap Diego. "Kita harus putus."
Deg
Jantung Clary terasa berhent berdetak. "Ke..kenapa tiba-ti..."
"Ini tidak tiba-tiba tapi aku sudah memutuskan hal ini selama lima bulan ini," Diego menunduk. Tidak ingin melihat ekspresi syok Clary. "Aku tahu kau gadis yang cantik, baik, dan pintar. Aku yakin diluar sana banyak cowok yang menginginkan kau jadi pacarnya dan lebih baik dari aku jadi..."
"Apa maksdunya itu?" Clary meninggikan suaranya sembari menahan suara bergetarnya. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Maksudnya aku ingin kau mencari pria yang lebih baik dariku Cla."
"Tapi kenapa? Kenapa kau tiba-tiba ingin kita putus Di?!" Kali ini Clary bersuara keras hingga beberapa orang menoleh padanya.
"Karena aku menghamili sepupumu Lalisa."
Deg
Kali ini Clary sama sekali tidak menahan air matanya untuk tidak keluar. Suaranya tercekat, tenggelam bersama hatinya yang berdenyut sakit.
Lisa? Sepupu yang selama ini membenci dirinya.
Diego masih menunduk. Kedua tangannta menggenggam erat. "Sebuah kecelakaan dan aku menghamilinya dan aku juga Lisa sepakat akan menikah seminggu lagi."
Seminggu lagi?
Clary retak sepenuhnya.
"Karena itu Clary..." Suara Diego tertahan melihat Clary yang wajahnya luarbiasa tersakiti. Karenanya.
"Cla..." Sebelum Diego mendekat Clary telah berdiri.
Clary menatap Diego dengan nanar. "Kau jahat." Dua kata yang menggambarkan isi hati Clary.
Semua orang yang berada di Caffe terdiam. Mendadak hening karena mereka yakin sekali gadis yang baru saja berlari keluar dari Caffe dengan wajah sedih itu adalah gadis yang beberapa menit lalu datang dengan wajah amat bahagia. Seseorang yang berwajah bahagia dan dengan mudahnya berwajah amat menyedihkan karena satu hal, Keretakan hati.
♥♥♠♠
Clary termenung ditaman kota. Apa yang bisa menggambarkan seberapa retaknya hatinya saat ini. Selama Tiga tahun dia berpacaran dengan Diego dan semuanya baik-baik saja. Dia pergi ke london Clary tidak berusaha menghalangi karena dia tahu jika Diego ingin mengejar cita-citanya.
Tujuh bulan dia dilondon mereka masih baik-baik saja karena Clary kerap menghubunginya dan lima bulan selanjutnya Diego tidak membalas sedikitpun pesan dan Teleponnya. Clary masih berpikir semuanya baik-baik saja karena dia percaya Diego. Tapi apa maksud semua ini?
Hari semakin gelap. Clary menyadari hal itu, semua anak-anak yang bermain di taman mulai pergi. Clary juga harus pergi karena dia benci kegelapan.
Tapi entah apa yang dia pikirkan saat berjalan untuk pulang dia justru berhenti. Tidak melanjutkan niatnya untuk menelepon supirnya. Dia berhenti disebuah tempat yang berisi orang-orang untuk bersenang-senang, untuk melepaskan frustasinya.
Sebuah Club.
Padahal Clary tidak pernah diijinkan ketempat ini, karena Clary dari keluarga yang menjunjung harga diri tinggi dan tempat ini adalah tempat yang akan merendahkan harga dirinya tapi... Clary masuk. Masuk untuk melepaskan apa yang mungkin bisa dia lepaskan tapi nyatanya dia justru akan mendapatkan masalah lebih besar lagi.
___________________
Thanks For Vote and Comment
AngelicDevil22
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is A Murderer
Romance"Aku melangkah dengan cahaya terang dan kau melangkah dengan kegelapan." - Clary Chester "Setiap aku melangkah aku pasti akan melihat tubuh-tubuh tergeletak bermandikan darah, aku manusia yang hancur saat terkena cahayamu tapi aku menginginkamu untu...